Pernah suatu hari sekitar jam 4 pagi ia dibangunkan oleh penjaga masjid karena masjid akan dipakai untuk shalat Subuh. Hana mengaku berkali-kali ia ingin bunuh diri, dan meminta dibunuh oleh Ibunya. Tentu saja ini membuat hubungan dengan orang tuanya menjadi retak karenanya.
Kini, Hana memilih tinggal kost sendiri, terpisah dari keluarganya. Penyakit itu memang datang dan pergi semaunya tak kenal waktu. Namun berkat pertolonganNya, melalui berbagai upaya seperti bantuan psikitaternya, serta tekad kuat melawan penyakitnya itu, perlahan-lahan ia dapat mengelola dan menaklukkan penyakitnya.
Yang unik dari Hana adalah, ia mendokumentasikan dirinya sendiri saat dimana ia kambuh ke dalam webcam di laptopnya. Kamera itu selalu standby di kamarnya, sehingga di saat ia dalam kondisi sadar, ia bisa melihat kembali rekaman kondisi dirinya di saat skizofrenia datang menyerang.
Dan Hana, seorang penderita skizofrenia yang mempunyai hobby melukis, menuangkan seluruh imajinasinya dalam karya-karya lukisnya. Lukisan yang sepintas indah namun cukup misterius jika dilihat dari dekat itu pernah dicetak oleh sebuah perusahaan sebagai motif korek api yang kini beredar di berbagai supermarket di Indonesia.
Ilustrasi karya-karyanya dijadikan motif berbagai souvenir seperti mug, T-Shirt, dan kartu pos. Hana kini berprofesi sebagai design freelance di sebuah perusahaan jasa periklanan.
Lilik Suwardi
Pria yang berdomisili di Cianjur ini, menyadari bahwa dirinya terkena skizofrenia di tahun 1999.
Ia bertutur, bahwa di masa kecilnya ia suka sekali bermain-main korek api di luar rumah. Dan sang ibu, melarangnya dengan keras. Ia hanya diperbolehkan bermain korek api di dalam rumah saja. Rupanya bagi Lilik kecil, larangan itu dirasakannya sebagai sebuah hukuman dan tekanan.
Saat itulah, tanpa disadari, ia mulai merasa mempunyai teman bayangan di dalam rumah itu. Rasa tak membutuhkan teman di dunia nyata semakin hari semakin kuatnya, karena ia telah lengkap dengan teman-teman bayangan yang mengelilingi di setiap sudut rumah. Seringkali ia berbincang sendirian dengan asyiknya, dan akan diam begitu orang lain mendekatinya. Mungkin bahasa ibu saya menyebutnya sebagai ”ngromed” atau bercakap-cakap sendiri.
Demikian Lilik tumbuh hingga dewasa dengan berbagai keanehan perilaku di mata orang lain dan keluarganya. Bukan hanya menjadi pribadi yang tertutup dan pendiam, tapi juga sangat sensitif. Yang ia ingat, saat hari menjelang Maghrib, dimana suasana siang berganti malam dan langit beranjak gelap, adalah hari paling menakutkan buatnya. Karena demikian sensitifnya, hingga bunyi denting sendok yang beradu pun akan sangat mengusiknya. Maka tak heran jika ia selalu memilih makan dengan menggunakan jari-jari tangannya, dengan mengendap-endap dan balutan rasa cemas.
Kejadian itu berlangsung hari demi hari. Semakin lama, ia semakin jelas mendengar bisikan suara-suara bernada ejekan dan hinaan serta ancaman. Ia menyadari bahwa ada yang aneh pada dirinya, namun ia tak dapat berbuat apa-apa. Sungguh memilukan mendengarnya :(