Pembagian ini jelas berbeda dengan amanat pasal 1 angka 28 itu sendiri yang didasarkan pada pembagian wilayah Desa/Kelurahan terhadap satuan pendidikan (sekolah).
Gubernur Wahidin Halim sepertinya tidak peduli dengan ketiadaan ketetapan zonasi ini. Tak pernah ada komentar soal ini. Malah menyalahkan sistem zonasi ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Bahkan Gubernur Wahidin Halim menuding penerapan zonasi PPDB tidak efektif.
"Sebetulnya kalau dilihat secara parsial efektif. Cuma nanti arahnya ke mana banyak orang berharap harusnya dikedepankan prestasi tapi sekarang nggak, harus lingkungan, menurut saya belum efektif," ujarnya usai memantau langsung PPDB di SMAN 10 dan SMAN 9 Kota Tangerang, Selasa (18/6/2019). Dikutip dari poskotanews terakhir dilihat tanggal 23 Juli 2019 pukul 23.57 WIB.
Sistem zonasi, lanjutnya, akhirnya menjadi tidak jelas karena jarak kilometer dari sekolah. Apakah disepakati 1 kilometer, 2 kilometer atau 3 kilometer. Berbeda jika menggunakan kriteria nilai prestasi yang akan lebih mudah melihat siapa saja calon peserta didik yang memenuhi rata-rata nilai passing grade. "Kalau konsep pemerataannya saya setuju, tapi dalam hal action atau pelaksanaannya harus ditinjau lagi pada beberapa aspek," ujar Wahidin (2/7 2019). Dikutip dari beritasatu terakhir dilihat 24 Juli 2019 pukul 00.01 WIB.
Dari dua kutipan berita itu, terlihat jelas Gubernur Wahidin Halim memang tidak memahami aturan zonasi PPDB atau tidak tahu atau tidak peduli bahwa pembuatan zonasi PPDB adalah tugasnya?
Efektifitas zonasi PPDB memang sangat tergantung dari kebijakan yang dibuat/ditetapkan Kepala Daerah. Zonasi PPDB harus dibuat oleh Kepala Daerah, dalam hal ini Gubernur Wahidin Halim sedemikian rupa sehingga pemerataan pendidikan dan keadilan bagi siswa berprestasi UN terakomodir. Karena yang memahami kondisi pendidikan di daerah, tentu Kepala Daerah itu sendiri.
Tugas mulia ini oleh Gubernur Wahidin Halim malah dilemparkan ke Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Banten lewat Pergub 18 tahun 2019 yang baru diedarkan beberapa hari menjelang pendaftaran siswa baru. Hingga kini, Kepala Dindikbud Banten Engkos Kosasih tidak pernah mengumumkan/mendistribusikan ketetapan zonasi PPDB SMA Negeri di Provinsi Banten. Kecuali Juknis tidak resmi itu.
Tidak adanya dokumen resmi tentang ketetapan zonasi PPDB SMA Negeri di Provinsi Banten tahun 2019, maka diduga telah melanggar Pasal 1 angka 28 Pergub No 18 tahun 2019 sehingga dapat dikenakan sanksi sesuai pasal 32 ayat (1): "Pelanggaran terhadap Peraturan Gubernur ini diberikan sanksi dengan ketentuan sebagai berikut: a. Gubernur memberikan sanksi kepada pejabat dinas pendidikan provinsi berupa:
- Teguran tertulis;
- Penundaan atau pengurangan hak;
- Pembebasan tugas; dan/atau
- Pemberhentian sementara/tetap dari jabatan".
Dengan tidak adanya dokumen resmi tentang ketetapan zonasi PPDB SMA Negeri di Provinsi Banten tahun 2019, secara otomotis Gubernur Banten Wahidin Halim diduga melanggar Permendikbud No 51 Tahun 2018 Pasal 3 huruf b angka 1: "Kepala Daerah untuk membuat kebijakan teknis pelaksanaan PPDB dan menetapkan zonasi sesuai dengan kewenangannya".
Sehingga Gubernur Wahidin Halim dapat dikenakan sanksi sesuai pasal 41 ayat (1) huruf a: "Kementerian melalui kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri memberikan sanksi kepada gubernur atau bupati/walikota bagi Pemerintah Daerah yang membuat peraturan tidak sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang telah ditetapkan oleh Kementerian".
#Otoriterezim