"Penyesalan memang selalu datang terlambat, namun tiada kata terlambat bagi kamu yang mempunyai tekad, disaat segala sesuatu yang telah kita buang secara sia-sia, semua waktu, cita, cinta dan harapan orang terkasih gantungkan kepada kita, tidak akan bisa diulangi setiap moment yang pernah kita lakukan." - Ali Rayhan Pratama-
***
"Nanti kalau udah besar Ali mau jadi apa ?" tanya Ayah kepada Anaknya
"Nanti kalau sudah besar Ali ingin seperti Ayah, Ali ingin menjadi kebanggaan nya Bunda dan Adik Chaca dan melindungi mereka dari segala yang jahat" jawab Ali, Ingatan itu terus berputar dibenak sang bunda yang tengah berdoa pada sang pencipta mencurahkan segala isi hatinya meminta agar anak yang selama ini ia besarkan dengan penuh kasih sayang tidak terjerumus semakin dalam pada pergaulan yang salah. Setelah selesai mencurahkan isi hatinya Aisyah bergegas ke dapur menyiapkan makan siang untuk putra putrinya. Tidak berapa lama terdengar  suara motor yang berhenti di garasi rumah, Aisyah pun langsung berjalan menuju depan rumah terlihatlah seorang remaja yang baru saja turun dari kendaraannya.
"Sudah pulang Al, dari mana saja, kamu tidak ke kampus ?" pertanyaan-pertanyaan yang di lontarkan Aisyah kepada Ali.
"Bukan urusan bunda, mau Al kemana aja " jawabnya
Miris sekali dalam hati Aisyah, anaknya yang selama ini tidak pernah berkata kasar, sopan, selalu sayang dengan keluarga belakangan ini menjadi dingin, sejak ia kehilangan sosok panutan yang selalu ia dambakan, Ayahnya telah menghadap kepada sang pencipta. Insident kecelakaan saat ayahnya berangkat ke kantor ditabrak sebuah mobil, dan pelaku yang melarikan diri tidak bertanggung jawab atas apa yang terjadi membuat Ali sangat terpukul, hingga menyalahkan sang pencipta atas apa yang terjadi, kenapa seorang panutan yang baik selalu menolong orang yang lemah, hati yang selalu bersih, selalu ingat dan tidak pernah absen untuk berbincang dengan Allah melalui sholat dan doanya setiap waktu, di ambil begitu cepat dan dengan cara yang seperti itu.
"makan dulu Al sama adik mu, bunda udah siapin makanan"
Tidak ada yang bersuara saat berada di meja makan, hanya dentingan sendok dan garpu yang menghiasi kesunyian. Tak berapa lama Ali pun beranjak telah selesai.
"Mau ke mana lagi Al, sholat dulu, nanti keburu waktu habis"
"Ngapai Sholat bun, tidak ada gunanya"
"Astaghfirullah Al, Sholat adalah kewajiban kita kepada sang pencipta yang telah memberi kasih sayang"
"Kasih sayang?, kalau dia memang sayang dia tidak akan mengambil ayah dengan cara yang seperti itu, apa itu yang dinamakan kasih sayang kepada hambanya yang selalu bertaqwa kepadanya, itu nama nya tidak adil bun"
"Ngapai Sholat bun, tidak ada gunanya"
"Astaghfirullah Al, Sholat adalah kewajiban kita
"Al, di panggilnya ayahmu dengan cara begitu bukan karena dia tidak sayang kepada kita, tapi itu adalah takdir darinya, serta ujian untuk kita bagaimana kita bisa menerima nya dengan ikhlas."
Ali seakan tutup telinga mendengar perkataan dari bundanya, ia keluar meninggalkan rumah menuju tempat yang belakangan ini menjadi salah satu yang tidak pernah absen untuk dikunjungi, tempat dimana ia melepaskan segala emosi yang merasuki hati dan dirinya, tempat yang sebentar lagi akan di penuhi oleh suara bising yang keluar dari pipa besi, kegiatan baru yang ia lakukan sejak sang panutan yang ia sayangi pergi, kegiatan yang dengan rela ia mengorbankan waktunya yang seharusnya ia gunakan untuk menggapai cita-cita yang telah ia impikan sejak kecil.
"priffffffttttt" suara menandakan mulainya pertandingan yang diikuti oleh Ali dan rivalnya, Ali pun mulai melajukan kendaraannya dengan kecepatan tinggi, menit-menit pertama persaingan yang sehat terlihat dan berjalan dengan lancar namun, saat pertengahan terlihat sang rival yang dengan sengaja mendorong motor yang dikendarain oleh Ali mengakibabkan hilangnya keseimbangan hingga terjatuh Ali terlempar cukup jauh,
sesaat tempat kejadianpun dipenuhi dengan wajah kekhawatiran temen-temen yang selama ini membawa ali ke dalam dunia tersebut. Sesaat kemudian Alipun dilarikan ke rumah sakit dengan keadaan tidak sadarkan diri disertai luka pada bagian kepalanya yang terlihat darah memenuhi kepalanya.
"Bagaimana dok keadaan anak saya?" tanya Aisyah dengan suara yang parau
"Anak ibu untuk saat ini kita hanya bisa meminta kepada yang diatas agar bisa diberikan pertolongannya, untuk saat ini hanya itu yang bisa saya katakan, kita liat perkembangannya nanti, terus berdoa agar diberikan mukjizatNya"
"Aminn ya Allah, terimakasih Dok"
Setelah melakukan operasi Alipun dipindahkan ke ruang perawatan, saat itu juga berderai air mata yang keluar dari mata orang yang selama ini begitu sayang serta selalu mendoakannya utuk yang terbaik. Aisyahpun langsung menggenggam tangan Ali seolah ingin menyalurkan kekuatannya kepada Ali agar mampu membuka mata seperti sedia kalahnya.
"Al, bunda selalu mendoakan Ali di mana pun bunda berada dan kapanpun, setiap napas yang bunda hembuskan selalu kalian yang bunda doakan agar kalian meraih apa yang telah kalian impikan selama ini, dan selalu di lindungi Allah dan berada pada jalanNya. Mungkin sekarang ujian bunda karena terdapat kesalahan yang telah bunda lakukan sebelumnya, dan bunda yakin Allah memberikan ujian kepada hambanya sesuai kemampuan, dan semoga bunda bisa melewatinya dengan ikhlas, Al, bunda selalu mendoakan mu dan adikmu, bunda merindukanmu yang dulu, dimana terpancar cahaya yang indah dari mata mu, cahaya harapan dan impian, Al jangan lama-lama tidurnya, bunda sama Chaca merindukanmu, dan selalu menyayangimu" akhir ungkapan hati Aisyah dengan kecupan di dahi Ali. Di saat itu juga mengalir cairan bening yang keluar dari kedua mata Ali yang masih tertutup.
Di dalam alam yang lain, Ali seperti berada di suatu tempat yang luas, dimana tempat yang sangat menyejukkan bukan karena udara yang dingin, tetapi semua hal yang menyejukkan saat dipandang. Dia melihat dimana duduk seorang pria dewasa dengan anak kecil laki-laki yang terlihat sadang bercengkrama akrab seperti seorang ayah yang sedang membahas sesuatu yang penting, Ali pun memberanikan untuk mendekatkan dirinya. Terdengarlah pertanyaan demi pertanyaan yang diloncarkan oleh Ayah anak laki-laki tersebut.
"Nanti kalau udah besar Ali mau jadi apa ?" tanya Ayah kepada Anaknya
"Nanti kalau sudah besar Ali ingin seperti Ayah, Ali ingin menjadi kebanggaan nya Bunda dan Adik Chaca dan melindungi mereka dari segala yang
jahat" jawab Ali,
Kejadian tersebut pun langsung berputar di benaknya ternyata yang ia lihat ialah versi dia sewaktu kecil saat bermain bola di belakang rumah, bunda yang menghampiri membawakan kue dan minuman yang membuat ia memberhentikan sejenak permainannya dengan Ayahnya, saat istirahat ayahnya menanyakan tentang mimpi dan cita-cita, yang langsung dijawab sesuatu yang ingin ia lalukan tanpa memikirkan bagaimana cara nya, dan apakah ia mampu. Ali kemudian berjalan lebih dekat untuk memastikan bahwa yang dilihatnya bukan la khayalan semata, tetapi semakin dekat ke objek yang dia inginkan, objek tersebut menghilang, saat ingin mencari kemana objek tersebut terdengar suara yang tidak asing di telinganya.
"Al, segala sesuatu yang menurut pemikiran manusia itu benar bukan berarti benar juga menurut Allah, dan sebalik nya sesuatu yang menurut manusia itu salah bukan berarti salah juga menurutNya, ketahuilah bahwa Allah itu sangat menyayangi hambanya, Dia tau mana yang terbaik untuk hambanya. Jadilah perisai bagi orang yang selalu berada didekatmu" suara tersebut pun menghilang. Tak berapa lama tangan Ali bergerak sedikit demi sedikit diikuti matanya yang mulai terbuka.
Sesaat melihat ada gerakan dari jari tangan Ali, Aisyah pun menekan tombol pemanggilan dokter.
"Al, kamu sudah sadar Nak?" disusul masuknya dokter dan beberapa perawat. Merekapun langsung memeriksa kondisi Ali
"Gimana dok ?" tanya Aisyah
"Alhamdulillah patut kita berterima kasih dan bersyukur kepada Allah, kondisi anak ibu amat baik, sungguh luar biasa".
Kondisi Ali pun semakin hari semakin membaik, dan perubahan sikapnya pun mulai seperti semula, tetapi masih ada sebagian hatinya yang masih memikirkan beberapa kejadian yang belakangan ini terjadi padanya. Saat-saat terkahir keberadaannya di rumah sakit karena besok ia diperbolehkan pulang ia habiskan waktunya di taman rumah sakit untuk menghirup udara segar serta memandangi orang-orang yang berlalu lalang di sekitar. Tiba-tiba ada seorang perempuan yang belakangan ini sering ia lihat karena kamar yang mereka tempati berdekatan, dia adalah Risya, pasien tetap rumah sakit ini, ia yang selalu keluar masuk rumah sakit karena harus melakukan melakukan pengobatan demi mempertahankan hidupnya. Dan Ali tau akan Hal itu, karena mereka sama-sama sudah saling menceritakan bagaimana kehidupan mereka selama ini.
"Masih memikirkan akan hal itu?" tanya Risya seakan tau apa yang ada di pikiran Ali.
Tidak ada jawaban yang dilontarkan dari mulut Ali
"Semua yang telah terjadi itu pasti yang terbaik Al, menurut kita itu tidak adil, tapi bukan berarti menurut Allah itu sama"
Mendengar kata yang sama seperti apa yang pernah ia dengar sebelum nya, perkataan Ayahnya dimimpi saat ia masih dalam keadaan koma, seakan berputar dipikirannya.
"Kita hanya bisa merencanakan, tetapi kita tidak bisa menentukan bahwa itu akan terjadi atau tidak, karena kita hanya makhluknya, masih banyak yang harus kamu lakukan demi masa depan mu, kamu sekarang sebagai perisai bagi bunda dan adik mu, karena kamu tanggung jawab itu telah beralih kepadamu, maka jalankan amanah tersebut, bukan malah membuat mereka kecewa karena sikap egomu yang muncul sesaat, seakan kamu lah yang paling menderita, pernahkah kamu berpikir, bagaimana perasaan Chaca dan bundamu?., mereka pasti lebih sedih, dan saat satu-satunya perisai mereka, tempat berlindungnya mereka kehilangan arah, bagaimana mereka akan berlindung, siapa yang akan melindungi mereka?".
Seakan kata-kata yang meluncur dari mulut Risya menghantam keras perasaan dan hati Ali, bagaimana dia bisa bersikap sejauh ini, seolah menyalahkan Allah atas kejadian yang telah menimpanya.
"Terimakasih Sya, semoga kamu juga selalu kuat dan Istiqomah" disertai anggukan dan senyuman yang tulus dari keduanya
Saat Ali kembali ke kamar perawatannya, ia melihat di mana Bunda nya sedang meliha berita di televisi bersama Chaca yang duduk di samping Ibunya, saat itu pun Ali langsung menghampiri bundanya dan memeluk dari belakang, tak berapa lama terdengar suara tangisan dari Ali.
"Bunda maafkan Ali, selama ini Ali telah menyakiti bunda, Ali anak yang bodoh yang menyalahkan keadaan yang terjadi kepada Allah, tetapi dia sangat menyayangi kita, maafkan Ali telah mengecewakan Ayah, Bunda dan Chaca, Ali berjanjii akan menjadi perisai kalian, dan akan selalu ada untuk melindungi kalian". Setelah mendengar itu terukir Senyum kebahagiaan tampak di wajah Aisyah
"Bunda selalu menyayangi kalian, bagaimana pun kalian, semoga kalian selalu dalam lindungan Allah" mereka bertinga pun berpelukan layaknya orang yang telah lama berpisah saling menyaluarkan rasa rindu dan kasih sayang.
***
"Harapan yang selalu kita torehkan agar selalu menjadi yang terbaik dan selalu di jalan Allah, menjadi seperti Bunga Dendelion yang terlihat rapuh
saat angin menerjangnya, tetapi tumbuh kembali dimana pun tempat yang ia singgahi" - Ali Rayhan Pratama-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H