Mohon tunggu...
D. Prasetyo Dwi Putranto
D. Prasetyo Dwi Putranto Mohon Tunggu... Lainnya - Sisya yang sedang menempuh ruang pencarian ke-Jawa-annya

Edukator Sumbu Filosofis Yogyakarta || Guiding || Penulis Lahir 05 Oktober 1997, di Kota Yogyakarta dengan penuh kesederhanaan dan berkecukupan. Tumbuh dan kembangnya berdampingan dengan tumpukan buku-buku lawas sastra dan sejarah membawa penulis terjerumus dalam guratan-guratan tinta hitam di atas kertas putih. Memiliki ketertarikan pada ilmu Sastra Jawa dan tradisi budaya, menjadikan penulis seringkali blusukan untuk mempelajari hal-hal baru yang berkaitan dengan ritus, klenik, dan makam.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Work From Home: Apa Kabar Mahasiswa?

30 Maret 2020   09:38 Diperbarui: 24 Mei 2020   01:48 854
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ditengah wabah Covid-19, beragam upaya pemerintah Indonesia yang telah dilakukan untuk memutus rantai penyebaran virus yang telah merebak luas, diantaranya dengan cara Work From Home (WFH) #DirumahAja dan Social Distancing.

Himbauan untuk isolasi/karantina mandiri selalu digiatkan baik oleh lembaga pemerintahan maupun organisasi kemasyarakatan. Upaya tersebut juga mulai digaungkan oleh sebagian masyarakat yang mengharuskan untuk tetap bekerja di luar ruangan dengan slogan "Biar Kami Bekerja Diluar Untukmu, Kamu Tetap Dirumah Untuk Kami".

Lantas bagaimana dengan proses pendidikan formal di Indonesia?

Sebagian besar Perguruan Tinggi di Indonesia kini sudah melaksanakan Perkuliahan Jarak Jauh (PJJ). Berbagai upaya untuk tetap melaksanakan pembelajaran telah dilakukan, mulai dari penggunaan WhatsApp Group, Google Classroom, SPADA, OCW, dan Zoom.

Sebagai salah satu mahasiswa PTN di Kota Surakarta, penulis mencoba menggambarkan, metode perkuliahan yang penulis gunakan hingga saat ini masih berfokus dengan menggunakan WhatsApp Group (WAG) yang telah dimulai tertanggal 16 Maret 2020. 

Dari hasil wawancara yang telah dihimpun melalui pesan WhatsApp, berikut telah penulis rangkum:

1. Selama perkuliahan dengan menggunakan sistem online, metode dan sistem pembelajaran apa saja yang telah diterapkan?

Ketiga responden penulis yakni Afifa Enggar, Afiffah Khoirunnisa, dan Ginanda Mutiara Firdaus selaku mahasiswa peminatan Sastra jurusan Sastra Daerah angkatan 2017 bercerita, "Metode pembelajaran sejauh ini masih menggunakan WAG. Sistemnya didahului dengan ucapan selamat pagi dan doa harapan kepada mahasiswa agar selalu dalam kondisi sehat. Teknis presensi, melalui list grup dan keaktifan mahasiswa didalam pembelajaran. 

Dosen memberikan materi berupa Powerpoint (PPT) atau PDF melalui WAG, dan mahasiswa diharapkan mampu memberikan balasan berupa tanggapan terhadap materi yang telah disampaikan, boleh berupa pertanyaan.". 

"Ada juga beberapa Dosen pengampu mata kuliah yang memberikan tugas rumah untuk dipelajari dan dikumpulkan melalui WAG atau Email".

Ilustrasi: Kuliah online Mahasiswa peminatan Filologi Sastra Daerah. Source: WAG.
Ilustrasi: Kuliah online Mahasiswa peminatan Filologi Sastra Daerah. Source: WAG.

Lain hal dengan mahasiswa peminatan Filologi jurusan Sastra Daerah 2017, Afiq Putra, Meiva Jufarani, dan Prass, sejauh ini masih menggunakan WAG, namun untuk beberapa mata kuliah kedepannya mulai dari hari senin (30/03) akan menerapkan aplikasi Zoom. 


Penulis juga menanyakan hal serupa kepada responden yang juga teman dekat penulis, Winda Waskita dan Atalya Dheaputri dari jurusan Pendidikan Luar Biasa (PLB) angkatan 2018, yang pada umumnya hingga kini (30/03) menggunakan Google Classroom, Zoom, dan WAG untuk media perkuliahan. Untuk tugas-tugas, mahasiswa diminta untuk mengirimkan hasil pekerjaannya berupa resume atau paper via surel.


2. Kendala apa aja yg dihadapi selama PJJ (kuliah daring)?

Ilustrasi: daerah susah sinyal
Ilustrasi: daerah susah sinyal

"Kendala yang dihadapi sih sebagian mahasiswa merasa keterbatasan Dosen dalam menerangkan materi melalui WAG. Berbeda dengan pembelajaran tatap muka yang memungkinkan adanya interaksi timbal balik, forum diskusi tanya jawab secara leluasa. Sinyal buruk juga menjadi kendala utama bagi sebagian mahasiswa yang berada di daerah minim sinyal", ungkap ketiga mahasiswi dari peminatan Sastra tersebut.

Kondisi tersebut juga dibenarkan oleh Meiva dan Pras.

"Kendala kalo dari aku gaada sih, cuma dirumah dukanya kan diminta untuk bantu-bantu juga, jadi kadang ga efektif belajarnya, harus disambi (diselingi).
Kemudian kemungkinan kalau pakai Zoom bakal berat sih, soalnya 'kan butuh kuota banyak.", ungkap gadis 21 tahun pemilik akun Instagram @meavylabels.id asal Trenggalek tersebut.

Penggunaan data internet. Source: WAG.
Penggunaan data internet. Source: WAG.

"Seringnya itu mahasiswanya atau Dosennya yang susah sinyal, kami minim kuota, kalau pakai Zoom kadang susah login sistemnya error atau lagi down, dan human error akibat instruksi yang kurang jelas.", tegas Winda dan Atal.

"Kalau aku sih sangat mengharapkan adanya subsidi Uang Kuliah Tunggal (UKT) untuk kuota internet. Apalagi kami sendiri kan nggak ada pemasukan (uang jajan) untuk beli kuota.", pungkas Prass dan Afiq.


3. PJJ telah dilaksanakan selama 2 minggu, seberapa besar rata-rata peningkatan kuota data internet yang telah digunakan/dihabiskan?

Dari ke-delapan responden yang telah dihimpun oleh penulis, ada peningkatan penggunaan kuota data internet hingga mencapai rata-rata 2 hingga 4 GB selama 2 minggu terakhir.

Bahkan Waskita mengaku untuk perkuliahan daring selama 2 minggu ini cukup menguras data internet hingga 5 GB.

"Kalau saya pribadi sih udah habis 65 ribu untuk beli kuota, belum lagi untuk beli makan sehari-hari karena saya sendiri nggak pulang sih, tetep stay di kost.", tutup Prass.

Banyak lika-liku yang tengah dialami oleh mahasiswa didalam perkuliahannya, mulai dari metode pengajaran yang cukup membingungkan pada beberapa mata kuliah, tugas yang berlimpah ruah bagai api yang tak kunjung padam, susah sinyal yang dialami sebagian mahasiswa yang berada didaerah asal masing-masing, hingga persoalan kuota data!

Ya! Persoalan kuota data memang menjadi masalah utama yang dikeluhkan bagi sebagian besar mahasiswa. Pernyataan tersebut juga dibenarkan oleh keseluruh responden.

Bagaimana tidak, jika proses perkuliahan dilakukan dengan metode Video Call dengan beberapa aplikasi yang memakan banyak data internet. Terlebih lagi apabila koneksi jaringan pada saat itu sedang down. Mahasiswa menjadi kalang kabut hanya untuk sebatas mencari koneksi sinyal internet agar tak tertinggal materi.

Hingga artikel ini dimuat (30/03), mayoritas mahasiswa masih mengharapkan adanya subsidi UKT yang dialokasikan untuk kebutuhan internet guna menunjang kegiatan belajar mahasiswa. Sejauh ini wacana tersebut masih dalam pembahasan pihak kampus.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun