“Cinta,”
“Kanda...”
“Bolehkah aku...”
Dan kutikam erat jantungnya yang manis saat rembulan sembunyi di peraduan, lalu kurenggut jantungku 'tuk hentikan jam. Selamat tinggal dunia, gumamku pelan, sehalus desau angin yang berhembus kala itu, tiupan manisnya pada kuduk dan telingaku. Aku tersenyum bahagia.
Inilah kami, sejoli yang mencintai sampai mati. Bila sembilan bait surat ini kau temui pun kau baca-i, jadilah penuh semua yang telah tersurat dan tersirat, sebab dunia tak ijinkan kami untuk saling memiliki.
Srekk...
“Ohh...,” Ita melipat kembali secarik surat yang ia baca. Butir-butir air matanya jatuh bagai darah-darah yang tercipta dalam sirat yang tersurat. Bibirnya membeku, tangannya kaku, namun tak urung sebait doa dilantunkannya...
“Requem in pace my sister, i love you”