Mohon tunggu...
diyah meidiyawati
diyah meidiyawati Mohon Tunggu... Guru - tinggalkan jejak kebaikan lewat tulisan

Diyah Meidiyawati, S.S, , seorang guru honorer di sebuah SMA swasta di Bojonegoro, Jawa Timur .

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Membaca: Solusi Cerdas

29 Januari 2024   07:00 Diperbarui: 29 Januari 2024   07:19 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

“Pada dasarnya manusia terlahir dengan anugerah akal dan membaca adalah sarana untuk mengisi akal pikiran kita. Akal pikiran yang berisi ilmu pengetahuan hanya bisa dicapai dengan membaca. Semakin banyak membaca, semakin banyak pula ilmu pengetahuan yang mengisi akal pikiran kita.’’

 

Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, kebiasaan membaca sesungguhnya memiliki nilai historis. Para tokoh pendiri negara ini adalah mereka yang memiliki kecintaan luar biasa terhadap buku. Sebut saja Soekarno, Hatta,  Moh. Yamin, Agus Salim, dan tokoh-tokoh lainnya adalah para tokoh pecinta buku.  Mereka dikenal bukan hanya karena pandangan politik, tetapi mereka dikenal pula sebagai tokoh intelektual yang cerdas.

Kualitas intelektual tokoh-tokoh tersebut telah ikut serta mengantarkan negara  Indonesia menuju gerbang kemerdekaannya. Salah satu tujuan negara yang tersurat dalam preambule UndangUndang Dasar 1945 tepatnya di alinea ke-4 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Tampaknya para founding fathers kita telah mendesain republik ini menjadi negara yang berkomitmen terhadap kecerdasan rakyatnya.  

Mencerdaskan bangsa identik dengan penguasaan pengetahuan oleh seluruh rakyat. Untuk mewujudkan amanat pembangunan tersebut, tentu saja negara kesatuan ini tidak tinggal diam. Sejarah mencatat bahwa pemberantasan buta huruf, sebuah program di masa lampau yang ditujukan untuk menjadikan masyarakat menjadi ‘melek huruf’ bisa baca dan tulis telah diupayakan. Program lain yang juga dilakukan untuk mewujudkan amanat tersebut adalah  Wajib Belajar 9 tahun yang selanjutnya diperpanjang dengan Wajib Belajar 12 tahun.

Aksi nyata yang telah dilakukan oleh negara ini jelaslah dimaksudkan untuk menjadikan warganya menjadi insan yang berpendidikan dan terdidik. Kecerdasan akan pengetahuan sangatlah ditentukan oleh tingginya tingkatan ilmu pengetahuan yang diakses melalui perolehan informasi lisan dan tulis. Semakin banyak insan yang dahaga akan pengetahuan maka semakin tinggi peradabannya. Di sinilah terbentang relasi bahwa kebudayaan dan keberadaban suatu bangsa berbanding lurus dengan tingkat literasinya.

Sejarah menunjukkan bahwa bangsa yang maju kebudayaan dan peradabannya adalah bangsa yang kuat tradisi literasinya. Tingkat literasi mereka sangatlah besar terhadap bacaan-bacaan cendekiawan di jamannya. Budaya literasi sangatlah penting dalam memainkan peran pembentuk insan cerdas yang pada saatnya nanti akan menciptakan bangsa yang cerdas dan berkualitas.

Literasi tidak hanya terkait dengan kemampuan membaca dan menulis. Ditjen Dikti menyebutkan ada enam literasi dasar yang perlu dikuasai, antara lain: literasi baca tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi digital, literasi budaya dan literasi finansial. Namun, apapun keberagaman literasi itu, tetaplah literasi baca tulis yang menjadi fondasi awal dan penyangga untuk mengakses literasi-literasi lainnya.

Persoalan literasi sejatinya kerap disosialisasikan dan dieksekusi oleh pemerintah dengan berbagai aksi nyata di lapangan. Namun, nampaknya budaya literasi memang belumlah terbentuk. Sebagian besar orang akan disibukkan dengan gadget dibandingkan dengan buku. Bukan untuk membaca, tetapi untuk ber-medsos ria berjam-jam. Sebenarnya sudah banyak aplikasi buku elektronik yang dapat diakses melalui gadget, namun hal ini tak membuat preferensi ber-medsos mereka beralih.

Tak jarang pula mereka akan berkomentar negatif atau reshare berita yang belum tentu kebenarannya. Bahkan banyak media online yang memuat informasi bahwa tingkat kesopanan netizen Indonesia menempati urutan paling rendah di Asia Tenggara. Mengenaskan, bukan? Negara kita yang dikenal dengan budaya santunnya ternyata tidak serta merta menjadikan netizen-nya santun dan berbudaya.

Minimnya ilmu ditambah lagi dengan malas membaca itulah yang memicu mereka untuk mudah nyinyir dan tersulut. Ibarat tong kosong berbunyi nyaring, itulah gambaran mereka. Agar tong tersebut tidak berbunyi nyaring maka perlulah diisi penuh dengan ilmu pengetahuan. Mengisinya jelas dengan belajar, dan satu aktifitas belajar yang bisa dilakukan kapan saja dan di mana saja adalah membaca.

Sebenarnya banyak definisi membaca yang disampaikan para ahli. Namun banyak sumber mengatakan bahwa secara sederhana membaca adalah cara mendapatkan informasi atau pesan yang disampaikan pembaca melalui tulisan.             

Buku – dalam rupa fisik maupun digital - adalah sarana untuk mendapatkan informasi seluas – luasnya, sedang membaca adalah aktifitas penentunya. Buku memuat banyak informasi dari segala lini kehidupan dan hal yang paling penting adalah informasi inilah yang akan memperkaya knowledge dan insight kita.

Informasi tidak hanya berada dalam  buku fisik maupun digital, tetapi informasi juga  bisa  tertulis pada surat kabar dan majalah. Bahkan pada buku, majalah dan koran bekaspun informasi penting bisa tersembunyi. Jadi tidak ada istilah kesulitan untuk mendapatkan sumber informasi dan pengetahuan di jaman ini.  Hanya  satu kuncinya, apakah kita mau membaca dan menjadikan aktifitas ini sebagai sebuah habit?

Ada ungkapan we first make our habits then our habits make us. Kita yang membentuk kebiasaan terlebih dahulu baru kemudian sifat kebiasaan itu muncul. Kita  yang memaksa diri sendiri untuk berbuat baik baru kemudian perbuatan baik itu akan menjadi kebiasaan kita. Kitalah yang mendisiplinkan diri dengan aktifitas membaca baru selanjutnya membaca akan menjadi kebiasaan tanpa kita sadari.  

Kebiasaan rutin dalam membaca akan memberikan link ke berbagai bahasan pengetahuan dan informasi yang up to date. Setiap pembacanya akan dibawa ke dunia yang berbeda, dunia yang luas dengan beragam ide dan wawasan kehidupan. Apalagi jika asupan bacaan itu dari berbagai genre dan subyek, tentunya pemahaman yang didapat akan lebih komprehensif.

Saat membaca tentulah terjadi transfer informasi menuju sistem otak. Informasi inilah yang akan diproses lebih lanjut menjadi pengetahuan. Jadi, jika seseorang menjadikan aktifitas membaca sebagai sebuah rutinitas maka kemungkinan besar peluang  informasi yang ia dapatkan akan menjadi pengetahuan. Mengapa demikian?

Beberapa sumber mengatakan bahwa pengulangan dalam membaca – reread – memberikan peluang besar bagi informasi tersebut tersimpan ke memori jangka panjang yang nantinya akan menjadi pengetahuan. Terlebih lagi jika bahan bacaan tersebut merupakan  informasi menarik dan berkesan bagi si pembaca. Misalkan saja seseorang yang gemar  membaca puisi karya Sapardi Djoko Damono. Bukanlah hal sulit baginya untuk mengingat dan mungkin menceritakan isi bait-bait karya Sang Maestro karena sebenarnya pembaca tersebut memiliki modal dasar rasa suka sehingga membaca ulang akan menjadi habit-nya.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa orang pintar berpengetahuan tidaklah terbentuk secara sendirinya. Otak serupa ini dapat terbentuk karena terus dilatih menyerap informasi, pengetahuan dan ilmu baru melalui aktifitas membaca.  Bukan hal yang mustahil jika otak yang sering dilatih untuk menyerap informasi, pengetahuan dan ilmu baru akan menjadi semakin hebat. 

Sebaliknya jika otak tidak dibiasakan untuk menyerap informasi, pengetahuan dan ilmu baru, otak tersebut akan melemah dan tumpul.  Membaca merangsang otak dalam mempertajam analisis pemikiran. 

Banyak buku yang memuat bacaan serius . Ini artinya bacaan tersebut mengajak pembaca untuk berpikir serius dan menjawab berbagai macam pertanyaan pelik dan rumit serta mungkin memberikan solusi dari sebuah masalah. 

Sebagai contohnya adalah masalah politik yang kian hari semakin sering diperbincangkan. Banyak politisi maupun pengamat politik  yang memberikan opini, menjawab isu-isu politik bahkan juga memberikan solusinya dengan beragam opsi pemecahan masalah yang terkadang jauh dari benak pikiran orang awam.

Coba saja diperhatikan saat ada bincang atau debat-debat ilmiah. Mereka bisa memberikan opini, memberikan feedback, bahkan menyerang balik setiap statement lawan debat dengan lihainya. Tentunya hal ini disebabkan  otak mereka telah terlatih membaca buku-buku serius dan berat yang menuntut mereka untuk cerdas dan kritis menganalisis isu-isu sosial terkini.

Membaca juga melatih otak seseorang untuk berimajinasi. Berbagai sumber menyebutkan bahwa imajinasi adalah daya pikir untuk membentuk gambaran atau peristiwa berdasarkan pada kenyataan atau pengalaman. Bahkan dalam psikologi, imajinasi ini dipakai untuk merujuk pada proses membangun kembali persepsi dari benda yang telah mendapatkan persepsi di awal. Setiap orang tentunya memiliki daya imajinasi, akan tetapi orang yang suka membaca memiliki daya imajinasi yang lebih terarah karena informasi yang dimilikinya.

Imajinasi yang dibentuk dengan dasar pengetahuan dan wawasan sering menciptakan solusi masalah yang ada. Misalnya, seorang yang baru saja terkena PHK perusahaan. 

Untuk sejenak ia akan galau,  tetapi kemudian ia akan move on dari kegalauan dan mengembangkan ide-ide dalam imajinasinya untuk mencari solusi. Bisa jadi ia akan beralih pada pekerjaan lain atau merintis usaha sendiri tanpa tergantung pada perusahaan-perusahaan . Jadi, jelaslah bahwa membaca akan menjadikan ide-ide kita terus berkembang positif dalam mencari solusi permasalahan.  

Buku yang kita baca juga dapat membantu kita untuk berpikir lebih kreatif dan inovatif.  Bukan hal aneh jika orang mampu berkreasi dan berinovasi dengan hal-hal baru dan tampak aneh. Semua itu karena materi bacaan yang dikonsumsinya berisi informasi dan pengetahuan yang menstimulus otak untuk mengembangkan ide-ide kreatif dan inovatif. 

Misalnya, seorang pelajar yang pada awalnya merasa kesulitan belajar bahasa asing. Bisa jadi ia menemukan buku yang berisi cara mudah mempelajari bahasa asing dan ia benar-benar menerapkan trik-trik di dalamnya. Inilah yang disebut inovasi yang sebelumnya tidak pernah diketahui. Alhasil, pencapaian pelajar tersebut selangkah lebih maju.

Membaca mampu mengubah cara pikir. Mengapa? Kita hidup dengan memiliki cara pikir dan sudut pandang yang berbeda terhadap sesuatu. Setiap buku yang kita baca tentunya akan memberikan sudut pandang. Buku A memberikan sudut pandang versi A. Buku B memberikan sudut pandang versi B, demikian seterusnya. Sebagai pembaca yang tentunya memiliki ide-ide yang berkembang, kita akan terus menyerap informasi tersebut hingga pada akhirnya kita akan menemukan sudut pandang yang dianggap paling baik dan tepat untuk selanjutnya dapat kita terapkan dalam hidup bermasyarakat.

Saat kita membaca buku-buku yang berkisah tentang perjuangan hidup seseorang, tak jarang kisah tersebut menginspirasi. Jika sebelum membaca buku-buku itu kita cenderung menjadi sosok yang suka mengeluh, cepat putus asa dan cengeng, setelah membaca buku tersebut bisa jadi kita akan tergugah untuk meneladani kisah kegigihan dan pantang menyerah dari tokoh yang ada pada buku tersebut. Bukan hal yang tak mungkin pula bila tokoh yang ada pada buku tersebut menjadi sumber keteladanan.

Hal penting yang dapat kita petik pula dari membaca selain mengubah cara pikir adalah melatih kearifan dan kebijakan. Banyak buku yang berkisah tentang kearifan dan kebijakan seseorang dalam menjalani hidup. Kisah-kisah dalam buku  tersebut dapat memberikan wawasan dan kesadaran akan kearifan dan kebijakan tanpa kita merasa digurui oleh buku tersebut. Pengetahuan dan ilmu yang yang ada pada kisah-kisah tersebut dapat menguatkan kepribadian kita untuk dapat melihat dan memilih segala sesuatunya dengan lebih obyektif.

Saat kita membaca biografi seorang tokoh Buya Hamka, misalnya. Secara tak langsung pesan-pesan moral yang beliau sampaikan lambat laun bisa berpengaruh pada pemikiran.  Tanpa sadar kita mengadopsi pesan moral pada buku tersebut dan tidak terasa kita akan terpengaruh dengan sikap arif dan bijaksana  tokoh tersebut.  Terbukanya pemikiran serta luasnya ilmu akan selalu mendorong kita untuk bersikap obyektif dan bertindak arif dan bijaksana seperti tokoh tersebut.

Tak kalah pentingnya, membaca menjadikan kita pandai berbahasa. Disebutkan bahwa kecerdasan linguistik adalah kemampuan menggunakan kata secara efektif, baik secara lisan maupun tertulis. Ada kalanya kecerdasan berbahasa atau kecerdasan linguistik  ini memang diberikan sejak manusia lahir sebagi anugerah Sang Pencipta. Akan tetapi bukan hal yang tak mungkin jika kecerdasan berbahasa juga dapat diperoleh melalui aktifitas membaca. Kecerdasan ini meliputi kemampuan untuk menyimak, berbicara, membaca dan menulis.

Kita sering menemui orang-orang yang pandai berbahasa dalam menyampaikan pesan baik secara lisan maupun tulis. Sebut saja Proklamator kita, Ir. Soekarno. Beliau adalah seorang negarawan, orator, bahkan juga penulis. Sebagai negarawan dan orator, Ir. Soekarno sangatlah dikenal dengan pidato-pidatonya yang mempunyai judul-judul yang masih terngiang di telinga kita. Sebut saja Jas Merah. Bahkan sebagai seorang penulispun, Ir. Soekarno telah mewarnai sejarah bangsa dengan buku fenomenalnya Di Bawah Bendera Revolusi, sebuah buku yang berisi gagasan dan pemikiran orisinalnya tentang bangsa dan negara yang dipimpinnya.  

Banyak riset membuktikan  bahwa semakin tinggi minat membaca tentunya akan beriringan dengan semakin tinggi pula perbendaharan diksi, kemampuan menulis dan tentunya ilmu pengetahuan. Jelaslah bahwa banyak membaca adalah satu hal yang berpengaruh pada kemampuan berbahasa. Orang dengan minat baca yang tinggi dapat dipastikan memiliki keluwesan dan kefasihan dalam menyampaikan pesan, baik lisan maupun tulis. 

Sedangkan orang yang kurang membaca bisa dipastikan bahwa ia kurang luwes dalam menyampaikan pesan. Bukankah pada buku-buku yang kita baca memuat pesan yang terkemas dalam kosa kata dan struktur bahasa yang bagus?  Di buku itulah kita belajar berbahasa.

Bukan hal yang mengherankan jika para politisi, orator, penulis, sastrawan menyampaikan pesan-pesannya dalam kemasan bahasa yang bagus sehingga kita tidak jarang terpukau dan terpengaruh. 

Di Indonesia, kita punya Pramoedya Ananta Toer dengan banyak karya yang mengangkat ide-ide perjuangan dan penghargaan kemanusiaan. Di luar negeri kita ambil contoh yang mudah kita ingat saat ini, JK Rowling. Betapa piawainya mereka berkisah dengan tulisannya, seakan-akan kita  masuk ke dalam dunia novel. Mereka  mampu melukiskan detil peristiwa dengan kemasan kata-kata yang bagus. Itulah kecerdasan berbahasa.

Jika kita renungkan sungguhlah hebat manfaat membaca. Kualitas seseorang dapat ditentukan dari kebiasaan membacanya. Hanya dengan membaca kita dapat menyerap informasi sebanyak-banyaknya sehingga pada akhirnya nanti akan membentuk manusia cerdas, kritis dan bermental positif. Tanpa kita sadari sesungguhnya  buku telah menjadikan kita cerdas intelektual, cerdas emosional, cerdas sosial dan juga cerdas spiritual.

Mencerdaskan bangsa harus dimulai dengan semangat long life education (belajar sepanjang hayat) melalui kebiasaan membaca. Membaca mengantarkan kita ke gerbang pencerahan yang akan membawa perubahan mental, cara pikir, sikap dan perilaku yang tentunya sangat bernilai guna dalam kehidupan pribadi pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. 

Apalagi saat ini, bangsa kita dituntut untuk tetap eksis dalam akselerasi  kemajuan jaman. Tantangan masa depan semakin berat dan kompleks dengan disertai laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.  Tentulah hal ini menuntut sumber daya manusia yang berkualitas tinggi, baik akal dan mentalnya yang salah satunya terbangun dari kebiasaan membaca.

Bersahabatlah dengan buku karena buku adalah jembatan untuk kita berusaha menjadi makhluk Tuhan yang yang selalu bersyukur dan mencintai ilmu. Bukankah ada bedanya antara orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu? Tentunya Tuhan akan mengangkat orang yang berilmu dengan derajat yang lebih tinggi. Jadi tunggu apa lagi? Membacalah untuk menjadi cerdas mulai sekarang!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun