"Kenapa pak? Bukannya yang bapak peroleh sudah lebih dari cukup?" tanya saya.
"Kaya tanpa memegang jabatan ibarat makan sate tanpa bumbu kecap. Hambar rasanya. Jabatan itu ibarat perhiasan yang tak perlu dipamerkan karena semua orang sudah tahu kalau kita ini pejabat. Orang belum tentu tahu kalau saya kaya, tapi pasti tahu kalau saya jadi bupati." terangnya santai.
Berbagai cara dilakukan agar bisa menjadi pejabat karena kemampuan dan kepandaian diri saja tidaklah cukup. Perlu modal besar serta nyali tinggi untuk menjadi pejabat.
Sudah sering kita dengar untuk menjadi seorang kepala daerah atau anggota dewan butuh puluhan milyar rupiah. Walau sudah kaya, tapi rugi bandar donk kalau duitnya sendiri habis hanya untuk biaya pemilu.
Untuk itu dia harus patungan dengan pengusaha atau konstituennya dengan janji akan dikembalikan setelah menang nanti.
Jadi wajarlah kalau sudah menjabat dia harus kembalikan modal yang sudah keluar. Gaji pejabat kecil tentu tak bakal cukup melunasi hutang, sementara tak mungkin lagi baginya merangkap jadi pengusaha setelah menduduki jabatan publik.
Caranya sudah tentu dengan memainkan kewenangan yang dimilikinya untuk mengembalikan modal yang sudah keluar.
Para pendukung diberi fasilitas kemudahan memperoleh proyek sebagai imbalan 'jasa' atas kemenangannya, yang tentunya diambil dari uang negara.
* * * *
Di sisi lain, anak punk adalah representasi kaum jalanan yang hidupnya 'tampak' serampangan, tidak bisa diatur, dan cenderung semau gue.
Cirinya tampak jelas dari potongan rambut jabrik seperti helm tentara Romawi zaman dulu, dengan tato menghiasi tubuh dan mengenakan rompi kulit atau oscar. Wajah-wajah mereka tampak seperti calon penghuni neraka yang bakal dijauhi para orang tua yang tak menginginkan anaknya punya pacar orang tak jelas seperti ini.