4. Tidak adanya data lengkap dan pasti tentang kesenian dan seniman Aceh.
5. Kesenian diposisikan semata sebagai komoditi hiburan, industri bahkan dimanfaatkan politis tanpa memperhitungkan nilai-nilai moral, keagamaan, edukatif, yudikatif, filosofis, maupun profetik.
6. Minimnya sumber daya seniman yang memiliki wawasan, pengetahuan dan pemahaman yang mendalam terhadap berbagai disiplin ilmu pengetahuan.
7. Mayoritas seniman berada pada golongan ekonomi lemah, tidak memiliki penghasilan yang stabil dan tetap akibat pekerjaan seniman masih dianggap bukanlah pekerjaan tetap.
8. Berkesenian didominasi asumsi sebagai hanyalah pengisi waktu luang, bersenang-senang, sedikitnya ditujukan semata-mata demi meraih keuntungan uang dan jika dimungkinkan dapat meraih popularitas.
9. Dari satu sisi, seniman dipandang sebagai sosok 'penting' karena profesinya sebagai seniman, namun di sisi lainnya, dalam pandangan sosial, justru seniman tidak digolongkan sebagai kaum miskin.
10. Tidak hidupnya suasana kompetitif, sportif maupun kreatif yang sehat dari dunia kesenian yang digeluti oleh kalangan seniman.
11. Kehadiran lembaga-lembaga yang mengatasnamakan seniman ataupun kesenian baik oleh pemerintah atau masyarakat justru menghasilkan situasi kesenian yang menambah keruh perkembangannya, hal ini menyebabkan kesenian dan seniman di dalamnya justu terkorbankan sebagai diatasnamakan. Kehadiran lembaga-lembagai itu justru telah semena-mena bertindak sebagai 'tuan' yang berkuasa, yang terus menisbikan eksistensi kesenian dan seniman itu sendiri.
Â
Abstrak Histori
Bermula dari lahirnya para seniman itu dilatarbelakangi oleh berbagai bidang kesenian, setelah terbentuknya negara Indonesia, para seniman terus berkarya dan seiring ikut berjuang mempertahankan Republik Indonesia, ada yang ikut berperang, ada yang menciptakan karya seni untuk mendorong semangat perjuangan.