Hingga tahun 2015, tampaknya belum ada satu perusahaan pun di Banten yang sudah masuk e-Purchasing. Ada sebanyak 3.454 buah paket e-purchasing di Pengadaan Barang dan Jasa Pemprov Banten. Nilainya pun cukup fantastis bagi ukuran Banten, Rp1,42 Triliun atau lebih dari 50% dari nilai Rencana Pengadaan.  Akibatnya, sebanyak Rp1,42 Triliun atau sekitar 15,83% APBD Banten dibelanjakan keluar daerah Provinsi Banten. Dampak APBD dapat menstimulus perekonomian di Provinsi Banten menjadi meragukan.Â
KeempatÂ
Jayabaya, Ketua Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Banten mengklaim mempunyai anggota 6.000 pengusaha lokal. Sedangkan berdasarkan data Rencana Pengadaan, di Pemprov Banten hanya ada 694 pekat lelang. Maka, 1 paket lelang diperebutkan oleh 10 pengusaha lokal. Belum pengusaha lokal yang tidak tergabung dalam KADIN. Belum lagi pengusaha-pengusaha di luar Provinsi Banten yang mengikuti lelang. Ini tidak termasuk pengusaha kelas nasional yang seringkali mampir atas undangan penguasa-penguasa lokal.Â
Dapat dibayangkan persaingannya begitu luar bisa... gaduhnya. Karena sudah menjadi rahasia umum, lelang proyek pemerintah, baik pusat mau pun daerah bukan soal kompetisi, tapi soal koneksisiti.Â
Pasca dominasi Atut Chosiyah, tak satu pun kelompok pun dapat menguasai keadaan. Birokrasi terpecah-pecah sesuai dengan kelompok kekuasaan yang ada. Maka tak aneh, di Pemprov Banten, lelang dapat diulang berkali-kali.Â
KelimaÂ
Sementara untuk Penunjukan Langsung (PL), Pemprov Banten hanya menyediakan 408 paket dengan nilai total Rp69,93 miliar. Atau rata-rata 1 paket PL bernilai Rp171 juta-an. Biasanya paket PL ini disediakan untuk pengusaha-pengusaha lokal kelas kecil. Indikasinya, tidak punya pegawai, apalagi kantor. Pengusahanya juga umumnya merangkap jabatan. Selain pengusaha, diduga sehari-harinya merangkap sebagai wartawan, aktivis LSM, aktivis Mahasiswa hingga anggota DPRD. Diduga tak ketinggalan juga para Tenaga Kerja Sukarela (TKS/honorer) dinas terkait. Ini belum menghitung keluarga pejabat kelas kakap.
Sehubungan ketatnya persaingan di paket Lelang, maka hampir semua anggota KADIN Banten juga ikut turun berebut paket PL. Maka dapat dibayangkan persaingannya.
- 6.000 anggota KADIN
- Sekitar 180 LSM dari 1.300 diduga LSM yang terdaftar di Kesbangpol Banten.
- Sekitar 50-100 diduga wartawan
- Sekitar 2 x 85 diduga kroni anggota DPRD Banten
- Sekitar 500 diduga TKS dinas terkait
- Sekitar 50-100 diduga berlindung dibalik nama besar Tokoh Masyarakat.
Jadi lebih dari 7.000 pengusaha berebut 408 paket PL. Ini belum berhitung dugaan keluarga pejabat, dugaan kroni kejaksaan dan kepolisian. Tak jarang juga ditemui yang berlindung di balik seragam loreng-loreng.Â
Akibatnya jalan tengah berbagi keuntungan adalah yang terbaik. Harga satuan di paket PL memang luar biasa. Dari tangan pertama saja bisa diperjual-belikan 10-25%. Bagaimana dengan tangan kedua dan ketiga? Lalu bagaimana mereka masih bisa untung?Â
- Harga Paket: 100% dipotong
- Harga Jual: 25%Â
- PPN & PPh: 12%
- Keuntungan wajar: 15%
- Sisa yang digunakan untuk pekerjaan hanya 48%. Ini harga sebenarnya.
Uniknya, pasca dominasi Atut Chosiyah, isu ada jabatan koordinator PL setiap dinas masih ada. Bahkan dari tahun 2014 hingga sekarang sedang terjadi perebutan jabatan itu. Perbedaannya, zaman dominasi Atut Chosiyah diisukan terjadi sentralisasi PL dari semua dinas. Baru kemudian di sub koordinasikan berdasarkan SKPD terkait dan elemen masyarakat, seperti jawara, wartawan, LSM, anggota DPRD, aparat hukum dan tokoh masyarakat.Â