"Sama-sama, Keisya. Udah, jangan bahas itu lagi, nanti kamu jadi sedih!" ucap Nino singkat kepadaku.
***
Beberapa tahun kemudian aku terpisah dengan sahabat kecilku, Nino. Sekarang usiaku sudah menginjak kepala dua. Keinginanku untuk punya butik tersalurkan. Meskipun aku buta, tapi aku sudah menunjuk asisten kepercayaanku untuk menghandlenya. Mama dan papaku sangat mendukung keputusanku untuk membuka butik.
Aku rindu dengan sahabat kecilku, Nino. Dimana dia sekarang? Apa dia ingat denganku. Lima tahun yang lalu terakhir aku berjumpa dan berpisah dengannya karena ingin menggapai cita-cita masing-masing. Nino melanjutkan kuliah ke luar negeri, sementara aku memutuskan untuk membuka butik. Alhamdulillah, usaha butikku berkembang dan banyak yang suka dengan baju-bajuku.
Suatu hari aku ketemu dengan pengusaha besar yang punya perusahaan di berbagai negara, termasuk Indonesia. Dia ingin butikku sebagai busananya untuk pembukaan cabang di Indonesia. Aku terharu sekali mendengarnya. Ternyata pengusaha besar itu adalah Nino, sahabat kecilku dulu. Aku bahagia sekali dan kami lama bercengkerama setelah sekian tahun tidak bersua. Kebutaan memang bukan inginku, tapi Allah memberiku kekuatan hingga aku bisa sukses seperti sekarang ini.
~END
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H