Seharusnya ada satu langkah yang bijak untuk memecahkan masalah tersebut lewat musyawarah, baik secara kelompok maupun perorangan sebagai perwakilan untuk mencapai kesepakatan bersama dengan kepala dingin demi perdamaian.Â
Namun yang terjadi adalah kelompok-kelompok ini justru melupakan langkah berkepala dingin tersebut dan memilih cara yang tidak senonoh dan anarkis (tindakan kekerasan berdasarkan kekuatan dari kelompok atau pihak tertentu yang berkuasa terhadap kebijakan Pemerintah) sehingga mengganggu dan mengacaubalaukan kedamaian atau keharmonisan rakyat Indonesia. Jadi, ketidakbijaksanaan oleh para pelaku tawuran sebenarnya sudah menjadi cermin yang jelas tentang lunturnya esensi Pancasila, dalam hal ini sila ke-4.Â
5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Ketika Pemerintah kurang bergegas dalam mengantisipasi hak ketentraman dalam lingkungan tersebut sehingga para Pelaku Tawuran yang tidak mengedepankan keadilan menyebabkan keresahan para penghuni suatu wilayah, mungkin kita bisa memahami bahwa tawuran ini lahir dari kenakalan para pemuda yang kehilangan pendidikan bermutu.Â
Kenakalan ini menyebabkan keresahan masyarakat sehingga tawuran melahirkan pelanggaran hak oleh para pelaku tawuran terhadap masyarakat yang sedang dalam beraktivitas dan membutuhkan atmosfer kehidupan yang aman, sehingga para penghuni suatu wilayah tidak mendapatkan keamanan dan ketentraman yang seharusnya dijamin oleh Pemerintah sebagai refleksi dari undang-undang, demi memberikan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sangat disayangkan apabila penegak hukum tidak bertindak secara cepat ketika tawuran berlagsung. Jadi aktivitas tawuran berpengaruh pada lunturnya sila ke-5. Â
B. Ide-ide Preventif demi Pencegahan
Sekarang, bagaimana kita menanggapi kasus ini dengan ide-ide Preventif? Preventif artinya tindakan pencegahan dari hal yang mengakar. Mari kita kembali kepada pendekatan yang semula, yakni "Pendidikan".Â
Jika kita membicarakan hal yang mengakar dalam masalah kenakalan anak-anak muda di Indonesia yang bisa melahirkan tindakan kriminal seperti tawuran, maka kita akan menarik masalah ini kepada jurnal Megawanti seperti yang telah saya paparkan di atas.Â
Pada ketiga sisi, yakni "Input", "Proses", dan "Output" terdapat pembahasan yang kompleks tentang pentingnya peran keluarga (Input), sekolah (Proses), yang ujungnya menghasilkan lulusan yang berkualitas (Output) terkait pendidikan Pancasila di dalam kehidupan peserta didik. Bicara mengenai "Input", peran keluarga yang begitu kompleks sangat mempengaruhi atmosfer pembentukan karakter peserta didik. Jika keluarga menjadi akar kompleks yang membuka potensi penanaman nilai-nilai Pancasila bagi peserta didik, maka perlulah bagi pemerintah untuk bertindak secara preventif melalui Penyuluhan.
Pemerintah dapat menujukan ajaran yang baik melalui penyuluhan. Di sini penyuluhan pemerintah terhadap setiap keluarga dengan membuka kunjungan kelompok atau individu ke setiap rumah dalam 1 Kelurahan (RT, RW) untuk memberi penjelasan atau pembelajaran tentang suatu hal yang berkaitan dengan nilai Pancasila untuk menghindari perilaku yang menjurus ke arah kenakalan remaja atau pemuda masa kini.Â
Juga Pemerintah dapat memanfaatkan jalur media sosial yang tidak asing bagi masyarakat dengan menyebarkan kontent bagi orang tua terkait pendidikan terhadap anak dalam kaitannya dengan esensi moral Pancasila.Â