Tak terasa sudah 10 tahun Kompasiana berdiri yang awalnya digawangi oleh Kang Pepih, diteruskan oleh Bang Isjet, dan sekarang dikomandani oleh Mas Nurul Uyuy. Saya sendiri bergabung tak lama setelah K terbit, tepatnya 7 bulan setelahnya, jadi secara langsung maupun tak langsung turut mengikuti perkembangan Kompasiana dari bayi hingga usia menjelang remaja ini.
Untuk memeriahkan ulang tahun spesial kali ini, saya mencoba memberikan beberapa catatan perkembangan Kompasiana beberapa tahun terakhir ini yang perlu menjadi perhatian untuk direnungkan kembali, antara lain:
1. Karir Kepenulisan dan Konektivitas dengan Kompas Grup
Saya kira hampir semua orang yang berkiprah di Kompasiana, termasuk saya, beranggapan bahwa Kompasiana merupakan bagian dari nama besar Kompas sebagai sebuah media mainstream utama di Indonesia. Anggapan tersebut terkait dengan karir kepenulisan seseorang yang mungkin terasa sulit untuk menembus nama besar tersebut, lalu berusaha memulai karirnya dengan menulis di Kompasiana, dengan harapan suatu saat nanti akan dilirik oleh divisi lain seperti Kompas.com, Kompas TV hingga tak tertutup kemungkinan naik ke Kompas cetak.
Namun harapan tersebut seperti layangan putus, nyaris tak tampak konektivitas antara Kompasiana dengan sesama anggota lain dalam grup besar tersebut. Dulu pernah ada kerjasama K dengan Kompas TV, namun hanya bertahan beberapa bulan saja. Demikian pula dengan Kompas cetak, sami mawon nasibnya. Sekarangpun hanya ada satu slot di Kompas.com, itupun cepat terlindas dengan berita lain yang saling susul menyusul memenuhi news feed.
Padahal bila dikelola dengan baik, Kompasiana punya stok penulis berlimpah yang bisa dipromosikan ke grup lain, mulai dari Kompas.com, Kompas TV hingga naik kelas ke Kompas cetak. Sayangnya ketiga grup tersebut malah memilih penulis lain di luar anggota K daripada mengambil bibit-bibit unggul yang tersedia di K. Hal ini perlu jadi perhatian bersama agar kiprah para penulis di K terangkat, tidak melulu mengharapkan K-Rewards, Blog-Competition, K-of the Year untuk memperbaiki nasibnya.
2. Kompasiana (Bukan) Portal Berita
Beberapa bulan belakangan ini, terutama saat Piala Dunia dan Asian Games, headline penuh diisi oleh berita-berita dari kedua event besar tersebut. Selain itu beberapa tulisan di headline juga tampak seperti rangkuman dari beberapa kutipan terhadap isu-isu yang sedang panas. Padahal saya berharap tulisan yang terpampang, minimal di headline, adalah murni pengalaman para penulisnya, termasuk citizen jurnalism, yang boleh saja ditambah beberapa kutipan untuk mendukung tapi tidak mendominasi tulisan.Â
Harus ada pembeda Kompasiana dengan media online lainnya, karena kalau sama-sama memberitakan sesuatu seperti di media mainstream, apa nilai tambah Kompasiana? Padahal kekuatan Kompasiana justru dari orisinalitas tulisan para penulisnya, bukan sekedar mengutip sana sini tanpa analisis yang tajam. Kutipan memang tidak haram sepanjang disebutkan atau kalaupun tak disebutkan tidak mendominasi isi tulisan, tapi akan lebih baik bila ada diferensiasi dengan lebih banyak tulisan orisinil yang muncul di headline.
Kabar gembiranya, saya perhatikan satu dua minggu ini sudah mulai banyak tulisan orisinil mewarnai headline. Artinya admin K sudah mulai kembali ke khittahnya. Saya hanya ingin hal tersebut dipertahankan dan ditingkatkan lagi porsinya, karena Kompasiana bukanlah portal berita seperti Kompas.com, detik, atau semi blog seperti kumparan, tirto, dan sejenisnya yang memerlukan moderasi dalam pemuatannya.
3. K-Rewards dan K of the Year