Menguasai beberapa bahasa asing
Sedari kecil Amir senang membaca. Dia banyak belajar dari pamannya, Sjafruddin Prawiranegara. Bahkan karena ikut van der Hoop, Amir menguasai beberapa bahasa asing, seperti Inggris, Belanda, Jerman, Prancis, dan Jepang. Bahasa Jawa kuno juga dipahaminya.
Karena menguasai bahasa asing, Amir sempat menerjemahkan beberapa buku. Salah satu bukunya yang paling laris karena telah mengalami belasan kali cetak ulang adalah Perempuan di Titik Nol terbitan Yayasan Obor Indonesia.
Karya stensilannya yang ’kontroversial’ itu berjudul Perang Kentut. ”Isinya kocak habis, pasti yang membaca terpingkal-pingkal,” kata Trigangga, staf Museum Nasional, yang pernah menjadi anak buahnya.
Godaan sebagai pimpinan museum, terutama dalam tender, sering dijumpai Amir. Sejumlah amplop pernah disodorkan kepadanya, tapi segera dikembalikan. Banyak keluarganya yang ikut tender, namanya segera dicoret. Amir benar-benar anti KKN.
Merintis Museologi
Tahun 1984 Amir merintis mata kuliah Museologi di Jurusan Arkeologi FS-UI. Sebenarnya, dia akan membuka mata kuliah tersebut di Jurusan Antropologi FISIP-UI. Namun karena waktu itu ada gesekan dengan Dekan FISIP, maka Guru Besar Antropologi Prof. Koentjaraningrat dan Guru Besar Arkeologi Prof. R. Soekmono mengalihkannya ke Jurusan Arkeologi. Kini mata kuliah Museologi telah berkembang pesat. Bahkan menjadi program setara pascasarjana di UI dan UGM. Sebelumnya Unpad juga pernah menyelenggarakan program magister museologi.
Setelah sembilan tahun bergelut di dunia pendidikan, akhirnya pada 1993 Amir resmi pensiun. Pangkat terakhirnya adalah IV/E setara dengan guru besar. ”Saya adalah direktur yang tidak punya apa-apa sekembalinya ke UI,” katanya dengan guyon. Direktur dengan kantong petruk, begitu istilah Amir.
Prinsip Amir dalam memimpin adalah memperhatikan bawahan. Untuk itu Amir mencari kerja sama dengan berbagai instansi dan lembaga, seperti Rockefeller Foundation dan ICOM, demi mendapatkan dana beasiswa.
Selama kepemimpinannya, sejumlah anak buahnya berhasil dikuliahkan di dalam negeri dan di luar negeri. Saking memperhatikan anak buah, kalau ke daerah Amir selalu ingin tidur bersama stafnya. ”Saya harus membagi ilmu secara informal, kan gak terasa,” kata ayah dari enam putra/putri dan kakek dari 13 cucu ini beralasan.