Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Refleksi 10 Tahun Kompasiana, Reorientasi atau Mati

26 Oktober 2018   14:21 Diperbarui: 26 Oktober 2018   14:22 578
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
10 Tahun Kompasiana (Sumber: Kompasiana.com)

Tak terasa sudah 10 tahun Kompasiana berdiri yang awalnya digawangi oleh Kang Pepih, diteruskan oleh Bang Isjet, dan sekarang dikomandani oleh Mas Nurul Uyuy. Saya sendiri bergabung tak lama setelah K terbit, tepatnya 7 bulan setelahnya, jadi secara langsung maupun tak langsung turut mengikuti perkembangan Kompasiana dari bayi hingga usia menjelang remaja ini.

Untuk memeriahkan ulang tahun spesial kali ini, saya mencoba memberikan beberapa catatan perkembangan Kompasiana beberapa tahun terakhir ini yang perlu menjadi perhatian untuk direnungkan kembali, antara lain:

1. Karir Kepenulisan dan Konektivitas dengan Kompas Grup

Saya kira hampir semua orang yang berkiprah di Kompasiana, termasuk saya, beranggapan bahwa Kompasiana merupakan bagian dari nama besar Kompas sebagai sebuah media mainstream utama di Indonesia. Anggapan tersebut terkait dengan karir kepenulisan seseorang yang mungkin terasa sulit untuk menembus nama besar tersebut, lalu berusaha memulai karirnya dengan menulis di Kompasiana, dengan harapan suatu saat nanti akan dilirik oleh divisi lain seperti Kompas.com, Kompas TV hingga tak tertutup kemungkinan naik ke Kompas cetak.

Namun harapan tersebut seperti layangan putus, nyaris tak tampak konektivitas antara Kompasiana dengan sesama anggota lain dalam grup besar tersebut. Dulu pernah ada kerjasama K dengan Kompas TV, namun hanya bertahan beberapa bulan saja. Demikian pula dengan Kompas cetak, sami mawon nasibnya. Sekarangpun hanya ada satu slot di Kompas.com, itupun cepat terlindas dengan berita lain yang saling susul menyusul memenuhi news feed.

Padahal bila dikelola dengan baik, Kompasiana punya stok penulis berlimpah yang bisa dipromosikan ke grup lain, mulai dari Kompas.com, Kompas TV hingga naik kelas ke Kompas cetak. Sayangnya ketiga grup tersebut malah memilih penulis lain di luar anggota K daripada mengambil bibit-bibit unggul yang tersedia di K. Hal ini perlu jadi perhatian bersama agar kiprah para penulis di K terangkat, tidak melulu mengharapkan K-Rewards, Blog-Competition, K-of the Year untuk memperbaiki nasibnya.

2. Kompasiana (Bukan) Portal Berita

Beberapa bulan belakangan ini, terutama saat Piala Dunia dan Asian Games, headline penuh diisi oleh berita-berita dari kedua event besar tersebut. Selain itu beberapa tulisan di headline juga tampak seperti rangkuman dari beberapa kutipan terhadap isu-isu yang sedang panas. Padahal saya berharap tulisan yang terpampang, minimal di headline, adalah murni pengalaman para penulisnya, termasuk citizen jurnalism, yang boleh saja ditambah beberapa kutipan untuk mendukung tapi tidak mendominasi tulisan. 

Harus ada pembeda Kompasiana dengan media online lainnya, karena kalau sama-sama memberitakan sesuatu seperti di media mainstream, apa nilai tambah Kompasiana? Padahal kekuatan Kompasiana justru dari orisinalitas tulisan para penulisnya, bukan sekedar mengutip sana sini tanpa analisis yang tajam. Kutipan memang tidak haram sepanjang disebutkan atau kalaupun tak disebutkan tidak mendominasi isi tulisan, tapi akan lebih baik bila ada diferensiasi dengan lebih banyak tulisan orisinil yang muncul di headline.

Kabar gembiranya, saya perhatikan satu dua minggu ini sudah mulai banyak tulisan orisinil mewarnai headline. Artinya admin K sudah mulai kembali ke khittahnya. Saya hanya ingin hal tersebut dipertahankan dan ditingkatkan lagi porsinya, karena Kompasiana bukanlah portal berita seperti Kompas.com, detik, atau semi blog seperti kumparan, tirto, dan sejenisnya yang memerlukan moderasi dalam pemuatannya.

3. K-Rewards dan K of the Year

Ini sepertinya titik lemah admin dalam menentukan parameter atau indikator sehingga menimbulkan pro dan kontra hampir setiap tahunnya. Penentuan nominasi yang hanya berdasarkan vote tentu sangat lemah dasarnya dan dapat memancing kontroversi seperti terjadi sekarang ini. Padahal admin K bisa meniru sistem detik.com yang memberikan poin pada setiap tulisannya, atau Indonesia Idol yang mengadakan kualifikasi awal untuk mencari penyanyi berkualitas. 

Artinya admin bisa memilih siapa yang paling aktif menulis, paling banyak headline, paling banyak komen dan like selama setahun terakhir atau periode pemilihan K of the Year, untuk menentukan nominator awal, dan jumlahnya diperbanyak misal setiap item ada 10 nominator, baru dilempar ke warga dalam bentuk vote untuk memilih yang terbaik, bukan dari awal pemilihan sehingga yang hanya satu dua tulisan hits langsung masuk nominasi, sementara yang berdarah-darah menulis setiap hari dan sering diganjar headline malah tidak masuk sama sekali. Tentu ini tidak fair dalam pemilihan.

Demikian pula dengan K-Rewards yang sudah pernah saya bahas sebelumnya di sini, perlu ada transparansi penggunaan Google Analytics yang dapat dibaca pada akun masing-masing, tak harus dipampangkan di setiap tulisan.

Hal ini untuk menambah semangat para penulis agar lebih rajin berkontribusi. Selain itu statistik yang ada di halaman profil dan tulisan tidak gampang berubah, karena selama ini saya perhatikan sering berubah-ubah angkanya. Sebagai penulis angka tersebut penting untuk mengetahui apakah tulisannya menarik atau tidak dibaca orang, bukan sekedar statistik mati saja.

4. Mesin K yang (kurang) stabil

Perubahan memang berjalan cepat di era teknologi informasi sekarang ini. Mesin K yang pertama tahun 2009 tentu sudah tidak relevan lagi dignakan tahun 2018. Namun sayangnya perubahan yang terakhir ini masih menyisakan masalah, terutama saat login dan ada beberapa browser dan provider yang kadang-kadang tidak kompatibel. Tidak ada sistem yang sempurna, namun terlalu sering sulit akses apalagi saat hendak akses atau menulis tentu dapat mengurangi mood menulis. Untuk itu perlu segera dicari dan diperbaiki kelemahan saat login sehingga tidak ada lagi kesulitan untuk mengakses K dimanapun.

Demikian juga seringnya terjadi perubahan angka statistik seperti telah dituls di atas. Walau kadang tampak sepele, tapi sebenarnya angka statistik penting bagi penulis untuk melihat kinerja tulisannya. Saya yakin penulis juga ingin dihargai tulisannya dengan mengetahui banyaknya pembaca yang mampir di artikelnya. Jadi jangan pernah menganggap remeh statistik terutama yang berkaitan dengan penulis.

5. Hilangnya narasumber setia K

Walau penulis baru semakin bertambah, namun lambat laun para penulis senior dan ternama yang dulu sering menulis di sini mulai mundur teratur, seperti mantan KSAU Marsekal (purn) Cheppy Hakim, pengamat pertahanan Marsda (purn) Prayitno Ramelan, pengamat ekonomi Faisal Basri, bahkan Wapres JK dulu juga pernah menulis di K. Alangkah sayangnya orang-orang besar seperti mereka tak lagi tertarik menulis di K karena tidak ada perubahan berarti. Padahal dulu mereka adalah daya tarik penulis pemula dan para pembaca untuk menulis dan berdiskusi di K.

* * * *

Perubahan saat ini berlangsung sangat cepat dan dapat menyapu siapapun yang terlambat mengantisipasinya. Sudah banyak media sosial berguguran walau dulunya tampak sangat hebat, sebut saja mulai dari Friendster, Yahoo (kecuali mail), Path, bahkan Google Plus sekalipun yang menjadi anak kandung Google. Di dalam negeri yang sejenis Kompasiana bisa kita sebut Politikana, Blog Detik sudah gugur sebelum berkembang. Tinggal Kompasiana satu-satunya (menurut pengamatan saya) yang masih bertahan sebagai platform tanpa moderasi seperti yang lain.

Kalau tidak ada reorientasi untuk mengubah pola seperti telah diuraikan di atas, jangan kaget bila suatu saat Kompasiana mengucapkan selamat tinggal seperti Bola edisi cetak minggu ini. Semoga tulisan ini menjadi perhatian bersama dan ke depan Kompasiana bisa lebih baik dari hari ini. Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun