Suatu hari menjelang lebaran tahun 1962 Fanny ke rumah dan langsung masuk ke dapur mencari ibu saya. Rupanya ia sendiri menunggu di mobil. Dan karena Fanny lama tidak keluar-keluar, akhirnya dia sendiri masuk.
Maka bertemu kembalilah kami setelah sekian tahun tidak bertemu muka. Bertemu di kamar makan orang tua saya. Dua-duanya sudah dewasa. Saling berpandang mata. Saling menegur.; ”Kok gula jawa sudah jadi gula pasir,” katanya.
Singkat cerita, dari pertemuan itu kemudian keduanya saling tertarik dan kemudian meyakini bahwa pertemuan tak direncanakan itu adalah awal takdir perjodohan yang telah diatur olehNya.
Pertemuan itu berlangsung pada malam takbir Lebaran tanggal 7 Maret 1962. Sementara Habibie sudah harus kembali ke Jerman di Mei tahun yang sama. Maka dalam waktu yang cukup singkat, mereka mengumumkan pertunangan dan kemudian menikah di tanggal 12 Mei 1962. Resepsi dilakukan sehari setelah akad nikah, di Bandung.
Akhir Mei, Ainun, yang kala itu berprofesi sebagai dokter muda dan telah resmi menjadi istri Habibie, berangkat ke Jerman mengikuti suaminya. Ia rela meninggalkan karier pribadinya untuk bertekad menjadi pendamping hidup dan ibu rumah tangga secara penuh untuk keluarga yang baru saja dibangunnya.
Di Aachen, mereka tinggal di Jalan Preubweg no. 123, sebuah apartemen kecil terdiri dari kamar tidur, kamar tamu, dapur kecil dan kamar mandi. Paviliun itu terletak di atas garasi untuk tiga mobil milik keluarga Goldman, seorang pengusaha percetakan buku.
Rumah besar Goldman sangat indah dan halaman serta kebunnya besar dengan pemandangan yang indah. Daerah rumah Villa Goldman termasuk mewah di daerah elit Aachen. Habibie mendapat rekomendasi dari Professor Dr. Ing Hans Ebner dimana sejak 1960 ia bekerja sebagai asisten dan juga peneliti.
Gaji Habibie termasuk tunjangan DM 1.300,- ( sekitar 680 Euro) bersih adalah jauh lebih dari cukup untuk hidup seorang diri. Tapi sangat terbatas untuk sebuah rumah tangga baru mereka.
Dalam catatan Ainun, pada buku SABJH halaman 383 keadaan mereka di awal tahun dilukiskan sebagai berikut :
Di Aachen kami mula-mula menyewa suatu paviliun tiga kamar. Pada mulanya hidup tidak berat; saya dibantu seorang pembersih rumah. Setelah pembersih rumah tidak ada pun hidup tidak terasa berat karena dari kecil saya sudah diajari mengurus rumah tangga,memasak, mencuci, membersihkan dan sebagainya”
Waktu saya sudah hamil sekitar empat bulan, kami merasa rumah yang kami tinggali akan terlalu kecil buat bertiga nanti.