Mohon tunggu...
DJIAN FADILLA
DJIAN FADILLA Mohon Tunggu... Aktor - PNS

Saya pns di kemenkumham dan saya sedang melanjutkan pendidikan di POLTEKIP

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Artikel Hukum Normatif

11 September 2023   11:06 Diperbarui: 11 September 2023   13:08 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif yang fokus pada analisis hukum sebagai norma, asas, kaidah, dan dogma. Dalam metode normatif ini, penelitian berfokus pada deskripsi kualitatif dengan mengaitkan isu yang dibahas dengan peraturan perundang-undangan, doktrin, yurisprudensi, dan prinsipprinsip hukum yang relevan. Penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) untuk menganalisis berbagai peraturan perundang-undangan20 yang mengatur perihal mekanisme pengeluaran tahanan demi hukum. Sumber data untuk penelitian ini diperoleh melalui studi kepustakaan yang mencakup data sekunder seperti bahan hukum primer, sekunder, dan tersier yang berkaitan dengan isu hukum yang dibahas dalam penelitian ini  

Hasil Penelitian dan Pembahasan

 Dari sudut pandang sistem peradilan pidana, terjadinya overstaying tahanan tidak lain karena tidak optimalnya hubungan atau pola koordinasi antar sub sistem peradilan pidana yakni kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan pemasyarakatan. Hal tersebut nampak dari temuan seringnya surat pemberitahuan akan habisnya masa penahanan yang disampaikan oleh Kepala Lapas/Rutan tidak ditanggapi oleh instansi penegak hukum yang menahanan (sub sistem lainnya). Alhasil dengan tersendatnya koordinasi tersebut membuat Kepala Lapas/ Rutan berada pada posisi dilematis antara melepaskan tahanan demi hukum atau tetap melakukan penahanan dengan dalih menjaga hubungan baik dengan penegak hukum lainnya. Faktor yang sering menjadi sebab Kepala Lapas/Rutan enggan membebaskan tahanan demi hukum dikarenakan rasa sungkan terhdap pihak penahan meskipun secara yuridis kewenangan tersebut sudah diamanatkan secara tegas dalam KUHAP. Bukan tanpa alasan, hal tersebut terbentuk akibat dari adanya ketidak konsistenan rentetan regulasi pelaksana sejak dulu yang justru melunakkan kewenangan murni dan konsekuen yang dimiliki Kepala Lapas/Rutan hingga menumbuhkan cara pandang yang problematik dalam praktiknya. 

Dengan demikian melalui pengoptimalan penggunaan SPPT-TI persoalan pola koordinasi antar lembaga penegak hukum tersebut diharapkan dapat terselesaikan, asalkan secara teknis mampu menyentuh hingga di level pelaksana tingkat terendah. Dengan terbitnya UU 22 Tahun 2022 yang mengusung penguatan pemasyarakatan dalam sistem peradilan pidana seyogyanya menjadi titik terang bagi pelaksanaan sistem pemasyarakatan. UU 22 Tahun 2022 mendudukkan sistem pemasyarakatan menjadi bagian dari sistem peradilan pidana, konsekuensi dari ketentuan tersebut tentu perlu dipandang bahwa pemasyarakatan merupakan sub sistem yang sama pentingnya dengan sub sistem lainnya dalam sistem peradilan pidana. Selain itu UU 22 Tahun 2022 mendefinisikan sistem pemasyarakatan tidak hanya sebatas pembinaan terhadap warga binaan saja (purna ajudikasi) melainkan menguatkan perannya dalam fase pra adjudikasi maupun adjudikasi. Perluasan dan penguatan ruang lingkup pemasyarakatan tersebut membawa konsekuensi penahanan menjadi fase yang sama pentingnya dengan fase lainnya. Terlebih pelayanan terhadap tahanan diatur tersendiri di UU 22 Tahun 2022 dan memungkinkan diatur secara teknis lebih komprehensif melalui peraturan pemerintah yang telah diamanatkan dalam UU a quo. Dengan demikian seyogyanya, pasca lahirnya UU 22 Tahun 2022 kedudukan Kepala Lapas/Rutan dapat lebih sentral menggunakan kewenangannya dalam mengeluarkan tahanan demi hukum. Hal tersebut tentu perlu pula didukung dengan penyesuaian dari peraturan pelaksana yang menguatkan kewenangan dari Kepala Lapas/ Rutan itu sendiri.

Kelebihan dan Kekurangan

 Penjabaran pembahasan terkait overstaying pada jurnal ini sangat lengkap dan rinci, identitas yang lengkap dan terbitan terbaru sehingga dapat dijadikan referensi kuat mengingat terbitan baru yaitu 2023. Jurnal ini telah membahas rumusan masalah dengan terperinci sehingga mudah dipahami oleh para pembaca, jurnal ini juga telah di publish menjadi jurnal international. Akan tetapi kekurangan pada jurnal ini adalah tujuan penelitian tidak dicantumkan secara jelas dan penulisan maksud penelitiannya.  

JURNAL 3

Judul : Urgensi Pemenuhan Hak Biologis Narapidana Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 Tentang Pemasyarakatan dan Hak Asasi Manusia 

Penulis : Riki Bramandita 

Nama Jurnal : Jurnal Hukum dan Pranata Sosial Islam. Vol. 5 No. 2 Tahun 2023 

Penerbit : Universitas Pamulang, Tangerang Selatan 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun