"Damar...apa makna terbitnya mentari buatmu?" pecah bang Jenggo diantara kerumunan.
" Terbitnya matahari adalah tentang sebuah spirit bang, harapan, pertanda kebangkitan, dan keinginan untuk menjemput impian. Demikian juga saat matahari tenggelam, menghantarkan ke kedamaian, menghentikan langkah "sejenak" untuk menghela nafas, menyimpan kenangan disanubari ", tukasku sambil melihat mentari.
" Betul Damar...seperti halnya Matahari yang terbit dan tenggelam, semuanya akan berproses, berputar sesuai kehendak alam. Dan saat Matahari terbit bersamanya akan ada harapan. Sama dengan diriku...berharap selalu ada asa kelak kedepannya."
" Saat ini seakan aku tidak punya harapan lagi, tidak ada yang harus diperjuangkan...hanya aku yang terus berjalan sendirian " kata bang Jenggo.
" Bang...jangan berkecil hati. Selalu ada harapan disetiap jalan, layaknya matahari yang selalu menyapa pagi." tukasku
" Bang...kalau berkenan, bisakah ikut menemani perjalananku? Menyusuri tanah Nusantara bersamaku. Saya yakin, bang Jenggo kaya pengalaman hidup keras dijalanan." imbuhku
" Ha...ha...ha...oke Damar, tadi juga terpikir olehku menemani perjalananmu, kamu masih polos....saya yakin kamu belum pernah merasakan kerasnya hidup. Itung-itung aku juga ingin menebus kesalahan masa laluku dengan hal yang berguna. Mendampingimu dan menjadi guru yang baik buatmu" kata bang Jenggo sembari terbahak-bahak.
" Mantap bang!...he..he..he" aku terkekeh.
" Ayo Damar, kita berkemas ke shelternya Mbok Yem mungkin simbok butuh bantuanmu." sela bang Jenggo.
" Ayo bang." jawabku
Kamipun bergegas, mengemasi tenda dan beranjak dari puncak Lawu menuju warung simbok.