Sejujurnya saya terus menerus berkernyit dengan beberapa argumen yang diajukan Mita penggemar berat The Moffats lewat "Surat Terbuka untuk Tasniem" karangannya itu.
Penutup suratnya untuk Tasniem tersebut menampilkan kekhawatiran yang dinisbatkan kepada Tasniem padahal Tasniem tidak menyinggung tentang itu. Mita menganggap Tasniem 'mengkhawatiri' Jakarta dipimpin oleh Ahok padahal tidak tertulis hal demikian di dalam surat terbuka Tasniem untuk Jokowi.
Di dalam penutup suratnya untuk Tasniem, Mita kembali lagi mengulik kisah 13 orang aktivis yang masih hilang sebagai kesalahan Prabowo. Pun, Mita harus menyadari bahwa pelemparan tanggung jawab masih hilangnya 13 orang aktivis sebagai salah Prabowo adalah tidak berdasar karena dari kesaksian dan penuturan beberapa orang saksi hidup, 13 orang yang hilang tidak ada kaitannya dengan Tim Mawar di bawah komando Prabowo.
Saya sepakat dengan kepedulian Mita, dan juga Tasniem, mengenai masa depan bangsa ini sebagaimana tercermin di dalam korespondensi 'imajiner' mereka. Saya apresiatif terhadap kepedulian mereka mengenai kepada siapa bakal dijatuhkan pilihan yang pas untuk menjadi presiden.
Saya setuju bahwa bangsa ini butuh pemimpin yang tahu potensi kejayaannya. Benar bahwa bangsa ini rindu pemimpin yang mampu membawa bangsa ini disegani oleh bangsa-bangsa lain. Saya sepakat dengan Mita bahwa kita memang sedang 'bertaruh' mengenai masa depan anak cucu kita nanti. Namun ada beberapa hal yang tidak saya sepakati mengenai surat karangan Mita. Apakah ia menulis Surat Terbuka untuk Tasniem Fauzia dengan hati yang tidak emosional dan menggunakan akal?
Kesan saya terhadap Surat Terbuka karangan Mita atas Surat Terbuka Tasniem
Clayton, 3 Juli 2014
Dipa Nugraha
PS: Kesan ini boleh dibalas atau disanggah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H