"Gimana?" tanya pria di seberang, mencoba memastikan jika ia tidak salah dengar.
Mariana menghela napas panjang. Sudah sebulan ini ia belum bertemu Reza, tapi mau gimana lagi, tugas menuntutnya membatalkan janji mereka.
"Iya, Za. Kita nggak jadi malmingan hari ini. Aku masih harus mendata bumil di sini. Sekalian laporan sama Bu Ira," jelas Mariana mencoba memberi pengertian sekali lagi.
Terdengar embusan napas dari seberang. Mariana tahu, Reza pasti kecewa dengannya. Mereka sudah menjalani hubungan jarak jauh, bertemu hanya waktu Reza liburan. Kini malah tidak bisa bertemu, karena Mariana masih ada tugas.
"Oke," ucapnya kemudian.
"Makasih, ya, udah ngertiin aku."
Reza mengangguk meski yang diajak ngobrol tidak tahu. Mariana bersyukur, Reza mau memahami dirinya.
Setelah mengobrol beberapa menit dengan Reza di telepon, Mariana kembali melanjutkan tugasnya. Melihat data ibu hamil yang telah melakukan pemeriksaan. Lalu merekap kembali data mereka melakukan pemeriksaan hingga bulan ini.
Dari tiga puluh data ibu hamil yang sudah ia rekap, masih banyak yang belum melakukan pemeriksaan. Ibu hamil trimester satu yang mencakup usia kehamilan hingga dua belas minggu hanya satu orang yang melakukan pemeriksaan dua kali, lima lainnya masih satu kali. Padahal minimal pemeriksaan trimester pertama terbaru tahun ini dua kali.
Mariana membaca detail rekapannya. Ia tidak habis pikir, bagaimana bisa mereka begitu tidak peduli dengan kehamilannya. Periksa kehamilan secara gratis saja malas, bagaimana kalau disuruh membayar? Mariana menggeleng tidak mengerti.
"Gimana, Mar?" tanya Bu Ira selaku bidan desa di Desa Sekarwangi. Menghampiri Mariana yang masih berkutik di meja kerjanya.