Mohon tunggu...
Diva Fisya Anafri
Diva Fisya Anafri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Mercu Buana

Nama : Diva Fisya Anafri NIM : 43222010010 Jurusan : Akuntansi Kampus : Universitas Mercu Buana Dosen : Prof. Dr. Apollo Daito, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Diskursus Jeremy Bentham's Hedonistic Calculus dan Fenomena Kejahatan Korupsi di Indonesia

15 Desember 2023   00:44 Diperbarui: 15 Desember 2023   03:18 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Pribadi 1 - Cover

Ketika diterapkan dalam konteks fenomena kejahatan korupsi di Indonesia, Hedonistic Calculus dapat memberikan wawasan yang menarik. Para pelaku korupsi mungkin melibatkan perhitungan kebahagiaan dalam tindakan mereka, di mana keuntungan diukur terhadap risiko atau penderitaan yang mungkin terjadi jika tertangkap.

Dalam Hedonistic Calculus, intensitas kesenangan atau penderitaan menjadi faktor utama. Pelaku korupsi dapat mengukur kebahagiaan dengan seberapa besar keuntungan yang diperoleh dari tindakan korupsi. Jika pelaku yakin bahwa keuntungan jauh lebih besar daripada risiko atau sanksi potensial, kemungkinan besar mereka akan melakukan korupsi.

Durasi pengalaman juga menjadi pertimbangan penting dalam perhitungan ini. Para pelaku korupsi mungkin berharap bahwa keuntungan dari tindakan korupsi akan berlangsung lama, menciptakan persepsi kebahagiaan berkelanjutan meskipun risiko negatif mungkin terjadi.

Hedonistic Calculus juga menyoroti kepastian bahwa kesenangan atau penderitaan akan terjadi. Dalam konteks korupsi, para pelaku mungkin berusaha untuk meminimalkan risiko atau meningkatkan kepastian bahwa mereka tidak akan ditangkap atau dihukum.
Faktor kesesuaian dengan nilai-nilai sosial turut memainkan peran. Jika masyarakat cenderung menerima korupsi, pelaku mungkin merasa bahwa tindakan mereka sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku. Sebaliknya, jika masyarakat mengecam korupsi, pelaku harus mempertimbangkan stigma sosial.

Terakhir, kemampuan untuk mengontrol pengalaman menjadi pertimbangan penting. Pelaku korupsi mungkin merencanakan tindakan mereka dengan memastikan bahwa mereka memiliki kendali atas situasi, baik melalui jaringan politik, pengaruh, atau kontrol terhadap lembaga penegak hukum. Kemampuan untuk mengendalikan hasil tindakan korupsi dapat memengaruhi perhitungan kebahagiaan atau keuntungan yang diinginkan.

Secara substansial, Hedonistic Calculus merupakan suatu konsep yang diperkenalkan oleh filsuf Jeremy Bentham sebagai metode untuk mengukur tingkat kesenangan dan penderitaan dalam proses pengambilan keputusan etis. Ide utamanya adalah untuk menilai totalitas kebahagiaan atau kebermanfaatan suatu tindakan dengan memperhitungkan faktor-faktor seperti intensitas, durasi, kepastian, kedekatan, kesuburan, kemurnian, serta tingkat kesenangan atau rasa sakit yang dihasilkan oleh tindakan tersebut.

Setelah kita mengetahui unsur What? Dari teori Hedonistic Calculus yang dikemukakan oleh Jeremy Bentham, selanjutnya ialah Unsur Mengapa? (Why?) dari teori Untilitarisme yang dikemukakan oleh Jeremy Bentham

Gambar Pribadi 3 - Why
Gambar Pribadi 3 - Why
Menurut Jeremy Bentham, manusia diarahkan oleh dua motivasi utama, yaitu rasa sakit dan kesenangan, yang menjadi dasar prinsip utilitarianisme. Prinsip ini menyatakan bahwa undang-undang harus bertujuan untuk menciptakan 'kebahagiaan terbesar untuk masyarakat luas'.

Utilitarianisme, yang dikembangkan oleh Bentham, adalah teori etika konsekuensialis yang menilai moralitas suatu tindakan berdasarkan kegunaan atau kebahagiannya secara keseluruhan. Utilitarianisme Bentham dikaitkan dengan konsep "kalkulus hedonistik," sebuah metode untuk mengukur kesenangan dan penderitaan guna menentukan nilai etis suatu tindakan.

Teori utilitarianisme yang diusung oleh Jeremy Bentham bersama John Stuart Mill dan Rudolf von Jering adalah tanggapan terhadap konsep hukum alam pada abad ke-18 dan ke-19. Utilitarianisme, dirumuskan oleh Bentham dan diperluas oleh James Mill serta John Stuart Mill, kadang-kadang disebut sebagai teori kebahagiaan maksimum. Teori ini mendorong setiap individu mencapai kebahagiaan sebesar-besarnya untuk sebanyak-banyaknya, dengan mengedepankan pandangan bahwa kenikmatan adalah satu-satunya kebaikan yang berharga, dan penderitaan adalah satu-satunya kejahatan yang patut dihindari.

Bagi Bentham, moralitas bukanlah tentang memenuhi kehendak Tuhan atau mengikuti aturan abstrak, melainkan tentang upaya membawa sebanyak mungkin kebahagiaan ke dunia. Prinsip moral tertingginya, yang disebut "prinsip utilitas," mengajarkan bahwa tindakan tersebut seharusnya memberikan "kebahagiaan terbesar bagi jumlah terbesar."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun