Mohon tunggu...
diyah mirawati
diyah mirawati Mohon Tunggu... Guru - Kepala Sekolah-Praktisi Pendidikan

Saya adalah praktisi pendidikan di bidang pendidikan anak usia dini. Saya memiliki keterpanggilan untuk memberikan yang terbaik bagi generasi penerus bangsa melalui pendidikan di kelompok bermain, dan taman kanak-kanak melihat masa perkembangan awal anak-anak adalah masa emas untuk tumbuh kembang anak di masa-masa depan mereka.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengenali Perundungan Dalam Lingkup Satuan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)

23 Februari 2024   09:03 Diperbarui: 23 Februari 2024   09:05 469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Dokumen Pribadi 

PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) adalah satuan pendidikan yang ditujukan untuk anak-anak sampai dengan usia 6 (enam) tahun, melalui pemberian stimulasi pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani serta Rohani. PAUD diselenggarakan dengan tujuan agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Adapun Satuan pendidikan yang termasuk dalam jenjang PAUD terdiri dari : Kelompok Bermain (2-4 tahun); TK (4-6 tahun); serta Taman Penitipan Anak (TPA).

Saat ini, Dirjen PAUD, DikDas, DikMen, Kemendikbudristek, berupaya untuk menuju target memperkuat karakter anak untuk menuju perdamaian, keadilan, dan kelembagaan yang tangguh sebagai Merdeka Belajar Episode ke-25. Upaya ini ditegaskan/dikuatkan dengan peluncuran Permendikbud Ristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan (PPKSP). 

Melalui Permendikbud ini diharapkan bahwa kegiatan pembelajaran di satuan pendidikan termasuk PAUD dapat dilakukan dengan menyenangkan, dan di lingkungan sekolah yang aman dan nyaman. Diyakini bahwa Sekolah yang nyaman dan menyenangkan untuk berkegiatan pembelajaran dapat memicu interaksi yang baik antara anak, Guru dan warga sekolah sehingga dapat mencegah dan menanggulangi permasalahan kekerasan.

Merujuk data KPAI pada tahun 2022 tercatat ada 226 kasus kekerasan fisik dan psikis yang dialami oleh anak-anak, termasuk perundungan (kompas.com, 24 Juli 2022), angka yang cukup besar dan perlu menjadi perhatian dari berbagai pihak yang terkait mengingat bahwa potensi kasus yang tidak dilaporkan masih tinggi akibat dari keterbatasan akses, budaya, keluarga dan sebagainya. Kekerasan biasanya bermanifestasi dalam bentuk Pelecehan dan Perundungan.

Perundungan adalah penggunaan kekuatan fisik, kekuasaan, atau kekerasan psikologis untuk menyakiti, atau mengendalikan seseorang, dilakukan berulang dan bahkan sampai nyawa seseorang terancam. Jenis perundungan yang paling mudah ditemui adalah Perundungan Fisik (pukul, tendang, segala sesuatu yang berhubungan dengan pemaksaan fisik), dan Perundungan Verbal (menghina, memaki, segala sesuatu pelecehan secara lisan /bicara). Selain itu di rentang usia lebih tinggi juga dikenal jenis Perundungan Relasional (menyebar gosip, isolasi sosial, ataupun bentuk usaha untuk merusak hubungan) dan Perundungan Elektronik (perundungan yang dilakukan melalui media sosial, pesan teks atau email).

Dalam perundungan ada pelaku, korban dan bystander (orang lain atau saksi yang ada saat kasus perundungan terjadi selain pelaku dan korban). Pelaku Perundungan biasanya kurang memiliki kemampuan mengelola emosi yang sehat atau cenderung mencontoh pola interaksi yang negatif di sekitarnya. Mereka memiliki kebutuhan untuk mendapatkan perhatian secara sosial, namun biasanya kurang memiliki kemampuan empati, kurang rasa percaya diri, dan dalam beberapa kasus justru pernah menjadi korban perundungan di lingkungan terdekat, atau mengalami tekanan dari teman sebayanya. Sedangkan Korban Perundungan bisa jadi siapa saja, namun biasanya adalah anak-anak dengan karakter yang pasif, kurang berani, sulit bergaul atau merasa berbeda dari teman-temannya. Bystander merupakan orang yang melihat aksi perundungan namun tidak melakukan apa-apa untuk menghentikan perundungan (penonton).

Saat berdiskusi dengan Guru-Guru TK dan Ibu Gloria Siagian, M.Psi, Psikolog, di dalam sebuah pertemuan, Ibu Gloria menanyakan tentang bentuk-bentuk perundungan yang dijumpai di TK. Guru-guru menjawab bahwa mereka memahami benar karakteristik perkembangan usia dini, anak-anak masih dalam usia perkembangan, maka Guru-guru belum dapat memastikan apakah yang mereka jumpai dapat disebut sebagai perundungan atau bukan, misalnya seperti situasi ada anak yang nangis karena diejek temannya, apakah itu merupakan sikap perundungan ? atau apakah kata-kata kasar/ kata-kata ejekan yang kadang dijumpai atau didengar oleh Guru di kelas dapat dikatakan sebagai perundungan secara verbal ?. Sebuah ironi karena bisa dipastikan bahwa itu semua selalu berawal dari meniru apa yang anak-anak lihat atau dengar, baik dari video yang mereka tonton tanpa pengawasan, atau justru dari orang dewasa yang berada di lingkungan rumah dan di sekitarnya. 

Ibu Gloria menyampaikan bahwa jika kata tersebut hanya satu kali terdengar dan tidak ditujukan ke siapapun, itu bukan perundungan, itu bentuk perilaku meniru, anak belum mengerti perilaku tersebut adalah perilaku yang tidak baik. Dan seperti sudah diketahui bersama bahwa Anak-anak di usia PAUD sedang berada di masa awal perkembangan keterampilan sosial dengan lingkungannya sehingga mereka belum terlalu paham bagaimana melakukan interaksi yang sehat dengan lingkungan sekitar.

Anak-anak usia dini baru belajar konsep dasar kemandirian, anak-anak seringkali "merasa" sudah mampu sehingga memiliki pemikirannya sendiri, namun tentu saja mereka masih sangat memerlukan pengarahan, pengarahan dari Guru di sekolah dan Orang tua di rumah, serta orang dewasa yang berada di sekitarnya. 

Anak-anak di usia ini mulai membandingkan kemampuan dirinya dengan sekitar, sehingga mulai memahami bahwa setiap orang berbeda, dan sekaligus merasa tidak nyaman pada yang berbedaan yang ditemuinya, ketidaknyamanannya ini seringkali ditunjukan dengan sikap yang tidak tepat karena belum tumbuh perasaan empati, rasa menghormati dan saling menghargai dalam diri anak.

Sikap moral anak-anak yang belum matang ini menyebabkan kemampuan mereka dalam menilai mana yang baik dan yang buruk masih belum tercapai dengan baik. Dalam masa ini anak-anak usia dini membutuhkan aturan-aturan yang jelas, sehingga dapat menimbulkan rasa aman untuk mereka melakukan eksplorasi lingkungannya serta kemampuan merespon dengan tepat. 

Tentu saja peranan orangtua ataupun orang dewasa di sekitar anak-anak, dan terutama lembaga penyedia pendidikan anak usia dini menjadi sangatlah penting dalam proses perkembangan keterampilan sosial mereka. 

Hal paling utama yang harus diperhatikan oleh semua pihak adalah bagaimana menjadi contoh dan teladan yang baik, sekaligus menyediakan lingkungan yang aman dan kondusif bagi anak-anak dalam proses perkembangan anak di segala bidang kehidupannya. Hal penting lainnya adalah bagaimana Orangtua, dan Guru di sekolah harus bersikap yang tidak hanya benar tetapi juga tepat, saat menemui sikap/peilaku anak-anaknya yang mengarah menjadi pelaku perundungan, atau sebaliknya menjadi korban perundungan.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bentuk perilaku yang harus diwaspadai dapat menjadi bibit atau awal perilaku perundungan di Taman Kanak-kanak adalah :

  • Perilaku menendang, mencubit, mendorong teman, menarik rambut teman, menyengkat, dan perilaku penyerangan menggunakan kekuatan fisik lainnya.
  • Mengejek teman, Menakut-nakuti teman, mempermalukan teman, menertawakan teman, membanding-bandingkan teman dan lain sebagainya.
  • Mengajak teman untuk tidak main dengan salah satu teman di kelas, mengucilkan teman, mendiamkan teman dan membatasi atau mengasingkan temannya dari pergaulan. Biasanya terdengar kalimat seperti " jangan main sama dia karena sepatunya jelek" atau "kamu jangan ikut kita, karena larimu lambat", dan lain sebagainya.

ada 8 Kunci Pencegahan dan Penanganan Perundungan di Satuan Pendidikan Anak Usia Dini,

1. Ciptakan lingkungan aman dan terbuka, dimana Anak merasa aman dan nyaman ketika diajak berbicara, bisa menggunakan mainan /buku-buku cerita sesuai usia anak. Guru harus dapat memahami dan menghargai hak anak, menghargai perbedaan yang dimiliki setiap anak dan mengenali setiap karakter capaian perkembangan anak.

2. Bangun hubungan positif dan pengasuhan yang positif, antara lain dengan mengajukan pertanyaan yang terbuka, serta dengan menunjukan minat yang tulus (genuine) pada pengalaman dan perasaan anak. Lakukan pengasuhan yang positif dengan memberikan pemahaman dan pengertian tentang kehidupan sosial yang baik, bermain peran bersama anak untuk memberikan gambaran akan bahayanya perundungan karena akan melukai orang lain. Mencermati perubahan perilaku anak, baik secara fisik maupun psikologis, tunjukkan perhatian saat anak merasa terpuruk dan bantu anak untuk bangkit, dan latih anak untuk dapat melakukan pilihan baik dan menghindari hal yang buruk dengan cara yang sederhana.

3. Validasi pengalaman anak, salah satunya dengan mendengarkan cerita tanpa menilai /meragukan pengalaman anak. Harus diingat bahwa validasi perasaan yang dirasakan adalah penting dan wajar.

4. Identifikasi dampak emosional, dengan membantu anak untuk mengidentifikasi dan mengekspresikan emosi yang dirasakan, lalu menjelaskan bahwa ini perasaan yang normal.

5. Ajar keterampilan kelola emosi, disesuaikan dengan usia anak, misalnya teknik bernapas, berhitung hingga 10 atau mengatakan sesuatu pada diri sendiri.

6. Bangun keterampilan sosial, dengan membantu anak untuk memiliki cara berinteraksi yang positif dan inklusif melalui buku cerita atau bermain peran.

7. Bimbing dalam pemecahan masalah, dapat dilakukan dengan mengajak anak berdiskusi ketika suatu masalah muncul dengan memberikan bimbingan alternatif solusi.

8. Berkomunikasi dengan pihak terkait, misalnya dengan melibatkan orang tua dan pihak lain yang dapat mendukung anak. Diskusikan strategi yang bisa dilakukan di rumah dan di sekolah. Merujuk anak ketika diperlukan.

Sudah saatnya kita semua, bersama dengan orangtua dan juga lembaga penyedia Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) belajar bersikap benar dan tepat dalam mencegah serta menyikapi kasus perundungan pada anak-anak, agar anak-anak dapat bertumbuh dan mengeksplorasi seluruh potensi aspek perkembangan dirinya dengan maksimal dan terbentuk fondasi awal masa pembentukan karakter anak yang sesuai dengan tujuan Pendidikan Nasional.

Taman Kanak-kanak merupakan tempat yang tepat dan utama untuk anak-anak dapat teladan yang baik dari Guru/Orang tua/Warga Sekolah, tempat anak-anak mendapatkan pengasuhan yang positif, pembentukan karakter yang kuat, sebagai kunci terbentuknya pribadi yang positif dan memiliki rasa percaya diri. Sehingga anak dalam kehidupan usia berikutnya tidak menjadi pelaku dan akan tangguh dan tepat menentukan sikap jika menghadapi aksi perundungan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun