Mohon tunggu...
Diva Syafa
Diva Syafa Mohon Tunggu... Tutor - Tutor Qanda

Saya suka meluapkan perasaan saya lewat tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bukan Inginku

31 Juli 2023   21:42 Diperbarui: 31 Juli 2023   21:47 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pexels.com/Bilge Seyma Kutukoglu

Aku terlahir dari keluarga yang kaya dan sangat sukses. Bisnis ayahku berkembang pesat dan buka cabang hampir di seluruh provinsi. Aku terlahir buta sejak kecil, bahkan sejak aku lahir. Aku tidak seperti anak-anak pada umumnya yang bisa bermain kesana kemari dan tertawa riang bersama. Keterbatasanku sebagai seorang tunatera itu bukan inginku, itu kehendak Allah Sang Maha Pencipta. Sampai suatu ketika, waktu itu umurku sekitar 10 tahun dan ingin sekali bermain dengan mereka di taman dekat rumahku.

"Hai teman-teman, aku boleh gabung sama kalian?" tanyaku kepada mereka.

"Eh ada orang buta mau main sama kita!" ledek Tania kepadaku.

"Iya nih, mana level orang buta main sama kita. Bisa-bisa bukannya malah asyik main, malah nuntun si buta!" ledek Yana kepadaku.

"Idih, dengar ya Keisya buta, kita tuh nggak mau temenan sama orang buta. Yuk kita main tali kesana, jangan ajak si buta!" tunjuk Dita kearah agak jauh dari rumahku.

"Stop, jangan hina Non Keisya terus. Kalian jangan seenaknya sama orang yang tidak bisa melihat. Mungkin kalian bisa melihat sekarang, apa yang terjadi kedepannya kita tidak tau. Jangan sonbong dengan kesempurnaan fisik kalian!" ucap Bi Tina yang dari tadi menahan amarahnya.

"Ihh, apaan sih Bibi. Udah, yuk, kita main kesana aja!" ucap Tania kepada Bibi.

Hatiku teriris rasanya mendengar perkataan mereka. Salahkah jika orang buta bermain dengan orang yang bisa dibilang sempurna secara fisik. Toh, aku juga tidak merepotkan mereka karena ada Bi Tina yang menjagaku.

"Yang sabar ya, Non. Non itu orang baik. Insha Allah nanti Non dapat teman yang mau nerima non apa adanya!" ucap Bi Tina kepadaku.
"Iya, Bi. Sayang Bibi!" ucapku seraya memeluk Bibi.

Sebulan kemudian aku terpaksa main di rumah saja bersama Bibi. Mama dan papaku sibuk dengan bisnisnya, aku merasa kesepian. Dunia yang gelap, meski ada cahaya matahari sekalipun tidak akan menyinari atau menyembuhkan indera penglihatanku ini. Entah sampai kapan aku akan terus begini, hanya bisa mendengar dan meraba tanpa bisa melihat.

Kehidupanku serba mewah, tanpa ada kurang sedikitpun. Tapi, keterbatasanku tanpa bisa melihat dunia yang indah kata orang membuat aktivitasku juga terbatas. Bahkan banyak yang iri dengan kehidupan keluargaku yang berkecukupan. Tapi, mereka tidak mengerti rasanya jadi aku dengan segala keterbatasanku.

Sejenak aku berpikir, kenapa aku yang diberi cobaan seperti ini? Keisya, sadar, Allah tidak akan menguji hambanya diluar kesanggupan hambanya. Mungkin Allah memberiku cobaan ini supaya aku bersyukur atas nikmat Allah yang telah diberikan kepadaku. Terkadang kita lupa untuk selalu bersyukur atas sekecil apapun nikmat yang diberikan kepada kita.

Keesokan harinya aku mendengar disebelah rumahku ada tetangga baru. Mereka pindahan dari Kota Y. Bibi bilang anaknya seumuran denganku karena Bibi tadi melihat sekilas di depan rumahku tadi. Aku sumringah mendengar kalau ada anak seumuran denganku. Tapi, apakah dia mau bermain denganku? Apa dia seperti teman-temanku yang menghinaku? Aku ingin sekali keluar rumah dan mendengar dengan telingaku sendiri.

"Non Keisya mau kemana?" tanya Bi Tina kepadaku.

"A-aku mau dengar sendiri Bi siapa tetangga baru kita!" ucapku kepada Bi Tina.

"Bibi temankan ya, Non. Kebetulan kerjaan Bibi di rumah sudah beres!" ucap Bi Tina kepadaku.

"Ayok, Bi. Aku sudah nggak sabar, yuk Bi!" ucapku seraya menarik tangan Bi Tina dan keluar rumah.

Aku dan Bibi pun keluar menengok tetangga baruku. Memang aku tidak bisa melihat, tapi mata batinku bisa melihat dan mendengarnya. Aku dan Bibi pun melihat dari jauh rumah tetangga baruku yang lagi sibuk mengeluarkan barang-barang dari mobil kendaraan roda empat itu. Setelah barang-barang dimasukkan ke rumah semuanya, barulah aku dan Bibi berkenalan dengan mereka.

"Permisi, assalamuaikum!" ucap Bibi kepada tetangga baruku.

"Waalaikumussalam, maaf Ibu siapa ya dan anak ini siapa?" tanya Ibu paruh baya kepadaku dan Bi Tina.

"Maksud kedatangan kami kemari ingin kenalan dengan tetangga baru karena rumah ini udah bertahun-tahun nggak dihuni pemilik sebelumnya dan akhirnya dihuni juga sama Bapak dan Ibu sekekuarga!" ucap Bi Tina kepada mereka.

"Iya, Bu, salam kenal ya. Nama saya Ranti, suami saya namanya Agus, dan anak laki-laki semata wayang saya yang berumur 10 tahun, namanya Nino!" ucap Ibu paruh baya yang bernama Ranti kepada kami.

"Salam kenal Bu Ranti, Pak Agus, dan Nak Nino. Saya Bi Tina, asisten rumah tangganya Non Keisya yang berada disamping saya!" ucap Bi Tina kepada mereka.

"Hai Bi Tina dan Keisya!" ucap mereka nyaris serempak.

"Hai Bu Ranti, Pak Agus, dan Nino. Ternyata kita seumuran ya, Nino!" ucapku seraya tersenyum sumringah kepada mereka.

Aku nggak nyangka jika mereka sudah tau dari gerak gerikku kalau aku tidak bisa melihat dan mereka menerimaku apa adanya. Bahkan Nino mau bermain bersama orang buta sepertiku. Nino ngerti dengan apa yang aku rasakan karena Nino bercerita kepadaku kalau dia pernah kecelakaan dan menyebabkan kebutaan. Nino bisa melihat dengan normal kembali karena ada orang meninggal dunia saat itu dan mau mendonorkan matanya ke Nino.

Semakin hari aku dan Nino semakin dekat. Nino yang bersekolah di sekolah biasa dan aku yang bersekolah di sekolah khusus tunanetra tidak membuat Nino malu berteman denganku. Banyak yang mengejek Nino supaya jangan berteman denganku karena aku buta. Tapi, Nino tidak menghiraukannya.

"Eh, Nino kok kamu temanan sama si buta itu. Mending kamu main sama kita, mau main apa sama orang buta!" ucap Tania yang dianggukkan oleh teman-temannya kepadaku.

"Aku temenan sama Keisya karena dia orang baik, nggak kayak kalian yang bisa menghina orang lain!" ucap Nino kepada mereka.

"Uhh, dasar Nino cemen. Yuk kita main ke taman, bisa-bisa mata kita jadi buram kalau dekat-dekat sama orang buta ini!" ucap mereka kepada kami.

"Keisya, kamu yang sabar ya. Aku disini akan selalu membelamu!" ucap Nino kepadaku.

"Terimakasih sudah menjadi temanku Nino. Kebutaanku ini bukan inginku, bukan juga keinginan orangtuaku, tapi kehendak Allah!" ucapku seraya tersenyum sumringah kepada Nino.

"Sama-sama, Keisya. Udah, jangan bahas itu lagi, nanti kamu jadi sedih!" ucap Nino singkat kepadaku.
***
Beberapa tahun kemudian aku terpisah dengan sahabat kecilku, Nino. Sekarang usiaku sudah menginjak kepala dua. Keinginanku untuk punya butik tersalurkan. Meskipun aku buta, tapi aku sudah menunjuk asisten kepercayaanku untuk menghandlenya. Mama dan papaku sangat mendukung keputusanku untuk membuka butik.

Aku rindu dengan sahabat kecilku, Nino. Dimana dia sekarang? Apa dia ingat denganku. Lima tahun yang lalu terakhir aku berjumpa dan berpisah dengannya karena ingin menggapai cita-cita masing-masing. Nino melanjutkan kuliah ke luar negeri, sementara aku memutuskan untuk membuka butik. Alhamdulillah, usaha butikku berkembang dan banyak yang suka dengan baju-bajuku.

Suatu hari aku ketemu dengan pengusaha besar yang punya perusahaan di berbagai negara, termasuk Indonesia. Dia ingin butikku sebagai busananya untuk pembukaan cabang di Indonesia. Aku terharu sekali mendengarnya. Ternyata pengusaha besar itu adalah Nino, sahabat kecilku dulu. Aku bahagia sekali dan kami lama bercengkerama setelah sekian tahun tidak bersua. Kebutaan memang bukan inginku, tapi Allah memberiku kekuatan hingga aku bisa sukses seperti sekarang ini.
~END

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun