Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mengenang Bapak Permuseuman Indonesia, Moh Amir Sutaarga

12 Oktober 2016   11:15 Diperbarui: 16 Oktober 2016   11:01 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Amir Sutaarga muda (Koleksi Museum Nasional)

Kebanggaan Amir, saat ini beberapa anak buahnya sudah ’jadi orang’. Dia menyebut Intan Mardiana Napitupulu dengan berbagai kebijakannya. ”Batak yang galak ini dipuji beberapa kepala museum,” katanya sambil terkekeh. Intan Mardiana pernah menjabat Direktur Permuseuman dan saat ini kembali menjadi Kepala Museum Nasional.

Untuk memajukan museum, kata Amir, masyarakat dan komunitas harus mengambil bagian. Di berbagai negara ada Friends of Museum, dengan aktivitas antara lain menerbitkan buletin, menerbitkan buku, dan membuat cenderamata.

Dalam pertemuan 2012 lalu, meskipun sudah berusia 84 tahun, Amir masih bersemangat bicara soal museum. Suaranya berapi-api dan ingatannya masih kuat. Sesekali diselingi cerita lucu, cerita jorok, dan cerita seram khas Amir dulu. Hanya pendengarannya agak terganggu.

Kini seluruh bukunya, sekitar akhir 2011 lalu, disumbangkan ke Perpustakaan FIB-UI. Amir yang bersahaja memang benar-benar telah menurunkan ilmu. Manusia langka yang pantas dicatat dalam museum, karena Amir adalah Kamus Hidup Permuseuman.

Makam Amir Sutaarga di Pandeglang (Foto: Jaka Perbawa)
Makam Amir Sutaarga di Pandeglang (Foto: Jaka Perbawa)
Amir Sutaarga meninggal pada 1 Juni 2013 di rumahnya di Ciputat. Ia dimakamkan di Menes, Pandeglang, Jawa Barat. Banyak warisan berharga kita peroleh darinya, terutama pengetahuan tentang permuseuman.

Sumber: Museografia, Vol. VI, No. 9 - Juli 2012 dan internet

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun