Mohon tunggu...
DJIAN FADILLA
DJIAN FADILLA Mohon Tunggu... Aktor - PNS

Saya pns di kemenkumham dan saya sedang melanjutkan pendidikan di POLTEKIP

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Artikel Hukum Normatif

11 September 2023   11:06 Diperbarui: 11 September 2023   13:08 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nama : Djian Fadilla 

Nama : Djian Fadilla

STB : 4466 

Prodi : Teknik Pemasyarakatan C 

Dosen Pengampu : Bapak Markus Marselinus Soge, S.H., M.H.

JURNAL 1 

Judul : Kajian Hukum Progresif Terhadap Fungsi Pemasyarakatan Dalam Rancangan Undang-Undang Pemasyarakatan

Penulis : Markus Marselinus Soge dan Rikson Sitorus 

Nama Jurnal : Jurnal Hukum dan Perundang-Undangan. Vol. 2 No. 2 Tahun 2022 

Penerbit : Politeknik Ilmu Pemasyarakatan dan Kedeputian Bidang Koordinasi Hukum dan HAM,Kementerian KoordinatorBidang Politik, Hukum, dan Keamanan  

Link Artikel : https://ejournal.uinsatu.ac.id/index.php/legacy/article/view/6306/1969

Latar Belakang 

Pemasyarakatan merupakan suatu sistem, proses dan kelembagaan yang berperan penting dalam memperlakukan orang-orang yang telah menjalani proses hukum sejak penyidikan oleh Kepolisian, penuntutan oleh Kejaksaan, sampai persidangan oleh Hakim di pengadilan dan kemudian dijatuhkan vonispidana,yang jika mereka tidak menempuh upaya hukum atau semua upaya hukum telah selesai, kemudian vonis pidana tersebut berkekuatan hukum tetap. Orang-orang ini kemudian disebut sebagai terpidana akan melaksanakan bagian akhirdari sistem peradilan pidana di Indonesia, dieksekusi untuk melaksanakan hukuman sebagai narapidana di dalam Lembaga Pemasyarakatan (selanjutnya disebut sebagai 'Lapas').Pengaturan terhadap Pemasyarakatan sebagai sistem, proses dan kelembagaan termuat dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan (selanjutnya disebut sebagai 'UU No.12 Tahun 1995'). UU No.12 Tahun 1995 mengatur mengenai1adanya pembinaan dan pembimbingan kepada Warga Binaan Pemasyarakatan, sebutan bagi Narapidana, Anak Didik Pemasyarakatan, dan Klien Pemasyarakatan.

 Selain itu, diatur pula mengenai adanya hak-hak dan kewajiban dari warga binaan pemasyarakatan, adanya tugas pembinaan, pembimbingan, dan keamanan ketertiban oleh petugas pemasyarakatan, serta adanya kelembagaan seperti Lapas, Lapas Anak(sekarang Lembaga Pembinaan Khusus Anak/LPKA), Lapas Perempuan, dan Balai Pemasyarakatan (selanjutnya disebut sebagai 'Bapas'). Dalam prakteknya, penghuni di Lapas atau Lapas Perempuan tidak hanya berstatus narapidana tetapi ada juga tahanan. Selain berada di Lapas atau Lapas Perempuan, tahanan ada juga yang ditempatkan di Rumah Tahanan Negara (selanjutnya disebut sebagai 'Rutan'). Adapun jumlah tahanan seIndonesia sampai dengan bulan juni 2022 mencapai 39.223 orang. UU No.12 Tahun 1995 berfokus mengatur mengenai pembinaan dan pembimbingan kepada warga binaan pemasyarakatan yang direpresentasi oleh institusi Lapas, Lapas Anak/LPKA, Lapas Perempuan, dan Bapas sehingga tidak secara khusus mengatur mengenai pengelolaan tahanan dan Rutan. UU No.12 Tahun 1995 menyinggung tahanan hanya dalam satu pasal dalam BAB VI Ketentuan Lain yakni Pasal 51

 Konsep dan Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami sejarah lahirnya teori hukum progresif dan ciri hukum progresif. Untuk meneliti perbandingan teori hukum progresif dengan teori sosial lainnya. untuk mengkaji penerapan hukum progresif dalam sistem hukum di Indonesia.

 Metode Penelitian Hukum Normatif

 Metode penelitian yang digunakan yaknipenelitian hukum normatifyang meneliti dan mengkaji hukum sebagai norma, aturan, asasatau prinsip hukum, doktrin atau teori hukum untuk menjawab permasalahan hukum yang diteliti. Pendekatan penelitian yakni pendekatan perundang-undangan yang menelaah peraturan perundang-undangan yang terkait dengan isu hukum yang sedang dibahas khususnya UU No.12 Tahun 1995, danpendekatan konseptual yang beranjak dari pandangan dan doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum khususnya pandangan hukum Progresif. Penelitian memanfaatkan datasekunder berupabahan hukum primer yaitu peraturan perundang-undangan dan dokumen resmi negara/pemerintah17khususnya UU No.12 Tahun 1995 dan Rancangan Undang-Undang Pemasyarakatan. Selain bahan hukum primer, penelitian memanfaatkan bahan hukum sekunderyaitu buku/jurnal hukum dan pandangan/doktrin ahli hukum mengenai hukum Progresif.Data dikumpulkan dengan teknik studi pustaka yakni pengkajian informasi tertulis mengenai hukum yang berasal dari berbagai sumber dan telah dipublikasikan secara luas, selanjutnya data diolah secara sistematisdan dianalisis secara kualitatif dengan melakukan penafsiran sehingga diperoleh kejelasan dan hubungannya antara satu dengan yang lainnya. 

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Fungsi Pemasyarakatan dalam Rancangan Undang-Undang Pemasyarakatan sudah progresif karena mengikuti pandangan hukum untuk manusia yakni Pemasyarakatan bukan hanya untuk Warga Binaan Pemasyarakatan tetapi juga Tahanan. Rancangan Undang-Undang Pemasyarakatantidak mempertahankan status quo sebatas pembinaan tapi telah bergerak lebih maju dan lebih luas meliputi Pelayanan, Pembinaan, Pembimbingan Kemasyarakatan, Perawatan, Pengamanan, dan Pengamatan. Rancangan Undang-Undang Pemasyarakatan telah mengantisipasihambatan hukum tertulis dalam kondisi praktek Pemasyarakatan di lapangan melalui dukungan intelijen Pemasyarakatan, sistem teknologi informasi Pemasyarakatan, sarana dan prasarana, pengawasan oleh intenal dan eksternal, serta kerja sama, bantuan dan peranserta berbagai pihak dalam rangka pelaksanaan tugas Pemasyarakatan. Keempat, Rancangan Undang-Undang Pemasyarakatan memberi perhatian besar terhadap peranan perilaku manusia. 

Kelebihan dan Kekurangan

Jurnal ini telah membahas rumusan masalah dengan terperinci sehingga mudah dipahami oleh para pembaca. Akan tetapi jurnal ini adalah pembaharuan dari penerbitan sebelumnya saehingga seharusnya sudah memasukkan Undang-Undang Pemasyarakatan yang baru yaitu UU No 22 Tahun 2022.

JURNAL 2

Judul : Zero Overstaying: Harapan Baru Pasca Lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 Tentang Pemasyarakatan

 Penulis : Rizki Bagus Prasetio, Renny Waskita, Jody Imam Rafsanjani, Zaihan Harmaen Anggayudha 

Nama Jurnal : Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum Vol. 17 No. 2, Juli 2023 

Penerbit : Pusat Riset Hukum, Badan Riset dan Inovasi Nasional, Indonesia dan Badan Strategi Kebijakan Hukum dan HAM, Kementerian Hukum dan HAM, Indonesia

Link Artikel : https://ejournal.balitbangham.go.id/index.php/kebijakan/article/view/3473/pdf 

Latar Belakang 

Penulis mengidentifikasi setidaknya masih terdapat beberapa permasalahan yang menjadi penyebab mengapa overstaying masih terjadi, a. Pertama, surat pemberitahuan akan habisnya waktu penahanan yang disampaikan oleh Rutan/Lapas kepada pihak APH penahan sering kali tidak cepat ditanggapi alhasil surat perpanjangan penahanan sering kali terlambat diterima oleh Lapas/Rutan. b. Kedua, adanya dalih lamanya petikan putusan diterima oleh kejaksaan menyebabkan terlambatnya proses eksekusi yang berimbas pada tertundanya hakhak yang seharusnya didapatkan seorang tahanan. c. Ketiga, belum maksimalnya penggunaan aplikasi SPPTI dan adanya rasa tidak enak antar APH. Kepala Rutan/Lapas seakan tidak berani untuk mengeluarkan tahanan demi hukum karena merasa segan kepada pihak penahan. Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen Pemasyarakatan) yang berada di ujung rantai sistem peradilan pidana menimbulkan konsekuensi bahwa atas kedudukannya Ditjen Pemasyarakatan seolah hanya bisa bersifat "pasif". Dalam artian, selama ini Rutan/Lapas dalam menjalankan tugas dan wewenangnya sangat tergantung pada instansi APH lainnya. Oleh sebab itu, seringkali ujung pangkal pelbagai permasalahan buruknya sistem peradilan pidana di Indonesia seakan berada di pundak Ditjen Pemasyarakatan. Sebut saja persoalan pemidanaan yang sangat bercorak penghukuman yang menjadi akar masalah overstaying-overcrowded. Lahirnya UU 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan pada Agustus lalu membawa harapan baru. Isu penguatan pemasyarakatan dalam sistem peradilan pidana terpadu menjadi hal menarik untuk dibahas. Khususnya terkait bagaimana perannya dalam menyelesaikan persoalan perihal pengeluaran tahanan demi hukum yang menjadi sebab terjadinya overstaying di Rutan/Lapas. Di awal, tulisan ini penulis mencoba untuk mengajak pembaca membahas mengenai pentingnya merefleksikan kembali esensi dari suatu penahanan. Lalu, di bagian kedua tulisan ini membahas bagaimana persoalan pengeluaran tahanan demi hukum dalam sudut pandang sistem peradilan pidana terpadu dan di bagian akhir pembahasan, tulisan ini membahas harapan baru dari lahirnya UU 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan dalam menyelesaikan belum optimalnya pengeluaran tahanan demi hukum yang menadi penyebab overstaying tahanan.  

Konsep dan Tujuan Penelitian 

Di awal, tulisan ini penulis mencoba untuk mengajak pembaca membahas mengenai pentingnya merefleksikan kembali esensi dari suatu penahanan. Lalu, di bagian kedua tulisan ini membahas bagaimana persoalan pengeluaran tahanan demi hukum dalam sudut pandang sistem peradilan pidana terpadu dan di bagian akhir pembahasan, tulisan ini membahas harapan baru dari lahirnya UU 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan dalam menyelesaikan belum optimalnya pengeluaran tahanan demi hukum yang menadi penyebab overstaying tahanan.

Metode Penelitian Hukum Normatif 

Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif yang fokus pada analisis hukum sebagai norma, asas, kaidah, dan dogma. Dalam metode normatif ini, penelitian berfokus pada deskripsi kualitatif dengan mengaitkan isu yang dibahas dengan peraturan perundang-undangan, doktrin, yurisprudensi, dan prinsipprinsip hukum yang relevan. Penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) untuk menganalisis berbagai peraturan perundang-undangan20 yang mengatur perihal mekanisme pengeluaran tahanan demi hukum. Sumber data untuk penelitian ini diperoleh melalui studi kepustakaan yang mencakup data sekunder seperti bahan hukum primer, sekunder, dan tersier yang berkaitan dengan isu hukum yang dibahas dalam penelitian ini  

Hasil Penelitian dan Pembahasan

 Dari sudut pandang sistem peradilan pidana, terjadinya overstaying tahanan tidak lain karena tidak optimalnya hubungan atau pola koordinasi antar sub sistem peradilan pidana yakni kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan pemasyarakatan. Hal tersebut nampak dari temuan seringnya surat pemberitahuan akan habisnya masa penahanan yang disampaikan oleh Kepala Lapas/Rutan tidak ditanggapi oleh instansi penegak hukum yang menahanan (sub sistem lainnya). Alhasil dengan tersendatnya koordinasi tersebut membuat Kepala Lapas/ Rutan berada pada posisi dilematis antara melepaskan tahanan demi hukum atau tetap melakukan penahanan dengan dalih menjaga hubungan baik dengan penegak hukum lainnya. Faktor yang sering menjadi sebab Kepala Lapas/Rutan enggan membebaskan tahanan demi hukum dikarenakan rasa sungkan terhdap pihak penahan meskipun secara yuridis kewenangan tersebut sudah diamanatkan secara tegas dalam KUHAP. Bukan tanpa alasan, hal tersebut terbentuk akibat dari adanya ketidak konsistenan rentetan regulasi pelaksana sejak dulu yang justru melunakkan kewenangan murni dan konsekuen yang dimiliki Kepala Lapas/Rutan hingga menumbuhkan cara pandang yang problematik dalam praktiknya. 

Dengan demikian melalui pengoptimalan penggunaan SPPT-TI persoalan pola koordinasi antar lembaga penegak hukum tersebut diharapkan dapat terselesaikan, asalkan secara teknis mampu menyentuh hingga di level pelaksana tingkat terendah. Dengan terbitnya UU 22 Tahun 2022 yang mengusung penguatan pemasyarakatan dalam sistem peradilan pidana seyogyanya menjadi titik terang bagi pelaksanaan sistem pemasyarakatan. UU 22 Tahun 2022 mendudukkan sistem pemasyarakatan menjadi bagian dari sistem peradilan pidana, konsekuensi dari ketentuan tersebut tentu perlu dipandang bahwa pemasyarakatan merupakan sub sistem yang sama pentingnya dengan sub sistem lainnya dalam sistem peradilan pidana. Selain itu UU 22 Tahun 2022 mendefinisikan sistem pemasyarakatan tidak hanya sebatas pembinaan terhadap warga binaan saja (purna ajudikasi) melainkan menguatkan perannya dalam fase pra adjudikasi maupun adjudikasi. Perluasan dan penguatan ruang lingkup pemasyarakatan tersebut membawa konsekuensi penahanan menjadi fase yang sama pentingnya dengan fase lainnya. Terlebih pelayanan terhadap tahanan diatur tersendiri di UU 22 Tahun 2022 dan memungkinkan diatur secara teknis lebih komprehensif melalui peraturan pemerintah yang telah diamanatkan dalam UU a quo. Dengan demikian seyogyanya, pasca lahirnya UU 22 Tahun 2022 kedudukan Kepala Lapas/Rutan dapat lebih sentral menggunakan kewenangannya dalam mengeluarkan tahanan demi hukum. Hal tersebut tentu perlu pula didukung dengan penyesuaian dari peraturan pelaksana yang menguatkan kewenangan dari Kepala Lapas/ Rutan itu sendiri.

Kelebihan dan Kekurangan

 Penjabaran pembahasan terkait overstaying pada jurnal ini sangat lengkap dan rinci, identitas yang lengkap dan terbitan terbaru sehingga dapat dijadikan referensi kuat mengingat terbitan baru yaitu 2023. Jurnal ini telah membahas rumusan masalah dengan terperinci sehingga mudah dipahami oleh para pembaca, jurnal ini juga telah di publish menjadi jurnal international. Akan tetapi kekurangan pada jurnal ini adalah tujuan penelitian tidak dicantumkan secara jelas dan penulisan maksud penelitiannya.  

JURNAL 3

Judul : Urgensi Pemenuhan Hak Biologis Narapidana Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 Tentang Pemasyarakatan dan Hak Asasi Manusia 

Penulis : Riki Bramandita 

Nama Jurnal : Jurnal Hukum dan Pranata Sosial Islam. Vol. 5 No. 2 Tahun 2023 

Penerbit : Universitas Pamulang, Tangerang Selatan 

Link Artikel : https://ejournal.insuriponorogo.ac.id/index.php/almanhaj/article/view/3239/1901  

Latar Belakang

Dalam sistem hukum di Indonesia, narapidana adalah orang yang telah melakukan tindak pidana dan dihukum oleh pengadilan. Narapidana ditempatkan dalam lembaga pemasyarakatan sebagai bentuk pemidanaan dan rehabilitasi. Tujuan pembinaan bagi narapidana, berkaitan erat dengan tujuan pemidanaan. Pembinaan narapidana yang sekarang dilakukan pada awalnya berangkat dari kenyataan bahwatujuan pemidanaan tidak sesuai lagi dengan perkembangan nilai dan hakekat hidup yang tumbuh di masyarakat(Salam & Purwanto, 2022). Hal tersebut dimaksudkan sebagai upaya penyesuaian diri, agar narapidana tidak menjadi canggung bila keluar dari lembaga pemasyarakatan (Djati et al., 2021). Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan dan Hak Asasi Manusia memberikan dasar hukum yang kuat dalam perlindungan hak narapidana(Nelwitis et al., 2023). Dalam undang-undang tersebut, hak biologis narapidana diatur dalam Bab II Pasal 9 dan BAB III Pasal 60. Pasal 9 menegaskan bahwa narapidana berhak mendapatkan layanan kesehatan dan pemenuhan kebutuhan dasar. Sedangkan Pasal 60 menegaskan bahwa Narapidana berhak mendapatkan perawatan, perawatan yang dimaksud terdiri atas pemeliharaan kesehatan, rehabilitasi, dan pemenuhan kebutuhan dasar.Namun, masih terdapatbeberapa persoalan terkait pemenuhan hak biologis narapidana di Indonesia. Beberapa narapidana mengalami kelaparan dan kekurangan gizi, serta kondisi lingkungan penjara yang tidak sehat. Selain itu, ada juga beberapa kasus di mana narapidana tidak mendapatkan perawatan medis yang memadai, bahkan ada yang meninggal dunia karena tidak mendapatkan perawatan yang cukup.

Tujuan Penelitian  

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis urgensi pemenuhan hak biologis narapidana ditinjau dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan dan Hak Asasi Manusia 

Metode Penelitian Hukum Normatif

Metode penelitian yang digunakan dalam artikel ilmiah ini adalah metode penelitian normatif yuridis(Suyatno, 2022). Metode ini digunakan untuk menganalisis peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pemenuhan hak biologis narapidana, khususnya dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan dan Hak Asasi Manusia. Penelitian normatif yuridis merupakan metode penelitian yang mengacu pada sumber data dari bahan-bahan hukum seperti peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, dokumen-dokumen hukum dan literatur hukum lainnya. Metode ini dilakukan dengan cara mengkaji secara sistematis, menganalisis dan menginterpretasi bahan-bahan hukum yang relevan terkait dengan topik yang sedang diteliti. 

Hasil dan Pembahasan 

Pemenuhan hak biologis narapidana merupakan sebuah kebutuhan yang sangat pentingdan harus menjadi prioritas dalam sistem pemasyarakatan di Indonesia. Perlindungan hak biologis narapidana tidak hanya berdampak pada kesehatan dan kehidupan narapidana itu sendiri, tetapi juga berdampak pada kesehatan dan keselamatan masyarakat secara keseluruhan.Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan dan Hak Asasi Manusia telah mengatur tentang perlindungan hak narapidana, termasuk hak biologis. Namun, implementasi dari undang-undang tersebut masih perlu lebih diperhatikan dan diperbaiki. Diperlukan tindakan konkret dari pihak yang bertanggung jawab, seperti pemerintah, lembaga pemasyarakatan, dan tenaga medis, untuk memastikan pemenuhan hak biologis narapidana terpenuhi.Pemenuhan hak biologis narapidana dapat dilakukan melalui berbagai cara, seperti meningkatkan akses terhadap pelayanan kesehatan, memperbaiki kondisi lingkungan di dalam penjara, meningkatkan kualitas makanan yang disediakan, menjamin perlindungan terhadap tindakan kekerasan, serta memberikan perhatian yang cukup terhadap kesehatan mental narapidana. Selain itu, juga perlu adanya kerja sama antara berbagai pihak terkait untuk meningkatkan pemenuhan hak biologis narapidana. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, perlu adanya upaya dari pihak pemerintah, masyarakat, serta berbagai stakeholder terkait lainnya untuk memastikan bahwa hak biologis narapidana benar-benar terpenuhi dan dijamin secara adil dan merata  

Kelebihan dan Kekurangan

 Penelitian terkait urgensi hak biologis narapidana menjadi penelitian baru yang dapat dijadikan referensi mengingat artikel ini Adalah terbitan tahun 2023. Pembahasan dan penulisan juga mudah dipahami secara singkat dan jelas dan tidak terlalu Panjang, substansi pada artikel mudah diketahui dan dimengerti. Jurnal ini kurang mencantumkan email penulis sebagai identitas lengkap penulis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun