Tepa selira, Gotong royong, Hormat menghormati, ah kata-kata sifat itu mungkin kini hanya tinggal kenangan di pelajaran PMP (Pendidikan Moral Pancasila) atau Budi Pekerti zaman bahula. Slogan-slogan kini yang kerap kita temukan adalah Anarkis, Radikal, Amuk dan gejolak-gejolak jiwa amarah.Â
Ketika berbeda pendapat, langsung nyetatus, emosi, nunjuk-nunjuk. Ketika membaca status orang, tersinggung, baper (terbawa perasaan), padahal yang nulis "mungkin" sebagai pengingat untuk dirinya, menyindir saudaranya, orang yang dilihatnya di jalan atau hanya mengutip quote atau tulisan yang ditemukannya di internet.Â
Tapi yang emosi kita, yang baper kita, yang rusak jiwanya kita. Ada apa dengan kita saat ini? Emosian? Tidak diperhatikan, ngambek. Dicuekin, ngamuk. Didebat, demo anarkis, geruduk kantor, merusak fasilitas umum
Apakah semua itu bisa berubah atau diubah? Tentu bisa. Caranya? Asal masih ada Iman di dada. Sila pertama Pancasila itu Ketuhanan Yang Maha Esa. Indonesia meyakini bahwa rakyatnya memiliki Tuhan. Meyakini adanya Sang Khalik. Selama dia masih takut akan Sang Pencipta, maka sikapnya tentu bisa berubah. Tetapi saat ini kondisi kefakiran Iman kita semakin parah. Iman bukan fashion.Â
Iman bukan ditunjukkan dengan cadar, celana cingkrang, jidat hitam, kupluk, gamis syar'i, kalung salib, dupa dan simbol-simbol rohani lainnya. Itu hanya lah fashion tak ubahnya hanya lipstik, pemanis saja. Sesungguhnya Takut akan Tuhan itu lah sejatinya Iman. Ketika mau korupsi, ingat Tuhan.Â
Mau mengirim Hoax, ingat Tuhan. Melempar bom molotov, ingat Tuhan. Memutilasi, ingat Tuhan. Selalu Tuhan, Tuhan, Tuhan. Sehingga prilaku kita selalu terjaga. Kalau saya maki dia, dia pasti akan memaki saya bahkan bisa lebih parah balasannya. Bukan tidak sedikit kasus kematian hanya perkara senggolan, tatapan, uang parkir 2000.Â
Karena Emosi mengalahkan Iman. Tuhan dipinggirkan. Dia sholat, dia ke gereja, dia tahajud, baca quran, dzikir, puasa senin kamis, bahkan pengajar hukum, ustad, mengerti hal baik dan buruk, tapi kok tiba-tiba brutal, korupsi, memutilasi dan hal-hal diluar dugaan seperti Joker yang lagi ngehits sekarang.Â
Karena ibadah yang dilakukannya selama ini tak lebih sebatas rutinitas belaka, KTP doang, seperti makan, minum, olahraga, senggama tanpa makna. Lapar, ya makan. Haus, minum. Birahi, ML. Begitu juga ibadah, terbangun malam, tahajud, pas pagi jelang siang dhuha, senggang dzikir, baca quran semua sebatas hafalan, bacaan, rutinitas belaka.Â
Beda dengan murid shaolin atau tai chi yang berpuluh tahun melakukan gerakan itu-itu saja tapi membekas di hati dan prilakunya, bisa menahan diri dan mengendalikan emosinya. Begitu juga dengan santri dan murid penginjil yang membekas di prilaku sehari-hari. Bahwa ibadah bukan sebatas ritual belaka, bacaan, syair, hafalan tanpa bisa mengontrol, mengendalikan diri dari emosi yang meletup-letup.
Semoga kita bisa mengembalikan kekayaan negeri ini seperti masa lalu dengan bonus SDM dan keragaman SDA yang ada. Aamiin.