[caption caption="Dicari kategori Pendidikan"][/caption]Mulai tanggal 29 November 2015, saya bergabung di Kompasiana. Awalnya saya sempat bingung akan menulis apa. Ketika itu, ungkapan “tiba masa, tiba akal” sepertinya cocok menggambarkan saya. “Nulis apa sajalah, yang penting posting” pikir saya ketika itu. Hasilnya adalah suatu tulisan “gado-gado” dengan bahan utama; politik, arti kata, dan humanoira.
Akhirnya, seiring waktu saya bisa menemukan jati diri dalam menulis di Kompasiana.
Mungkin karena latar belakang pekerjaan yang adalah guru, tulisan saya selalu bertema pendidikan. Memang topik inilah yang paling saya dekat dengan pribadi saya. Terkadang, isu politik yang sedang naik daun juga saya jadikan bahan tulisan. Tetapi ketika tulisannya siap "santap", tetap saja berbau pendidikan. Seringkali, niat untuk memposting saya urungkan dengan alasan ambiguitas.
Selama bergabung di Kompasiana, ada suatu hal yang mengganggu saya dan mungkin juga teman-teman sesama penulis lain yang mengangkat tema edukasi.
Mari saya ceritakan :
Pada tanggal,30 November 2015, jam 19.20 ketika akan memposting artikel saya berjudul Hadiah atau Hukuman .
Ketika menekan tombol tayang, muncul tulisan “Please select one of category”. Ternyata saya lupa memilih salah satu kategori di bagian atas artikel. Saya langsung mencari kategori yang relevan dengan tulisan saya ini, “Kategori Pendidikan”. Ketika itulah saya menyadari bahwa tidak ada kategori pendidikan di Kompasiana. Sejuta tanya langsung menghinggapi pikiran saya ;
- Apakah pendidikan tidak penting bagi administrator Kompasiana?
- Apakah tulisan dibidang pendidikan tidak menarik?
- Apakah penulisnya kurang?
- Atau mungkin, pembacanya yang kurang?
Saya hanya bisa berandai-andai memikirkan jawabannya.
Karena tidak ada pendidikan maka kategori humanoira dan muda menjadi pelarian bagi beberapa saya. Menurut saya, kedua ketegori tersebut yang paling relevan dengan tulisan saya.
Mencari jawaban
Untuk menjawab pertanyaan 2 dan 3 saya menjelajah dan membaca berbagai artikel, lama ataupun baru, di Kompasiana. Ternyata sangat banyak artikel menarik yang ditulis dengan tema pendidikan.
Dan untuk menjawab pertanyaan no.4 saya melakukan riset kecil-kecilan. Saya memposting artikel "Pak guru, Jangan Sembunyi dibelakang LCD Proyektor Dong!!!" dan "Kata Siswa : Jika Minum Alkohol, Kita Tidak akan Cacingan, Bu". Saya terus memperhatikan berapa kali artikel tersebut dibaca dan respon teman-teman sesama penulis melalui nilai dan komentar yang masuk. Ternyata responnya bagus. Kedua artikel tersebut mampu menjadi Pilihan, salah satunya bahkan sempat menjadi Headline.
Ini menjadi indikator bahwa tema pendidikan sangat diminati oleh penulis dan pembaca di Kompasiana.
Di kompas.com
Sebelum bergabung di Kompasiana, saya sering membaca artikel di aplikasi kompas. com versi android. Favorit saya adalah berita di rubrik “edukasi”.
Namun, menurut pengamatan saya, update artikelnya sangat lambat. Artikel terbarunya hanya posting 2 kali seminggu, bahkan pernah seminggu sekali.
Pertanyaan no.2-4 diatas juga terpikirkan oleh saya ketika itu.
Walaupun update artikelnya tidak sesering kategori bola atau teknologi ( sehari bisa 10 artikel), saya setia mengecek artikel terbaru di kategori edukasi ini setiap hari.
Saran saya
Dari 2 keadaan Kompasiana dan Kompas.com, maka saya dengan berusaha mengumpulkan keberanian untuk memposting tulisan ini. Alasan utama saya karena mengingat pentingnya pendidikan dihampir setiap aspek kehidupan kita, termasuk di Kompasiana.
Saya berani mengatakan bahwa jika bukan karena pendidikan, maka tidak akan ada tulisan di Kompasiana.
Bukankah kita belajar mengenal abjad, mengeja kata dan akhirnya bisa membaca, karena pendidikan?
Bukankah kita bisa merangkai huruf-huruf menjadi kata, kata-kata menjadi kalimat, kalimat-kalimat menjadi paragraf, dan akhirnya menjadi satu tulisan, karena pendidikan?
Demikian pula, dengan developer situs Kompasiana ini. Bukankah mereka juga belajar coding dan bahasa pemprograman karena pendidikan?
Maka, saya berani mengatakan bahwa Kompasiana bisa tetap eksis hingga saat ini karena pendidikan.
Maka, marilah kita menghargai peran pendidikan di setiap aspek kehidupan kita.
Saya sadar diri, sebagai penulis baru, tak pantas rasanya untuk memprotes atau mengkritik Kompasiana. Tak ada niat sama sekali untuk bersikap sok pintar atau ingin memprovokasi sesama penulis lain.
Saya hanya ingin memberi saran bagi administrator untuk menambahkan satu lagi kategori di Kompasiana, Kategori Pendidikan.
Semoga tulisan ini mendapat dukungan dari teman-teman sesama akademisi yang menulis di Kompasiana.
Salam Kompasiana.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI