"Enam bulan, An."
"Udah pernah periksa?" tanyanya lagi.
"Udah," jawabnya singkat.
Mariana mengerutkan kening. Apa Bu Ira tidak mendata Rahma waktu periksa, hingga ia tidak masuk data rekapannya.
"Kok aku nggak lihat namamu di data Bu Ira. Periksa di mana?"
"Dukun bayi, Na." Aku menganga tak percaya, zaman sekarang masih ada yang ke dukun bayi? "Lagian, di puskesmas bidannya galak-galak. Kalau ke tempatnya Bu Ira juga, harus bayar. Mending ke dukun bayi, lebih murah," jelasnya.
"Astaga, Rahma." Aku gemas mendengar alasannya. "Periksa apalagi lahiran di dukun bayi tuh nggak boleh. Kalau kamu kenapa-napa, siapa yang mau tanggung jawab? Pasti yang disalahin bidannya," ceramahku disertai sabar.
"Lagian, kalau takut sama bidan puskesmas, terus di Bu Ira mahal, kenapa nggak ke poskesdes, kan nggak bayar."
Rahma nyengir.
"Pokoknya, besok kamu periksa ya ke poskedes. Besok aku sama Bu Ira ada di sana. Harusnya kamu itu periksa minimal tiga kali kalau udah enam bulan gini."
"Harus banget, ya, periksa ke Bu Ira?"