[caption caption="copyright by bowo bagus'p at KFK"][/caption]
judul: Hymne para pencuri (di depan kasir toko buku)
“Pokoknya jangan kek, jangan!”
“Ah, pokoknya iya, iya ya iya”
“Iya?”
“Ha ha ha ha”
Uh! Aku terhenyak mendengar akhir perbincangan yang menyedihkan, tawa yang sangat keras. Sebuah roti tawar yang tinggal sepenggal terjatuh ke dalam tempat sampah, tangan kiri mendadak basah.
“Kau punya bahaya penyakit jantung!” vonis dokter beberapa hari lalu mendadak terngiang pelan
“Aduh”
Aku menali gorden lusuh, sinar matahari siang yang menyeruak masuk menampar pipi keras-keras, “Ahh,” keluhku diantara sekaan peluh di dahi yang jumlahnya tak terkira, kini pukul dua siang telah lebih satu menit.
“Aku rindu perbincangan-perbincangan itu, sungguh,’ gumamku pada buku
“Siapa?” tanya dia
“Mereka, kakek dan cucu kecilnya yang manis”
“Ah mereka?”
“Iya, kenapa?”
“Hemm… sudahlah teman,” timpalnya, menyudahi percakapan kami.
Di rak sebelah atas tergeletak buku-buku best seller dari sebuah penerbitan ternama di kota gudeg,
“Best Seller, katanya, cuma stikernya saja”
“Hush!”
“Ha ha ha ha”
“Pokoknya jangan kek, jangan!”
“Ah, pokoknya iya, iya ya iya”
“Iya?”
“Ha ha ha ha”
Plak!
Plak!
Plak!
Aku menampar kedua pipiku bergantian, kanan lalu kiri, kiri lalu kanan, lalu keduanya berbarengan,
Plak!
“Best Seller, katanya, cuma stikernya saja”
“Hush!”
“Ha ha ha ha”
“Pokoknya jangan kek, jangan!”
“Ah, pokoknya iya, iya ya iya”
“Iya?”
“Ha ha ha ha”
“Aduh!” Aku tak bisa membedakan lagi apakah ini mimpi atau kesdaran nyata, entahlah, namun buku-buku dari kota gudeg itu makin riuh berteriak, mengaku-aku diri sebagai best seller, best seller, best seller, best-nol besar!
“Hemm… sudahlah teman,” sebuah buku dari ibukota menggamit lenganku
“Biarkan mereka riuh”
“Kenapa?”
“Kau tak tahu mengapa?”
“Iya,” jawabku lemas
“Sebab mereka dahulu adalah kumpulan tulisan di dunia maya yang dikumpulkan dalam sebuah rumah, yaitu buku”
“AH?
“Dan kau tahu?”
“Apa?”
“Foto yang ada di sampulnya itu foto ponakanku, yang mereka curi!”
Mataku nanar, lalu tiba-tiba kerinduanku akan perbincangan-perbincangan riuh kembali terobati,
“Pokoknya jangan kek, jangan!”
“Ah, pokoknya iya, iya ya iya”
“Iya?”
“Ha ha ha ha”
Uh! Aku terhenyak.
+
J0674, 27 Agustus 2015
Djeng Sri
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H