“Aku tak membutuhkanmu tuhan, secuilpun tak, apalagi segenggam!”
“Sungguh?”
“Sungguh, lain kali saja tuhan? Maaf pintu ada di depan!”
Lelaki yang kukenal sebagai pengepul uang darah itu tertawa terbahak-bahak melihat si tuhan pergi berlalu melalui pintu bersamaan dengan hadirnya setan dengan senyum simpulnya,
“Ini adalah hari penghakiman tuan, jangan terlalu lama membuat keputusan, laksanakan!” bisik setan perlahan
“Ha ha ha ha ha”
“Sudah kulakukan duhai setan, indah bukan?”
“Lihatlah dia!” tunjuk lelaki itu pada tubuhku, seakan ingin memamerkan keberhasilannya medepakku dari hangatnya ia punya tujuh tahun jeratan.
“Bagus, bagus, teruskan!”
“Ha ha ha ha ha,” lelaki pendek berkulit pucat itu kembali tertawa dengan pongahnya, seakan-akan melihatku telah sangat lemahnya, hingga ia pikir bangkit pun membalas tak dapat jadi nyanyian masa depan ku selanjutnya. Sang setan beranjak pergi.
“Hei! Aku lupa!” tiba-tiba sang setan berhenti lalu membalikkkan badannya,