Dewi melanjutkan, "Selain itu, bisa juga dengan memanfaatkan internet untuk mengakses buku-buku digital yang bisa dibaca bersama. Banyak situs yang menyediakan e-book gratis yang bisa diakses oleh anak-anak."
"Tentu, itu bisa menjadi solusi yang baik," jawab Martha. "Tapi bagaimana dengan sumber daya manusia? Kita butuh orang yang bisa membantu mengelola taman baca ini."
"Ini perlu kerja sama dengan karang taruna setempat. Mereka bisa menjadi relawan untuk menjaga taman baca dan membacakan buku secara bergantian," saran Dewi.
Martha mengangguk dengan penuh semangat. "Kamu benar-benar punya banyak ide bagus, Dewi. Thanks, ya. Aku merasa lebih optimis sekarang."
"My pleasure, Tha. Kita memang perlu menghidupkan semangat gotong-royong dan kepedulian terhadap pendidikan anak-anak di sekitar kita. Dengan usaha bersama, kita pasti bisa menciptakan li
"Tapi, Wi. Kalau kuamati, sepertinya anak-anak segan, ya, masuk perpustakaan sekolah? Padahal, kan, banyak buku bagus. Apakah perpustakaan sekolah kurang menarik?"
"Benar," kata Dewi. "Perpustakaan sekolah sering kali terlalu formal dan kurang menarik bagi anak-anak. Mereka perlu menciptakan lingkungan yang lebih nyaman dan menarik, dengan menyediakan berbagai macam buku yang sesuai dengan minat anak-anak dan area membaca yang nyaman. Sekali-sekali, sekolah perlu meniru kegiatan interaktif yang dilakukan taman baca. Dengan begitu, perpustakaan sekolah bisa menjadi tempat yang menyenangkan dan memikat bagi anak-anak."
"Kamu benar. Aku akan coba membicarakan hal ini dengan kepala sekolah anakku tentang hal ini. Terima kasih, Dewi."
Dewi mengangguk. "Senang bisa membantu, Martha."
Percakapan mereka berlanjut dengan hangat, membahas lebih jauh tentang pengalaman dan perkembangan anak-anak mereka tanpa ingin membandingkan satu sama lain. Martha merasa semakin yakin dan siap untuk menghadapi pilihan pendidikan bagi anak-anaknya. Sekarang, dia memahami bahwa apa pun pilihan yang diambil, yang terpenting adalah kebahagiaan dan kenyamanan anak-anak dalam proses belajar mereka.