Bukannya tak penting, tapi yang lebih penting adalah kecepatan dalam merespon permintaan atau bila perlu ambil alih komando satu pintu seperti di negara-negara sosialis. Tidak ada lagi gubernur, walikota, bupati bertindak sendiri-sendiri tanpa kontrol dari pusat.
Repotnya sebagian besar perkantoran di Jakarta sudah sempat meliburkan karyawannya sejak himbauan Gubernur DKI pertengahan Maret lalu sehingga pada awal April kondisi Jakarta sempat ramai kembali karena sudah dua minggu dihimbau untuk WFH.Â
Sekarang mereka harus libur lagi alias WFH akibat kelambanan pemerintah pusat menyusun kebijakan penanganan wabah corona ini.Â
Bayangkan bagaimana tidak ambyar usaha kalau baru saja buka sudah kembali ditutup. Apalagi ternyata jadwal DKI dengan Bodetabek berbeda-beda, tentu menambah panjang liburan serta ongkos yang dikeluarkan, sementara pemasukan nyaris tidak ada karena libur.
Padahal sejatinya PSBB hanyalah alat untuk meredam penyebaran virus, bukan menghilangkan virus secara keseluruhan.Â
Peredaman ini berfungsi untuk memperlambat penularan sekaligus mempersiapkan APD dan rumah isolasi yang mencukupi di masa datang, serta meningkatkan imun tubuh dan melemahkan virus itu sendiri secara alamiah.Â
Jadi jangan berharap PSBB bakalan menghilangkan virus, mengurangi penyebaran mungkin.
Persoalan kedua ternyata kita tak punya data pekerja yang bekerja di 8 sektor yang dikecualikan dalam PSBB, termasuk dimana saja mereka tinggal.
Akibatnya terjadi penumpukan penumpang KRL dan busway karena ternyata sebagian besar mereka bekerja di 8 sektor yang dikecualikan tersebut dan jumlahnya ternyata besar, tidak seperti dugaan para pimpinan negeri ini.Â
Saya yakin sebagian besar mereka yang bekerja pagi ini bukan karena dipaksa kantor, tapi lebih banyak karena memang mereka bekerja di 8 sektor tersebut.
Seandainya data tersebut ada, pemerintah bisa menyediakan transportasi khusus buat mereka, tidak membiarkan mereka bergelantungan dalam KRL yang semakin dikurangi jadwalnya.