Mohon tunggu...
Dizzman
Dizzman Mohon Tunggu... Freelancer - Public Policy and Infrastructure Analyst

"Uang tak dibawa mati, jadi bawalah jalan-jalan" -- Dizzman Penulis Buku - Manusia Bandara email: dizzman@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

Jalan Tol Trans Jawa (Bukan) Hanya untuk Lebaran

28 Mei 2018   18:56 Diperbarui: 29 Mei 2018   21:04 3292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gerbang tol Brebes Timur(Otomania/Setyo Adi)

Pemerintah saat ini sedang gencar-gencarnya menggenjot pembangunan infrastruktur khususnya jalan tol dalam rangka memperlancar arus transportasi orang dan barang, khususnya di pulau-pulau tertentu yang padat penduduk dan arus lalu lintasnya tinggi seperti Jawa, Sumatera, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Timur.

Jalan tol dibangun untuk meringankan beban pembiayaan pembangunan jalan oleh Pemerintah yang diperlukan dalam rangka meningkatkan kapasitas jalan biasa yang telah ada serta untuk pengembangan wilayah yang dilaluinya.

UU 38 Tahun 2004

Pasal 1 angka 7: Jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan dan sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan membayar tol.

Pasal 43 ayat (1): Jalan tol diselenggarakan untuk:

a. memperlancar lalu lintas di daerah yang telah berkembang;
b. meningkatkan hasil guna dan daya guna pelayanan distribusi barang dan jasa guna menunjang peningkatan pertumbuhan ekonomi;
c. meringankan beban dana Pemerintah melalui partisipasi pengguna jalan; dan
d. meningkatkan pemerataan hasil pembangunan dan keadilan

Beberapa ruas jalan tol baru baik di Trans Jawa maupun Sumatera telah beroperasi seperti Jalan Tol Cipali, Tol Pejagan-Pemalang (hingga Brebes Timur), Tol Semarang-Solo (hingga Salatiga), Tol Surabaya-Mojokerto, dan rencana Tol Solo-Kertosono serta Tol dari Brebes Timur ke Pemalang yang direncanakan beroperasi penuh pada hari Lebaran ini. Diharapkan tahun depan seluruh jalan tol yang tergabung dalam Trans Jawa dapat beroperasi penuh dari Jakarta hingga ke Pasuruan.

Gerbang Tol Cipali (Dokpri)
Gerbang Tol Cipali (Dokpri)
Namun dalam kenyataannya, hanya beberapa ruas jalan tol tertentu saja yang ramai bahkan penuh sesak kendaraan. Jalan tol Jagorawi, Jakarta-Cikampek, Cipularang, Palikanci, Jakarta-Tangerang (hingga ke Balaraja Barat) serta tol dalam kota (Lingkar Dalam dan JORR Jakarta, Semarang, dan Surabaya) merupakan jalan tol yang gemuk dan semakin padat dilalui kendaraan.

Selebihnya hanya saat lebaran dan libur panjang saja jalan-jalan tol tersebut ramai dilintasi. Uniknya jalan-jalan tol gemuk tersebut sebagian besar dioperasikan oleh PT Jasa Marga, sementara yang sepi justru dikelola oleh konsorsium swasta dan atau BUMN lain.

Saya beberapa kali melintasi jalan Tol Cipali hingga ke Pejagan saat hari kerja, dan tampak sekali sepi sunyi, berbanding terbalik dengan jalan biasa yang masih ramai seperti biasanya. Demikian pula saat menjajal tol Medan-Tebingtinggi di Sumatera, suasananya juga tidak terlalu ramai.

Padahal jalan tol tersebut dibangun untuk mengatasi kepadatan lalu lintas jalan nasional non tol yang semakin macet tiap tahunnya. Ada apa gerangan hingga suasananya masih sepi? Kalau ditelusuri lebih jauh, ada beberapa penyebab sepinya jalan tol, antara lain:

1. Sasaran pengguna jalan tol tidak jelas
Sepertinya kajian pembangunan jalan tol kurang memperhatikan target atau sasaran pengguna jalan tol. Kajian hanya melihat tingginya kepadatan lalu lintas harian (LHR) jalan nontol yang ada sehingga harus dibangun jalan tol untuk mengurai kepadatan lalu lintas. Artinya kajian lebih fokus pada aspek teknis saja. Padahal target pengguna bisnis akan sangat berbeda dengan target pengguna nonbisnis alias liburan. 

Kalau target pengguna bisnis, tentu harus diperhitungkan biaya yang dikeluarkan perusahaan bila lewat jalan tol lebih besar atau lebih kecil dari jalan nontol. Misal dengan tarif tol Rp 200.000 dengan penghematan BBM senilai Rp 50.000, apakah sebanding dengan pengeluaran di jalan non tol yang "hanya" untuk membayar retribusi (resmi maupun tak resmi) di jalan.

Berbeda dengan target pengguna liburan yang mungkin bersedia membayar lebih mahal demi kecepatan dan kenyamanan berkendara. 

Jangan lupa, target pengguna bisnis hitungannya harian dan pemasukannya relatif tetap, sementara target pengguna liburan hanya hari-hari tertentu saja dan pemasukannya turun naik tergantung musim. Seharusnya tarif tol kendaraan pribadi lebih mahal dari truk, bukan sebaliknya.

Sepinya Jalan Tol Cipali (Dokpri)
Sepinya Jalan Tol Cipali (Dokpri)
2. Tarif tol mahal dan naik setiap dua tahun sekali
Coba perhatikan jalan tol yang padat dilalui truk adalah jalan tol yang bertarif murah dan lalu lintas di jalan nontol sangat padat seperti Japek atau Palikanci.

Saya perhatikan banyak truk keluar tol Cikampek, kemudian masuk ke Tol Palikanci untuk menghindari kepadatan di dalam kota Cirebon, lalu keluar lagi di Kanci. Sementara di tol Cipali dan tol Kanci-Brebes Timur truk yang lewat bisa dihitung dengan jari di hari biasa. Memang aturan sangat memungkinkan kenaikan tersebut, walau sebenarnya tidak harus naik, tapi disesuaikan.

UU 38/2004 tentang Jalan 

Pasal 48 ayat (3) Evaluasi dan penyesuaian tarif tol dilakukan setiap 2 (dua) tahun sekali berdasarkan pengaruh laju inflasi.

PP 15/2005 tentang Jalan Tol

Pasal 68
(1) Evaluasi dan penyesuaian tarif tol dilakukan setiap 2 (dua) tahun sekali oleh BPJT berdasarkan tarif lama yang disesuaikan dengan pengaruh inflasi sesuai dengan formula :
Tarif baru = tarif lama (1+inflasi).

Sayangnya, parameter kenaikan hanya berdasarkan inflasi saja, dan itu yang dimanfaatkan oleh operator untuk selalu minta naik tarif tol. Padahal penentuan tarif tol juga harus melihat kemampuan atau daya beli penggunanya, tidak disamaratakan berdasarkan inflasi semata. Benar bahwa jalan tol adalah urusan bisnis, tapi jangan lupa bisnis juga butuh pelanggan, tak hanya semata mencari keuntungan.

3. Sarana penunjang di tol (tidak) memanjakan supir truk
Coba perhatikan lagi rest area yang ada di sepanjang Tol Cipali, parkir truk terbatas dan tidak banyak tempat hiburan para supir selain hanya rumah makan dan warung kopi saja. Padahal mereka bela-belain keluar jalan tol sebenarnya hanya untuk mencari hiburan lain setelah berhari-hari mengemudikan truknya. Ini mirip dengan kasus tol laut di mana para supir truk lebih banyak manyun di kapal daripada lewat jalan biasa.

Jalan tol sepertinya dibangun hanya untuk memanjakan kendaraan pribadi saja yang notabene lebih banyak digunakan untuk keperluan liburan ketimbang bisnis. Akibatnya jalan tol hanya macet saat lebaran dan liburan panjang saja. Selebihnya kondisi menjadi sepi sunyi seperti sediakala.

* * * *

Pemerintah perlu mengkaji ulang kembali kebijakan pembangunan jalan tol agar lebih bermanfaat buat semua pihak, terutama untuk urusan bisnis agar perekonomian semakin lancar. Jalan tol dibangun bukan hanya untuk mengatasi kemacetan saat lebaran atau liburan saja, tetapi juga untuk memperlancar urat nadi perekonomian negara.

Perlu disadari bahwa jalan tol dibangun karena ada unsur bisnis, jadi utamakan kepentingan bisnis semua pihak, jangan hanya mengejar keuntungan sesaat saja. Lebih baik tarif tol murah tapi pemasukan lancar daripada mahal tapi jarang yang menggunakan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun