Tulisan ini seharusnya dilakukan pada saat ramai-ramainya Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dengan sistem baru, zonasi. Ramai seantero nusantara. Termasuk Provinsi Banten untuk tingkat SMA Negeri. Tapi saat itu daku belum memiliki dokumen peraturan yang berlaku secara resmi. Terutama dokumen Penetapan Zonasi PPDB Banten tingkat SMA Negeri. Tapi hingga tulisan ini dibuat pun, dokumen Penetapan Zonasi PPDB Banten tingkat SMA Negeri masih menjadi misteri.
Di Banten, keramaian PPDB sudah dimulai sejak bulan Mei 2019. Ramai di sosial media. Keramaian ini disebabkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten belum mengumumkan secara resmi pembagian zonasi untuk PPDB tingkat SMA Negeri. Padahal, merujuk pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No 51 tahun 2018, penetapan harus sudah diumumkan bulan April 2019.
Ini didasarkan pada pasal 20 ayat (5): "Penetapan zonasi pada setiap jenjang sebagaimana dimaksud ayat (1) wajib diumumkan paling lama 1 (satu) bulan sebelum pengumuman secara terbuka pendaftaran PPDB".
Pasal 4 ayat (2): "Pelaksanaan PPDB sebagaimana dimaksud ayat (1) dimulai dari tahap: a. Pengumuman pendaftaran penerimaan calon peserta didik baru pada Sekolah yang bersangkutan yang dilakukan secara terbuka".
Pasal 4 ayat (1): "Sekolah yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah melaksanakan PPDB pada bulan Mei setiap tahun".
Berdasarkan pasal-pasal itu, maka seharusnya Pemprov Banten sudah mengumumkan Penetapan Zonasi PPDB tingkat SMA Negeri paling tidak di bulan April 2019.
Menjawab keramaian ini, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Provinsi Banten melaksanakan sosialisasi PPDB ke SMA dan SMK Negeri. Sosialiasi Petunjuk Teknis Pelaksanaan PPDB secara lisan. Karena Juknis tertulis tidak dibagikan. Walau pun para peserta sosialisasi memohon Juknis tertulis.
Dari sosialisasi lisan Juknis PPDB ini, terkabar pembagian zonasi PPDB tingkat SMA Negeri di Provinsi Banten dibagi setiap Kabupaten/Kota. Sehingga ada 9 zonasi: Kota Cilegon, Kota Serang, Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang dan Kota Tangerang Selatan.
Diduga penetapan 9 zonasi PPDB ini tidak didasarkan pada pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) Permendikbud 51 tahun 2019. Pasal itu mengamanatkan pembagian zonasi didasarkan pada sekolah dan ketersediaan anak usia sekolah.
Hal ini tentu merepotkan bagi para pejabat pendidikan yang malas untuk bekerja mengumpulkan data ketersediaan anak usia sekolah hingga tingkat kelurahan/desa di seluruh Provinsi Banten. Maka dasar penetapan 9 zonasi itu hanya untuk mempermudah pekerjaan pejabat di Dindikbud Banten saja. Tanpa memperhatikan keadilan bagi siswa yang berprestasi Ujian Nasionalnya.
Contoh ketidak-adilan itu bisa dilihat dari Kota Serang yang mempunyai 8 SMA Negeri dan 6 kecamatan. 2 SMA Negeri di Kecamatan Serang (SMAN 1 dan SMAN 5); 2 di Kecamatan Cipocok (SMN 2 dan SMA 6); 1 di Kecamatan Taktakan (SMAN 3); 1 di Kecamatan Kasemen (SMAN 4); 1 di Kecamatan Curug (SMAN 7); dan 1 di Kecamatan Walantaka.
SMA Negeri favorit sesuai urutan adalah SMAN 1, SMAN 2 dan SMAN 3. Selebihnya tidak favorit. Bahkan SMAN 7 di Curug menjadi sangat tidak favorit. Karena lokasinya bersebelahan dengan peternakan ayam yang sering menimbulkan bau tak sedap.
Ketimpangan mutu yang didasarkan akreditasi pun masih terlalu lebar. SMAN 1 Kota Serang berakreditasi A, sedangkan SMAN 7 berakreditasi C. Sehingga wajar banyak orang tua siswa berharap anaknya sekolah di SMAN 1, SMAN 2 atau SMAN 3.
Dengan menetapkan Kota Serang dalam satu zonasi, maka ketidak-adilan bagi siswa berprestasi UN yang jaraknya jauh dari SMAN 1, SMAN 2 dan SMAN 3 terlihat jelas. Siswa berprestasi UN yang tinggal di ujung Kecamatan Curug dan ujung Kecamatan Walantaka tidak mungkin diterima di SMAN 1, SMAN 2 atau SMAN 3. Karena dalam satu zonasi, maka nilai UN tidak berarti. Sementara jarak mereka tentu paling jauh dibandingkan warga kecamatan lain. Karena dalam satu zonasi, mereka tidak bisa mendaftar lewat jalur prestasi.
Dalam berbagai kesempatan bertemu dengan pejabat-pejabat Pemprov Banten dan juga lewat media sosial, daku meminta agar pembagian zonasi PPDB tingkat SMA Negeri di Kota Serang atau Banten pada umumnya dibagi dalam zonasi tingkat kecamatan. Didasarkan pada hampir tiap kecamatan di Provinsi Banten sudah punya SMA Negeri. Bahkan untuk kecamatan yang memiliki 2 SMA Negeri, zonasinya dijadikan kumpulan kelurahan/desa yang dekat ke SMA masing-masing.
Dengan pembagian zonasi per kecamatan, maka setiap siswa yang prestasi UN-nya bagus dapat melakukan dua pendaftaran sekaligus. Melalui jalur zonasi untuk sekolah di kecamatannya dan melalui jalur prestasi untuk SMA favorit atau SMA yang lebih baik mutunya di luar kecamatannya.
Rasa keadilan bagi siswa berprestasi UN menjadi terpenuhi. Tinggal masalahnya kuota yang ditetapkan Kemendikbud terlalu sedikit. Hanya 5% dari daya tampung. Setidaknya rasa keadilan itu bisa dipenuhi dengan kisaran 20% dari daya tampung. Dan setiap tahun diturunkan.
Misteri Dokumen Penetapan Zonasi
Atas desakan para peserta sosialisasi PPDB dan panitia PPDB di tiap sekolah, akhirnya Juknis secara tertulis dikeluarkan Dindikbud Banten dalam bentuk softcopy. Didistribusikan melalui grup WhatsApp operator PPDB. Ada beberapa kejanggalan dalam Juknis tersebut.
Pertama Juknis PPDB SMA Negeri, SMK Negeri dan SKh Negeri Provinsi Banten tahun 2019 itu tidak ada tanda tangan pejabat yang berwenang (Ketua Panitia PPDB Provinsi dan/atau Kepala Dindikbud Banten). Bahkan tidak punya kolom tanda tangan sama sekali.
Kedua, Juknis itu memuat zonasi PPDB tingkat SMA Negeri di Provinsi Banten. Tapi tidak jelas didasarkan pada ketetapan Gubernur yang mana?
Ketiga, nama file Juknis itu masih memuat kata draft (lengkapnya: Draft Juknis PPDB Edit 09062019 merapihkan a.pdf). Artinya masih belum final. Sehingga wajar jika formatnya tidak teratur dan tidak ada tanda-tangannya. Artinya, Juknis ini belum resmi. Tapi kenapa diedarkan sebagai pedoman resmi?
Keempat, dibagian landasan hukum, Juknis ini mengaju pada Pergub tanpa nomor. Lengkapnya 3. Peraturan Gubernur Nomor ___ Tahun 2019 tentang PPDB pada SMA Negeri, SMK Negeri, dan SKH Negeri di Provinsi Banten. Ini menandakan Juknis tidak dibuat berdasarkan pergub yang berlaku. Atau memang belum ada pergub yang mengatur soal PPDB.
Tapi mengacu pada tanggal yang dicantumkan pada Pergub No 18 Tahun 2019, yaitu tanggal 23 Mei 2019, maka sungguh aneh jika dalam Juknis nomor pergub tidak dicantumkan. Maka timbul pertanyaan: Apakah Juknis yang dibuat tidak berdasarkan Pergub No 18 tahun 2019 atau Pergub yang dibuat mundur?
Berdasarkan 4 kejanggalan ini, maka zonasi PPDB yang ada dalam Juknis bukanlah ketetapan resmi. Karena dokumennya juga tidak resmi. Anehnya kok dijadikan pedoman oleh Dindikbud Banten dan dipaksa dipatuhi oleh SMA/SMK Negeri di Provinsi Banten.
Dimana Ketetapan Zonasi PPDB tingkat SMA Negeri di Provinsi Banten?
Ketidak-Pedulian Gubernur Banten
Salah satu tugas kepala daerah, di Banten untuk tingkat SMA Negeri tentu tugasnya Gubernur Wahidin Halim adalah menetapkan zonasi PPDB. Sesuai dengan Permendikbud 51 Tahun 2018 Pasal 3: "Peraturan Menteri ini bertujuan untuk: b. Digunakan sebagai pedoman bagi: 1. Kepala Daerah untuk membuat kebijakan teknis pelaksanaan PPDB dan menetapkan zonasi sesuai kewenangannya".
Menindak-lanjuti pasal tersebut, Gubernur Wahidin Halim membuat Pergub 18 tahun 2019 tentang PPDB SMA Negeri, SMK Negeri, SKh Negeri di Provinsi Banten tahun 2019. Pergub yang mudah-mudahan benar ditanda-tangani tanggal 23 Mei 2019 ini tidak memuat ketetapan zonasi PPDB tingkat SMA Negeri di Provinsi Banten. Tapi melimpahkan kewenangan Kepala Daerah itu ke Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Provinsi Banten.
Seperti dicantumkan dalam pasal 1 angka 28: "Zonasi adalah pembagian wilayah Desa/Kelurahan dalam jarak terdekat dengan satuan pendidikan yang ditetapkan oleh Kepala Dinas berdasarkan usulan Musyawarah Kerja Kepala lSekolah (MKKS) kabupaten/Kota di Provinsi Banten".
Hingga tulisan ini dibuat, ketetapan zonasi PPDB SMA Negeri di Banten tidak pernah ada. Hanya ada Juknis tidak resmi dari Dindikbud Banten seperti dijelaskan di atas.
Lucunya, dalam Juknis tidak resmi itu, zonasi PPDB dibagi dalam wilayah kabupaten/kota. Sehingga ada 9 zonasi; Yaitu Kota Serang, Kota Cilegon, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang dan Kota Tangerang Selatan.
Pembagian ini jelas berbeda dengan amanat pasal 1 angka 28 itu sendiri yang didasarkan pada pembagian wilayah Desa/Kelurahan terhadap satuan pendidikan (sekolah).
Gubernur Wahidin Halim sepertinya tidak peduli dengan ketiadaan ketetapan zonasi ini. Tak pernah ada komentar soal ini. Malah menyalahkan sistem zonasi ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Bahkan Gubernur Wahidin Halim menuding penerapan zonasi PPDB tidak efektif.
"Sebetulnya kalau dilihat secara parsial efektif. Cuma nanti arahnya ke mana banyak orang berharap harusnya dikedepankan prestasi tapi sekarang nggak, harus lingkungan, menurut saya belum efektif," ujarnya usai memantau langsung PPDB di SMAN 10 dan SMAN 9 Kota Tangerang, Selasa (18/6/2019). Dikutip dari poskotanews terakhir dilihat tanggal 23 Juli 2019 pukul 23.57 WIB.
Sistem zonasi, lanjutnya, akhirnya menjadi tidak jelas karena jarak kilometer dari sekolah. Apakah disepakati 1 kilometer, 2 kilometer atau 3 kilometer. Berbeda jika menggunakan kriteria nilai prestasi yang akan lebih mudah melihat siapa saja calon peserta didik yang memenuhi rata-rata nilai passing grade. "Kalau konsep pemerataannya saya setuju, tapi dalam hal action atau pelaksanaannya harus ditinjau lagi pada beberapa aspek," ujar Wahidin (2/7 2019). Dikutip dari beritasatu terakhir dilihat 24 Juli 2019 pukul 00.01 WIB.
Dari dua kutipan berita itu, terlihat jelas Gubernur Wahidin Halim memang tidak memahami aturan zonasi PPDB atau tidak tahu atau tidak peduli bahwa pembuatan zonasi PPDB adalah tugasnya?
Efektifitas zonasi PPDB memang sangat tergantung dari kebijakan yang dibuat/ditetapkan Kepala Daerah. Zonasi PPDB harus dibuat oleh Kepala Daerah, dalam hal ini Gubernur Wahidin Halim sedemikian rupa sehingga pemerataan pendidikan dan keadilan bagi siswa berprestasi UN terakomodir. Karena yang memahami kondisi pendidikan di daerah, tentu Kepala Daerah itu sendiri.
Tugas mulia ini oleh Gubernur Wahidin Halim malah dilemparkan ke Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Banten lewat Pergub 18 tahun 2019 yang baru diedarkan beberapa hari menjelang pendaftaran siswa baru. Hingga kini, Kepala Dindikbud Banten Engkos Kosasih tidak pernah mengumumkan/mendistribusikan ketetapan zonasi PPDB SMA Negeri di Provinsi Banten. Kecuali Juknis tidak resmi itu.
Tidak adanya dokumen resmi tentang ketetapan zonasi PPDB SMA Negeri di Provinsi Banten tahun 2019, maka diduga telah melanggar Pasal 1 angka 28 Pergub No 18 tahun 2019 sehingga dapat dikenakan sanksi sesuai pasal 32 ayat (1): "Pelanggaran terhadap Peraturan Gubernur ini diberikan sanksi dengan ketentuan sebagai berikut: a. Gubernur memberikan sanksi kepada pejabat dinas pendidikan provinsi berupa:
- Teguran tertulis;
- Penundaan atau pengurangan hak;
- Pembebasan tugas; dan/atau
- Pemberhentian sementara/tetap dari jabatan".
Dengan tidak adanya dokumen resmi tentang ketetapan zonasi PPDB SMA Negeri di Provinsi Banten tahun 2019, secara otomotis Gubernur Banten Wahidin Halim diduga melanggar Permendikbud No 51 Tahun 2018 Pasal 3 huruf b angka 1: "Kepala Daerah untuk membuat kebijakan teknis pelaksanaan PPDB dan menetapkan zonasi sesuai dengan kewenangannya".
Sehingga Gubernur Wahidin Halim dapat dikenakan sanksi sesuai pasal 41 ayat (1) huruf a: "Kementerian melalui kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri memberikan sanksi kepada gubernur atau bupati/walikota bagi Pemerintah Daerah yang membuat peraturan tidak sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang telah ditetapkan oleh Kementerian".
#Otoriterezim
#Togogisme
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H