"Hampir 25.000 hingga 50.000 orang tewas di Kashmir. Mereka adalah orang Kashmir. Ada Hindu, ada Muslim dan ada Sikh. Saya adalah korban terorisme. Mereka membakar rumah saya. Para separatis dan teroris membakar 25.000 rumah dan 500 kuil dibakar dan dihancurkan," jelas Utpal, yang merupakan Koordinator Internasional untuk Global Kashmiri Pandit Diaspora (GKPD).
"Mereka [Pakistan] hanya menghancurkan Kashmir."
Orang-orang di J&K telah mengalami terorisme dari negara tetangga Pakistan, yang ingin mencaplok seluruh J&K dengan segala cara.
Selama 75 tahun terakhir, Pakistan telah berusaha untuk menduduki J&K melalui perang, terorisme, penyediaan dana dan senjata kepada separatis dan teroris, penyusupan serta pelanggaran gencatan senjata di Garis Kontrol.
Penderitaan dimulai 75 tahun yang lalu, tepatnya pada tanggal 22 Oktober 1947, Angkatan Darat Pakistan mengumpulkan beberapa ribu milisi suku Pashtun bersenjata untuk melancarkan serangan inkonvensional terhadap J&K, yang merupakan wilayah kerajaan (princely state), di bawah Operasi Gulmarg. Tujuan utama dari operasi ini adalah untuk menduduki J&K dan menyingkirkan penguasa Hindunya Maharaja Hari Singh.
Dari 22 Oktober hingga 26 Oktober 1947, milisi suku mengamuk. Mereka membunuh ribuan orang Hindu, Sikh, Kristen dan Muslim serta memperkosa ribuan wanita Kashmir. Mereka menjarah rumah dan membakar beberapa kota.
Orang-orang di Kashmir menyebut 22 Oktober sebagai Hari Hitam dalam sejarah mereka.
Baik Muslim maupun Hindu bergandengan tangan untuk melawan Pakistan. Hari Singh telah menandatangani Instrumen Aksesi pada tanggal 26 Oktober dan India mengerahkan pasukannya pada 27 Oktober untuk memukul mundur suku-suku Pakistan. India membebaskan sebagian besar J&K tetapi sepertiga J&K masih di bawah pendudukan ilegal Pakistan karena perjanjian gencatan senjata yang disponsori PBB pada tahun 1949.
Jadi 22 Oktober 1947 adalah awal dari penderitaan panjang rakyat Kashmir.
Banyak orang mengira hal itu dilakukan oleh seorang penguasa Hindu J&K, yang bergabung dengan India. Itu benar-benar salah. Mayoritas umat Islam di bawah kepemimpinan Syekh Abdullah dari Musyawarah Nasional mendukung sepenuhnya bergabungnya J&K ke India.