Selain itu ada pula jasa lain yang tak terlalu terkait dengan pangan namun lebih kepada pemanfaatan asset baik tanah maupun bangunan, seperti Hotel Rattan Inn di Banjarmasin, Hotel Bandara di Surabaya, dan Hotel Dahlia di Biak, serta Pasar Dolog di Kalteng dan Pujasera di Lampung. Aset milik BULOG tersebut juga menjadi salah satu sumber pendapatan lain di samping bisnis utamanya dalam pengadaan bahan pangan beserta produksi dan distribusinya.
Jadi, ingat BULOG bukan cuma ingat berasnya saja, tapi juga bahan pangan lain dengan merek dagang KITA yang berarti semua berasal dari kita, untuk kita, dan oleh kita bangsa Indonesia. Mari kita dukung BULOG sebagai penyangga stok pangan nasional serta stabilisator harga pangan agar terjangkau oleh seluruh masyarakat Indonesia.
Dalam acara tersebut sempat mengemuka apakah Perum BULOG tetap menjadi seperti ini atau kembali menjadi lembaga non kementerian seperti era Orde Baru. Namun untuk lebih mudah bergerak di dua kaki seperti diuraikan di atas, BULOG harus tetap menjadi BUMN yang tidak terkait langsung secara struktur di dalam pemerintahan.
Setelah acara berakhir, saya mencoba sendiri beberapa produk sekaligus. Pertama BerasKITA yang dimasak dengan rice cooker, bau wanginya langsung terasa begitu dibuka. Selama takaran airnya tepat, berasnya tidak pera namun tidak juga lembek sehingga pas di mulut untuk dikonsumsi.
Berikutnya saya menggoreng tahu dan tempe dengan menggunakan TepungKITA dan MinyakGorengKITA. Hasilnya terasa renyah sekali digigit dan gurih serta tidak berbau tengik seperti minyak bekas pakai.
Terakhir untuk menemani makan tahu tempe, tersedia teh manis dengan gula dari produk ManisKITA. Manisnya benar-benar terasa di lidah namun tetap sehat bila tidak berlebihan dalam mengkonsumsinya. Cocok disajikan dalam suhu panas atau hangat karena gulanya cepat melarut dalam air teh atau kopi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H