Jadi patut menjadi kekhawatiran kita bersama, sebagaimana Tasniem khawatir dan Mita-pun mungkin layak untuk khawatir, bagaimanakah memvalidasi tolok ukur pemimpin yang baik dan disegani ala majalah Fortune yang bukan menurut perspektif Barat?
Jokowi Mampu?
Saya agak berkernyit ketika membaca surat terbuka Mita mengenai penimbulan kesan bahwa Tasniem seolah-olah melihat bahwa Jokowi dipaksa oleh Megawati untuk menjadi capres tanpa rujukan yang jelas. Saya kemudian membaca ulang surat terbuka milik Tasniem yang ditujukan kepada Jokowi dan mendapati istilah yang dipakai oleh Tasniem adalah "pengaruh" dan "keterikatan yang sangat besar dengan beliau [Megawati]" serta dugaan Tasniem mengenai "beliau [Megawati] menyuruh Anda [Jokowi] sebagai capres" adalah kesimpulan yang dibangun oleh Tasniem setelah mencermati adanya 'perintah' Megawati kepada Jokowi sebagaimana dapat Mita baca dari berita Kompas tanggal 5 April ini. Adakah salah jikalau Tasniem melakukannya lewat to read between the lines?
Mengenai kompetensi kandidat lain di dalam memimpin yang disinggung oleh Mita, saya cenderung tidak sepakat. Bagaimana mungkin mantan perwira tinggi militer dianggap tidak memiliki kompetensi memimpin?
Blusukan Jokowi
Mengenai blusukan Jokowi saya tidak bersepakat pada surat terbuka Tasniem maupun Mita. Saya lebih suka merujuk kepada pendapat saya mengenai blusukan ini serupa respon saya atas surat balasan Achmad Room Fitrianto sebagaimana Mita bisa baca di sini.
Dana dan Kebocoran
Mengenai argumen Mita akan bagaimana Jokowi dan JK kelak akan memperoleh dana untuk semua program Jokowi-JK sudahlah tepat. Biarlah Jokowi dan JK menjelaskan bagaimana mereka akan memperoleh dana atas semua program yang dijanjikan ... yang hingga saat ini juga belum diungkapkan.
Menyinggung kesepakatan Mita mengenai adanya perdebatan mengenai kebocoran itu yang dikatakannya berasal dari klarifikasi Abraham Samad dan seakan-akan Mita mengarahkan perdebatan tentang kebocoran ini tidak ada kaitannya kecuali hanya dengan 'pengusaha yang tidak membayar pajak dan banyaknya produk impor yang masuk'. Padahal jikalau Mita benar-benar jeli membaca pernyataan Abraham Samad mengenai, okelah, potensi pendapatan yang bocor itu maka Mita akan mendapati bahwa Abraham Samad di Rakernas PDI Perjuangan di Hotel Ecopark, Ancol, Jakarta (7/9/2013) sebagaimana diberitakan oleh Kompas adalah juga terkait dengan hal-hal lain selain 'pengusaha yang tidak membayar pajak dan banyaknya produk impor yang masuk'.
Abraham Samad, di dalam berita ini, menyorot potensi pendapatan yang bocor ini juga meliputi kepemilikan 70% oleh asing 45 blok minyak dan gas yang ada di Indonesia. Bahkan Samad waktu itu mendorong nasionalisasi semua blok migas dan potensi sumber daya alam Indonesia. Angka potensi pendapatan yang bocor sebagaimana dikatakan Samad terkait dengan 'hanya' 45 blok migas yang ada saat itu adalah 7200 - 20.000 triliun. Perlu dicermati pula bahwa pada saat Samad menyatakan itu, ada rencana pembukaan 144 sumur migas yang baru di Indonesia. Oleh sebab itulah, angka potensi pendapatan yang bocor sebagaimana didengungkan oleh Prabowo-Hatta untuk bisa direngkuh adalah angka potensial yang moderat jika dibandingkan dengan angka fantastis Samad dengan hanya 45 blok migas.
Bertanya pada Hati Nurani dan Juga Akal