Nyali Diko mulai ciut. Suara itu parau, namun terngiang-ngiang. Ia arahkan lampu center ke arah suara, namun tak ada sesiapa di sana.
Sebenarnya semakin merinding dan berdebar-debar. Kakinya mulai gemetaran, langkahnya tak semantap di awal ia memaksuki sekolah. Apa boleh dikata, ia harus tetap kuat dan berani agar sampai ke tujuan kahir, Sumur Tua, tempat Juno pingsan.
Sampai di ruang kelas XII Mia 6, kembali ia dikejutkan dengan kelebatan orang yang lari ke arah Sumur Tua. Namun kali ini, ita tidak memakai seragam sekolah. Lampu senter Diko berhasil menangkap kelebatan lari sosok tersebut, ia memakai baju gelap-gelap dan memakai blangkon gelap pula. Ia terus berlari, hingga lampu center Diko tak menjangkaunya lagi.
"Berhenti, Pak.... Berhenti..." Sia-sia saja. Sosok bayangan hitam tersebut tak akan mungkin terkejar. Ia berlari secepat kilat. Tapi, kalau tidak dicoba tidak akan membuahkan hasil.
Diko berencana memacu gerakan untuk mengejar, sosok tua, namun tiba-tiba kakinya tersandung sebuah benda. Seperti ada yang menarik kakinya.
"brak...." Diko terjatuh, lampu center terlempar dua meter dari jangkauan tangannya, namun tidak mati, masih bersinar. Dari sinar itu, Diko melihat bahwa kakinya tersandung sosok siswa yang berbaring di tengah jalanan koridor.
Diko mencoba bangkit, namun kakinya berasa kaku, tanganya pun bergetaran. Ia melihat sosok siswa memakai seragam OSIS lengkap tengah berbaring menghadap dirinya.
"Oh tidak." Ujar Diko menggigil.
Baunya anyir luar biasa. Darah mengalir, dari pelipis matanya. Mukanya pucat, matanya melotot seolah sedang marah pada Diko. Mulut Diko masih kaku, baru kali ini ia melihat bakhluk aneh hanya berjarak 1,5 meter darinya. Samar-samar dari cahaya lampu center, makhluk itu ingin mengatakan sesuatu pada Diko, tapi tiba-tiba menghilang, secara misterius. Yang tersisa di sana, hanya pot bunga yang tergeletak di tengah jalan.
Diko bergumam, tak mungkin ia tersandung pot bunga ini. Ia merasakan benar, kakinya tersandung benda yang tidak keras, seperti tubuh manusia. Dan apa yang dia lihat barusan, sangat jelas. Bukan ilusi, bukan pula fantasi. Bahkan ia masih mengingat bau anyir, dari makhluk yang penuh darah di mukanya. Diko makin penasaran, karena ia melihat sekilas, makhluk tadi ingin mengatakan sesuatu.
Diko bangkit kembali, untuk melanjutkan perjalanan ke sumur. Karena tak mungkin pula mengejar bayangan sosok berbaju dan berblangkon hitam yang telah mengilang dari pengelihatan.