Mohon tunggu...
Dirk Novel Alfareza
Dirk Novel Alfareza Mohon Tunggu... Mahasiswa - Aktif

Veritas Vos Liberabit

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tawuran Menodai Esensi Pancasila? Mari Cegah!

27 Januari 2022   01:35 Diperbarui: 27 Januari 2022   01:43 2717
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pancasila merupakan landasan dan gaya hidup bangsa Indonesia yang mengandung nilai-nilai kebangsaan yang harus ditanamkan sebagai penerus bangsa di kalangan anak-anak (Jurnal PEKAN Vol. 6 No.1 Edisi April 2021. Devyanne Oktari, Dinie Anggraeni Dewi).

Seperti paparan terkait esensi Pancasila di atas, maka adalah berbahaya bila kita tidak menggumuli hal-hal yang menjadi buah lunturnya esensi Pancasila, salah satunya adalah Tawuran. Tawuran tak lain telah menjadi kasus yang telah dialami oleh banyak generasi. 

Tak hanya anak muda, tetapi ragam kalangan tidak jarang terbaur dalam tragedi moral ini. Dalam menanggapi kasus yang menggambarkan lunturnya esensi Pancasila ini, saya melakukan pendekatan melalui kata "Pendidikan". 

Saya mengambil pendekatan tersebut mengingat dalam kasus tawuran di atas terdapat kemungkinan bahwa sebagian besar dilakukan oleh anak-anak muda yang masih menempuh pendidikan di sekolah atau universitas, juga saya memandang bahwa pendidikan merupakan jembatan terbaik untuk menghubungkan pengamalan nilai-nilai pancasila dengan gaya hidup generasi muda hari-hari ini, seperti yang telah dikatakan oleh seorang Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara "Pendidikan yaitu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.". Kita dapat memandang bahwa pengertian pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara memiliki kaitan dengan dasar pikiran bangsa Indonesia, yaitu nilai-nilai pancasila. 

Merujuk pada jurnal Megawanti dengan judul "Meretas Permasalahan Pendidikan di Indonesia" (Megawanti, P., 2012. MERETAS PERMASALAHAN PENDIDIKAN DI INDONESIA. Jurnal Formatif.), beliau menjelaskan bahwa proses pendidikan berlangsung dalam 3 sisi. 

Pertama disebut input, kedua disebut proses, dan yang ketiga disebut sebagai output. Input artinya keadaan atau situasi pendidikan bagi anak yang terjadi di lingkup terdekatnya, yakni keluarga, bagaimana keluarga sebagai pihak terdekatnya bisa membagi hidup, bisa menjadi teladan, bisa memberikan pendidikan yang mengakar pada naluri anak tersebut demi pencapaian kognitif dan karakter yang baik. 

Proses artinya bagaimana proses pendidikan di sekolah melalui pelaksanaan proses belajar dan mengajar berdasarkan kurikulum yang telah diberikan dapat terlaksana dengan sebaik-baiknya oleh para tenaga pendidik, sehingga bagian proses ini juga mewarnai perkembangan para peserta didik setelah melewati inputnya. 

Lalu yang terakhir sisi Output, sisi Output artinya bagaimana syarat-syarat atau standar kualifikasi yang ditetapkan oleh pihak lembaga pendidikan dalam meluluskan siswa/siswi dan mahasiswa/mahasiswi, lalu yang kedua Output juga berarti kualitas dari individu-individu yang diluluskan dari lembaga pendidikan tertentu. Ketiga sisi ini saling terkait, dan melambangkan kompleksnya pendidikan yang ujungnya selalu dapat dikaitkan dengan implementasi terhadap nilainilai pancasila, terkhusus bagi para pelajar di sekolah-sekolah.  

Kita bisa mengkaitkan ketiga sisi ini dalam kehidupan pribadi kita. Input, menunjuk kepada apa yang mengakar, dalam hal ini proses pendidikan moral dalam keluarga, sehingga masalah ini masuk ke dalam sisi input terkait kurangnya perhatian orang tua, kurangnya keteladanan dari kakak dan orang tua, kurangnya pendidikan moral dari orang tua dan kakak juga menjadi penyebab utama mengapa banyak dari anak muda tidak bisa meresapi nilai-nilai Pancasila. 

Bahkan, masalah input inilah yang menjadi masalah terbesar baginya, yakni ketika keluarga sebagai pihak terdekat tidak mampu menanamkan nilai-nilai kehidupan yang juga tecantum dalam Pancasila. Lalu yang kedua, jika saya memandangnya dari sisi proses, kita dapat melihat bahwa terdapat sekolah yang kurang mampu untuk membimbing banyak peserta didik dalam pendidikan secara intensif. Bukan tidak mungkin bahwa kehancuran proses akademik seorang peserta didik di sekolah diakibatkan karena rasa pahit terhadap keluarga, juga karena pengaruh pergaulan lingkungan di luar, sehingga dia memutuskan untuk abai terhadap apapun, termasuk sekolah. 

Jadi kasus tawuran yang dilakukan oleh segerombolan peserta didik tidak lepas dari 3 sisi di atas, maka lunturnya nilai-nilai pancasila dalam kaitanya dengan aktivitas pendidikan dapat disebabkan oleh beberapa hal: 1. Input (Keluarga) 2. Proses (Akademik di Lembaga Pendidikan) 3. Output (Syarat Kelulusan oleh Lembaga Pendidikan) 

A. Apa Saja Sila-sila yang Dilanggar? 

Menjawab masalah mengenai tawuran ini, apa saja sila-sila yang dilanggar dalam Pancasila? Saya lebih melihat bahwa kasus tawuran ini pada hakekatnya telah melanggar keseluruhan nilai dari setiap sila terkait esensi dalam Pancasila. Yakni:

1. Ke-Tuhanan yang maha esa

Kasus tawuran ini merupakan tindakan yang mencerminkan orang-orang yang tidak taat terhadap ketetapan Sang Ilahi, sebab tindak kekerasan telah menjadi gambaran orang-orang yang tidak mengenal Sang Khalik. Identitas Sang Khalik adalah "kasih", dasar ajaran dari berbagai agama yang telah diakui dan telah di resmikan oleh Pemerintah Republik Indonesia pada dasarnya mengajarkan kasih dan kedamaian serta keharmonisan dengan sesama manusia, juga mengajarkan kehamornisan bagi alam. Ketika tawuran berlangsung, tentu melahirkan banyak korban jiwa seusai kobaran ekspresi kebencian antar manusia di dalam aktivitas tawuran tersebut. 

Jadi adalah mutlak bila kita semua sebagai manusia yang mempercayai adanya Tuhan bertekad untuk mengikuti jalan Tuhan yang kita yakini untuk memandang bahwa tragedi tawuran pada hakekatnya telah melanggar nilai dari sila pertama Pancasila, melanggar artinya melunturkan sehingga pelanggaran yang melunturkan esensi dari sila pertama ini bila tidak segera diatasi bisa berdampak bagi kehancuran pondasi utama bangsa Indonesia di masa depan, yakni tergesernya nilai-nilai Pancasila.

2. Ke-Manusiaan yang Adil dan Beradab Kemanusiaan

Artinya cara pandang atau sikap atau pola pikir atau perspektif dari seorang ke orang lain yang berimplikasi di dalam tindakan-tindakannya dalam kehidupan. Tindakan tersebut bisa melibatkan perkataan, perbuatan, dan keputusan. Ketika tawuran berlangsung, maka 3 tindakan ini (perkataan, perbuatan, dan keputusan) ini berlangsung dengan tidak beradab, tidak manusiawi, sebab perkataan yang dilontarkan pasti selalu berdasarkan sikap hati atau motivasi hati yang kotor, yang ingin mencelakakan orang-orang yang dianggapnya sebagai musuh, juga cacian dan hinaan tentu mewarnai berlangsungnya tawuran, lalu perbuatan para pelaku tawuran tentu dilakukan dengan menyakiti sesama mereka karena ada kekerasan, dan yang terakhir ada keputusan di mana para pelaku tawuran telah mengambil keputusan untuk mengacaubalaukan kedamaian masyarakat, juga mengacaubalaukan lingkungan tempat tinggal. 

Jadi sudah jelas bahwa tawuran ini telah melanggar sila kedua dari Pancasila yang berujung pada rusaknya kedamaian hidup di lingkungan masyarakat karena telah menunjukan secara terang-terangan tindakan yang tidak berperikemanusiaan. 

3. Persatuan Indonesia

    Berita tentang tawuran di atas merupakan contoh jelas bagaimana ekspresi perpecahan dari sesama anggota warga negara Republik Indonesia terjadi. Seharusnya nilai pancasila ketiga ini memberikan realita masyarakat yang bersatu, bukan terpecah, saling membenci sehingga saling menyerang. Jadi berdasarkan laporan tentang berita tawuran di atas, sudah sangat jelas bahwa kenakalan ini merupakan tindakan yang melunturkan esensi Pancasila, dalam hal ini sila ke-3.  

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan Ketika orang-orang mulai mengedepankan ego masing-masing, maka kelompokkelompok yang memiliki ego yang sama dengan perspektif yang sama, juga dengan tujuan yang sama rela mengorbankan ketertiban umum atau keharmonisan kehidupan di suatu lingkungan. Kelompok-kelompok ini mengambil langkah yang tidak bijak dengan tawuran. 

Seharusnya ada satu langkah yang bijak untuk memecahkan masalah tersebut lewat musyawarah, baik secara kelompok maupun perorangan sebagai perwakilan untuk mencapai kesepakatan bersama dengan kepala dingin demi perdamaian. 

Namun yang terjadi adalah kelompok-kelompok ini justru melupakan langkah berkepala dingin tersebut dan memilih cara yang tidak senonoh dan anarkis (tindakan kekerasan berdasarkan kekuatan dari kelompok atau pihak tertentu yang berkuasa terhadap kebijakan Pemerintah) sehingga mengganggu dan mengacaubalaukan kedamaian atau keharmonisan rakyat Indonesia. Jadi, ketidakbijaksanaan oleh para pelaku tawuran sebenarnya sudah menjadi cermin yang jelas tentang lunturnya esensi Pancasila, dalam hal ini sila ke-4. 

5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Ketika Pemerintah kurang bergegas dalam mengantisipasi hak ketentraman dalam lingkungan tersebut sehingga para Pelaku Tawuran yang tidak mengedepankan keadilan menyebabkan keresahan para penghuni suatu wilayah, mungkin kita bisa memahami bahwa tawuran ini lahir dari kenakalan para pemuda yang kehilangan pendidikan bermutu. 

Kenakalan ini menyebabkan keresahan masyarakat sehingga tawuran melahirkan pelanggaran hak oleh para pelaku tawuran terhadap masyarakat yang sedang dalam beraktivitas dan membutuhkan atmosfer kehidupan yang aman, sehingga para penghuni suatu wilayah tidak mendapatkan keamanan dan ketentraman yang seharusnya dijamin oleh Pemerintah sebagai refleksi dari undang-undang, demi memberikan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sangat disayangkan apabila penegak hukum tidak bertindak secara cepat ketika tawuran berlagsung. Jadi aktivitas tawuran berpengaruh pada lunturnya sila ke-5.  

B. Ide-ide Preventif demi Pencegahan

Sekarang, bagaimana kita menanggapi kasus ini dengan ide-ide Preventif? Preventif artinya tindakan pencegahan dari hal yang mengakar. Mari kita kembali kepada pendekatan yang semula, yakni "Pendidikan". 

Jika kita membicarakan hal yang mengakar dalam masalah kenakalan anak-anak muda di Indonesia yang bisa melahirkan tindakan kriminal seperti tawuran, maka kita akan menarik masalah ini kepada jurnal Megawanti seperti yang telah saya paparkan di atas. 

Pada ketiga sisi, yakni "Input", "Proses", dan "Output" terdapat pembahasan yang kompleks tentang pentingnya peran keluarga (Input), sekolah (Proses), yang ujungnya menghasilkan lulusan yang berkualitas (Output) terkait pendidikan Pancasila di dalam kehidupan peserta didik. Bicara mengenai "Input", peran keluarga yang begitu kompleks sangat mempengaruhi atmosfer pembentukan karakter peserta didik. Jika keluarga menjadi akar kompleks yang membuka potensi penanaman nilai-nilai Pancasila bagi peserta didik, maka perlulah bagi pemerintah untuk bertindak secara preventif melalui Penyuluhan.

Pemerintah dapat menujukan ajaran yang baik melalui penyuluhan. Di sini penyuluhan pemerintah terhadap setiap keluarga dengan membuka kunjungan kelompok atau individu ke setiap rumah dalam 1 Kelurahan (RT, RW) untuk memberi penjelasan atau pembelajaran tentang suatu hal yang berkaitan dengan nilai Pancasila untuk menghindari perilaku yang menjurus ke arah kenakalan remaja atau pemuda masa kini. 

Juga Pemerintah dapat memanfaatkan jalur media sosial yang tidak asing bagi masyarakat dengan menyebarkan kontent bagi orang tua terkait pendidikan terhadap anak dalam kaitannya dengan esensi moral Pancasila. 

Juga Pemerintah bisa membuat aplikasi semacam Peduli Lindungi, namun dalam hal ini aplikasi yang berisi pedoman pengamalan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Jadi melalui penyuluhan yang menyesuaikan teknologi masa kini, diharapkan terjadi peningkatan efektivitas dalam menanam nilai-nilai Pancasila bagi setiap keluarga, sehingga para keluarga lebih berpotensi dalam menanamkan pendidikan Pancasila bagi anak-anaknya untuk mengurangi potensi terjadinya tawuran.

Sekarang, bagaimana sisi "Proses" dari teori Jurnal Megawanti tersebut terimplikasi dalam usaha Preventif (Pencegahan) terhadap perilaku anak-anak muda yang menyimpang seperti tawuran?

Jika bicara sisi Proses, artinya ada pelaksanaan kurikulum dalam kegiatan belajar mengajar oleh para tenaga pendidik di lembaga-lembaga pendidikan, maka di sini adalah baik jika pemerintah memberi mata pelajaran pendidikan Pancasila secara khusus di sekolah-sekolah. 

Menurut sumber dari sini(Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang), pada tahun 2001 mata Pelajaran Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) telah diganti menjadi Mata Pelajaran Kewarganegaraan, tanpa Pancasila (PKN). Sejak tahun itu, Pancasila seolah hanya menjadi hiasan dinding di kantor-kantor pemerintah dikarenakan tumbuhnya iklim demokratis yang berkembang pasca-berakhirnya kekuasaan Orde Baru di mana hak politik setiap warga negara dihargai, aspirasi dapat disampaikan dengan bebas di tengah hiruk pikuk eforia politik dan reformasi di semua bidang, maka tuntutan untuk mereformasi Pendidikan Pancasila yang dianggap buah dari Orde Baru tak terelakkan. Jadi sangat perlu bagi pemerintah untuk mengkhususkan porsi pendidikan moral Pancasila dengan merombak kurikulum yang ada sekarang, bukan hanya secara teori tetapi juga dengan prinsip belajar lapangan, tidak hanya terbatas dalam teori saja, sehingga para peserta didik terhindar dari pelanggaran terhadap nilai-nilai Pancasila, seperti halnya tawuran.

Setelah kita memahami ide-ide Preventif (Pencegahan) dalam sisi Input dan sisi Proses, maka lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia pasti akan meluluskan individu-individu yang berbobot moral Pancasila, dalam hal ini sisi "Output" yang baik. Lulusan-lulusan demikian akan menjadi pencegah-pencegah kemungkinan pelanggaran atau lunturnya nilai Pancasila di generasi-generasi muda berikutnya. Jadi, ketika sisi Input dan Proses telah dikerjakan dengan baik dengan cara Preventif, maka hasil dari sisi Outputnya pasti juga baik. 

C. Ide-ide Persuasif Demi Pencegahan

    Terkait dengan masalah Pendidikan Moral Pancasila bagi anak-anak muda, maka juga perlu ada pendekatan secara khusus, saya pribadi menyebutnya "Bagi Hidup". Izinkan saya memandang dari kacamata kekristenan. Dalam gereja tempat saya berjemaat dan bertumbuh, saya biasa bersekutu dengan saudara-saudara seiman, di sini kami saling bercerita mengenai cara-cara menjangkau anak-anak muda yang kehilangan arah hidup, yakni mereka yang seringkali terlibat dalam pelanggaran moral Pancasila seperti halnya tawuran. 

Dalam tuangan ide-ide dari diskusi kami, kami sepakat untuk tetap menggunakan media sosial sebagai sarana penjangkauan anak-anak muda yang kontekstual di masa kini, melalui langkah penyebaran kontent, lalu terjadi dialog ramah yang ujungnya membawa anak-anak tersebut memberi diri untuk terbuka atas masalah-masalah mereka kepada kami. Dengan ini kami menanamkan prinsip-prinsip pengajaran Pancasila yang sesuai dengan ajaran Kitab Suci.

 Lalu bila kita meninjau dari tindakan yang bisa dilakukan oleh Pemerintah untuk melawan lunturnya nilai-nilai Pancasila di kalangan anak-anak muda Indonesia, maka pemerintah bisa mengirim bantuan kuota dan fasilitas belajar bagi peserta didik dalam proses dialog langsung melalui acara atau seminar yang diadakan Pemerintah di sekolah-sekolah. Jadi langkah persuasif ini berpotensi membawa generasi muda lebih merasa diperhatikan oleh kasih sayang dari sesamanya demi pengamalan nilai-nilai Pancasila, sehingga menghindari kasus tawuran yang sering terjadi. 

D. Ide-ide Represif Demi Pencegahan

Sebenarnya tindakan dari ide-ide represif guna meminimalisir kasus-kasus pelanggaran dalam pengamalan nilai-nilai Pancasila sudah berlangsung hingga kini. Namun strategi yang bisa dilakukan dalam konteks anak-anak muda sebaiknya lebih ditargetkan kepada para pendidik, yakni orang tua dan guru. 

Menurut saya kita tidak bisa memberi ruang yang lebih luas bagi ide-ide represif dalam usaha menanggulangi lunturnya nilai-nilai Pancasila, karena menurut saya hukuman itu bukanlah sarana efek jera yang efektif, sebab hukuman tidak akan menyentuh nurani pelaku, malahan bisa membuatnya lebih kacau dari sebelumnya, terkecuali dalam batas tertentu anak muda tersebut harus dihukum demi kepentingan bersama ketika dia benar-benar masih ingin memberontak. Maka, ada baiknya pemerintah semakin mendidik para guru dan orang tua demi mencegah lunturnya moral Pancasila dalam kehidupan generasi muda masa kini. Jadi ide-ide represif sebaiknya tidak selalu dipusatkan kepada mereka yang sebenarnya kurang mendapatkan jaminan pendidikan yang baik dari Pemerintah. 

E. Relevansi atau Keterkaitan Pancasila di Era Masa Kini untuk Mengatasi Kemungkinan-kemungkinan Kasus yang Sama di Waktu Berikutnya? 

Yang pertama, bila kita merujuk dari paparan Dosen Pengampu mengenai Landasan  Pendidikan Pancasila, kita akan menemukan bahwa Landasan Kultural Pendidikan Pancasila adalah sila-sila yang tidak kaku, sila-sila yang terbuka terhadap kaum intelektual yang adaptif dengan perkembangan zaman. 

Perkembangan zaman di sini tidak hanya bicara tentang teknologi, tapi juga luasnya perspektif masa kini dalam memandang kehidupan dan budaya. Maka setiap sila yang memiliki intisari; KeTuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Permusyawaratan, dan Keadilan Sosial adalah silasila yang selalu mengikuti perkembangan zaman. 

Jika generasi muda masa kini bisa terpecah, dan berpotensi tawuran secara langsung, maka di masa depan tawuran bisa terjadi secara online, bahkan sudah terjadi sekarang bahwa tawuran atau kekerasan online (Cyber Crime) berupa hinaan, teror, hacker sudah merajalela. 

Maka, di sini penanaman nilai Pancasila harus dilakukan secara kontekstual berdasarkan perkembangan zaman ini, misalnya dengan gaya bicara yang dianggap gaul, cara berpakaian yang dianggap gaul sejauh tidak melanggar nilai Pancasila. Supaya generasi ini tidak melakukan tawuran secara online maupun offline. Tidak lupa bahwa Pancasila adalah Sumber dari Segala Sumber Hukum, sehingga segala peraturan yang mengontrol kebijakan dan tindakan represif negara selalu berpatok kepada nilai-nilai dari Pancasila. Jadi, terkait dengan kasus tawuran, kita dapat menyimpulkan bahwa nilai-nilai Pancasila (Dasar moral) selalu adaptif dan diperlukan dalam menanggapi kemungkinan hadirnya (faktor) kasus-kasus yang sama di waktu berikutnya dengan cara yang berbeda seiring perkembangan zaman.

F. Kesimpulan & Penutup  

Jadi, pemerintah, orang tua, dan tenaga pendidik di lembaga Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam menanggapi kasus tawuran seperti yang telah dipaparkan di atas. Melalui strategi preventif, persuasif dan sedikit represif maka diharapkan para pemuda-pemudi Indonesia bisa mengerjakan agenda-agenda kehidupan berbangsa dan bernegara yang baik berdasarkan esensi dari nilai-nilai Pancasila. 

Kembali mengingat bahwa Pancasila juga selalu adaptif dengan perkembangan zaman dalam menanggapi kasus yang sama di masa yang akan datang, sebab dasar moral Pancasila akan selalu mendarah daging dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Semoga saja kasus tawuran yang menghancurkan esensi kehidupan tidak terjadi lagi seiring pecegahan yang dilakukan secara konsisten dan bijaksana seperti yang telah dipaparkan di atas, amin! 

G. Daftar Pustaka 

https://www.uin-malang.ac.id/ (Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang)

Jurnal PEKAN Vol. 6 No.1 Edisi April 2021. Devyanne Oktari, Dinie Anggraeni Dewi. Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Daerah Cibiru Pendidikan Guru Sekolah Dasar.

Megawanti, P., 2012. MERETAS PERMASALAHAN PENDIDIKAN DI INDONESIA. Jurnal Formatif.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun