Mohon tunggu...
djeng sri
djeng sri Mohon Tunggu... Foto/Videografer - penuliscerita dan freelancer menulis

suka fotografi dan fiksi ;)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sebait senyum dibalik pintu

14 Agustus 2015   12:51 Diperbarui: 14 Agustus 2015   13:14 986
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="copyright by bowo bagus"][/caption]

Title: Sebait senyum dibalik pintu

 

“Kau itu Sri, jeritanmu sangat indah, apalagi ketika lengkingan itu mencapai desibel tujuh, oh, aku seperti terkait kaitan besar lalu terbang bebas ke angkasa.”


Srreekk srek srek… (1)

“Itu sebelum beberapa orang mengetuk pintu lalu menjatuhkan palu!”

Kriettt..  (2)

Kang Parna berdehem sebentar lalu melanjutkan ocehannya. Dari balik pintu aku hanya bisa menahan kencing yang datang seperti anak panah, makin lama makin buat resah. Inilah hari kedua sejak ia menembangkan banyak syair-syair aneh tentang seorang anak gadis yang ia beri nama “Sri”. Siapa ia? Banyak tanya yang meluncur di kepalaku, memberi rasa sakit yang datang dan pergi silih berganti, aku merintih,

“Ahhhkk!”

“Kau itu Sri, aku tahu sejak dulu, sejak kau belum lahir dan masih di dalam perut ibu! Kau, kau, kau adalah takdir Sri! Keheningan yang memicu dengus berahi para lelaki, bangsat!”

“Owhhh,” kubekap mulutku cepat-cepat, sebelum muntah. Sebatang tongkat yang tersampir bergoyang karena gerak tubuhku, membuat suara gaduh yang bergema di lorong-lorong panjang penuh kengerian,

Tang tang tang…

Sesungguhnya aku tak tahan, namun inilah tugasku. Sejak peneng simbol keadilan melekat di pinggangku, tak ada kengerian yang lewat jauh dari kanan-kiriku. Dan kali ini, kekejaman itu kembali terulang lewat bacot preman tua bernama Parna! Luar biasa!

“Dik, bagaimana bila aku pergi saja?”

“Maksud mas… resign gitu?”

“Hemhh…,” adikku mendengus keras lalu berlalu menuju perapian yang hampir padam. Mulutnya me-monyong panjang meniupkan udara ke dalam semprong yang kemudian keluar dengan keras ke dalam keren.

“Sudahlah mas…” lanjutnya

 

***

 

“Kau itu Sri, jeritanmu sangat merdu, apalagi ketika suara itu mencapai desibel tujuh, oh, aku seperti terdampar di ranjang sang raja,”


“Ha ha ha…”

“Itu sebelum beberapa orang mengetuk pintu lalu menjatuhkan anu!”

“Ha ha ha…”

Duh…. Tubuhku bergidik keras kali ini hingga meja kerja di sampingku tanpa sadar bergeser pelan lalu menjatuhkan benda-benda di atasnya. Cangkir kopi besar, bolpoint Mont Blanc, agenda tua berbalut kulit, dan sebuah peneng!

Tring…

“Ahhhhhh!”

Aku merasa hampir gila, kusambar telepon dan kuberanikan menyampaikan keinginanku yang lama sekali terpendam,

Kringg

“Halo, ada apa Bud?”

“Siang Kapten, maaf saya mengundurkan diri. Laporan tentang perkembangan Parna akan saya sampaikan usai makan siang, terima kasih Kap,”

“Hemm, oke.”

 

***

 

“Inilah hari kebebasan!” teriakku dalam hati. Kukemasi barang-barang dan baju seragam dokter jiwa lalu menyampaikan pesan pada perawat Rumah Sakit Jiwa dan satpam, bahwa tugasku sebagai pengorek informasi si Parna telah selesai, case closed, tertuduh Parna bukanlah pelaku, melainkan saksi yang kebetulan menyaksikan peristiwa perkosaan dalam file kasus 101, dengan pernyataan bahwa adalah kebetulan bila si saksi adalah pengidap penyakit jiwa, alias gila.

+

(1) suara langkah kaki yang diseret

(2) suara pintu yang dibuka pelan

peneng=police id

bacot=mulut

(me)monyong=memajukan bibir

keren= (e dilafalkan seperti pada kata empat) kompor dari tanah dengan bahan bakar kayu bakar dan serbuk kayu

Mrican-Jogja, 14 Agustus 2015

#DjengSrisaja

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun