Mohon tunggu...
Dinda Annisa
Dinda Annisa Mohon Tunggu... Freelancer - Penterjemah Lepas

Based in Bekasi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

China Ingkar Janji, Paksa RI Mendanai Proyek Kereta Cepat

3 Desember 2021   18:31 Diperbarui: 3 Desember 2021   18:31 1108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonom Senior Faisal Basri |Sumber: GATRA/Anjasmara Rianto Putra

"Harga tiket pada skenario terburuk adalah senilai Rp 250,000 dan butuh 139 tahun untuk mendapatkan kembali investasinya," kata Faisal dalam webinar baru-baru ini.

Itulah alasan China tidak ingin menyuntikkan lebih banyak modal ke dalam proyek tersebut. Lalu pertanyaannya adalah mengapa disepakati untuk membangun proyek mahal yang tidak menguntungkan.

China, ekonomi terbesar kedua di dunia, memiliki modal, sumber daya, peralatan dan tenaga kerja yang berlebihan. Mereka ingin memaksakan persyaratannya dengan insentif yang menarik dan memengaruhi pejabat senior di negara berkembang melalui dugaan suap dan hadiah. Mereka meyakinkan negara-negara untuk menerima proyek-proyek besar yang tidak perlu, yang sebenarnya tidak mereka butuhkan. Hal itu terjadi di banyak negara seperti Laos, Sri Lanka, Pakistan, Uganda dan banyak lainnya.

Di Indonesia, situasinya berbeda. China telah mendapatkan kembali modalnya dalam bentuk penjualan peralatan, gerbong kereta, mesin dengan biaya tinggi dan sumber daya manusia. Karena proyek Jakarta-Bandung tidak akan menguntungkan di masa depan, perusahaan China menolak tawaran Indonesia untuk meningkatkan saham mereka dari 40 persen menjadi 80 atau 90 persen di proyek tersebut.

Banyak negara telah mendapatkan pelajaran berharga dari proyek-proyek China. Mereka tidak akan pernah mendapatkan manfaat dari pinjaman, investasi, proyek infrastruktur dan perdagangan China. Itu semua dirancang untuk menguntungkan China saja.

Indonesia harus waspada penuh terhadap China, pinjaman, insentif, perdagangan, proyek infrastruktur dan bahkan pariwisata, yang juga dikenal sebagai zero dollar tourism di masa depan. Kita seharusnya tidak jatuh ke dalam perangkap utang China. Kita tidak boleh membiarkan diri kita terlalu bergantung pada China. Kita memiliki begitu banyak alternatif lain. Jadi kita tidak boleh menyimpan semua telur kita di dalam satu keranjang.

Penulis adalah seorang jurnalis lepas yang tinggal di Bekasi, Jawa Barat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun