1. Pendahuluan
Pertengahan Maret lalu, pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan WFH atau Work From Home selama 2 minggu yaitu pada tanggal 16 Maret -- 28 Maret 2020 untuk mencegah persebaran virus Covid-19. Namun dikarenakan jumlah penderitanya semakin bertambah, pemberlakuan WFH diperpanjang sampai waktu yang tidak ditentukan. Salah satu dampak dari diperpanjangnya WFH ini adalah kegiatan pembelajaran yang harus diberlakukan menggunakan sistem Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) pada semua jenjang pendidikan tak terkecuali pada jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang mencangkup TK (Taman Kanak-kanak) dan KB (Kelompok Belajar).
Pada Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 14 menyebutkan bahwa "Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut."[1]
Undang- Undang No 20 tahun 2003 juga mengatur tentang pendidikan jarak jauh. Dalam pasal 15 disebutkan bahwa "Pendidikan jarak jauh adalah pendidikan yang peserta didiknya terpisah dari pendidik dan pembelajarannya menggunakan berbagai sumber belajar melalui teknologi komunikasi, informasi, dan media lain."[2]
Dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat memungkinkan pembelajaran jarak jauh ini efektif dilakukan. Namun sebenarnya terdapat kendala yang belum bisa dijangkau oleh teknologi bahwa teknologi tidak dapat menyentuh salah satu inti dari pendidikan, yaitu pendidikan karakter.
Pendidikan karakter merupakan upaya pembimbingan perilaku siswa agar mengetahui, mencintai dan melakukan kebaikan. Fokusnya pada tujuan-tujuan etika melalui proses pendalaman apresiasi dan pembiasaan.[3]
Salah satu upaya dalam membentuk karakter anak adalah dengan melakukan komunikasi persuasif. Persuasif merupakan pengubahan sikap individu dengan memasukkan ide-ide serta fakta baru lewat pesan komunikatif yang bertujuan untuk menumbuhkan kontraindikasi dan inkonsistensi diantara kompenen sikap individu hingga dapat membuka peluang terjadinya perubahan perilaku yang diinginkan.[4]
Agar proses pendidikan karakter berjalan dengan lancar maka diperlukannya interaksi antara pendidik dengan peserta didik. Sedangkan Pembelajaran Jarak Jauh ini memungkinkan kurang adanya interaksi antara peserta didik dengan pendidik. Sehingga perkembangan pendidikan karakter anak kurang terkontrol oleh Guru.
2. Pengertian Komunikasi Persuasif
Komunikasi persuasif adalah suatu kemampuan atau teknik komunikasi yang dilakukan oleh komunikator kepada komunikan dengan cara mempengaruhi, merubah pola pikir dan memasukan unsur-unsur sugesti secara halus agar komunikan mau mengikuti apa yang dikehendaki oleh komunikator dengan cara tidak memaksa.[5]
Ada beberapa prinsip--prinsip komunikasi persuasif yang dapat mendukung dalam pembentukan karakter anak :[6]
a. Bersikap Sejajar
Komunikasi persuasif mensyaratkan adanya kesejajaran antara komunikator dan komunikan.
b. Memperbanyak Diskusi
Komunikasi persuasif banyak melibatkan komunikan untuk menyampaikan pendapatnya dalam proses komunikasi.
c. Mengarahkan Secara Halus
Komunikasi persuasif tidak bersifat memaksa, karena dengan cara-cara yang kasar cenderung akan membuat komunikan menjalankan keinginan komunikator dengan rasa takut dan bukan atas kemauan sendiri.
d. Mendampingi
Tujuan komunikasi persuasif adalah perubahan sikap dari komunikan. Sehingga komunikator perlu terus bertanggung jawab, mengawal atau mendampingi hingga sikapnya berubah sesuai dengan yang dikehendaki.
e. Mendengarkan Keluh Kesah
Komunikasi persuasif menyediakan hal-hal di luar konteks komunikasi, namun berpengaruh pada kondisi emosional komunikan.
3. Komunikasi Persuasif Guru dalam Pendidikan Karakter Anak Usia Dini di Masa Pandemi
Komunikasi persuasif idealnya dilaksanakan secara langsung dan tatap muka. Namun selama masa pandemi, guru dihadapkan pada ikhtiar kreatifitas dalam menyikapi pembelajaran jarak jauh terhadap siswa. Hal ini menjadi lebih kompleks dikarenakan siswa PAUD masih cukup terbatas dalam penggunaan teknologi tanpa bantuan orangtua maupun saudara yang lebih tua, sehingga perlunya penyesuaian dalam pelaksanaan komunikasi persuasif tersebut kepada siswa.
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan sebagai penerapan komunikasi persuasif sebagai salah satu cara pendidikan karakter dalam pembelajaran jarak jauh selama masa pandemi terhadap anak usia dini :
a. Melalui alat komunikasi maupun media sosial
Guru dapat secara teratur bertanya kabar kepada anak, terutama berkaitan dengan pembiasaan baik yang menjadi program guru selama pembelajaran. Hal ini dimaksudkan agar anak terbiasa dan termotivasi untuk melakukan pembiasaan tersebut.
b. Menyediakan waktu atau moment untuk dapat berdiskusi dengan anak
Diskusi dapat dilakukan melalui panggilan video dengan membahas seputar keseharian maupun kegiatan yang ada di sekitar anak. Dengan berhadapan secara langsung melalui media virtual, anak diharapkan akan lebih percaya diri dan terbuka dalam penyampaian cerita, ide, dan sudut pandang mereka terhadap guru.
c. Apabila menggunakan media sosial, guru dapat memberi kesempatan waktu cukup panjang bagi anak maupun wali murid untuk berkomunikasi, baik melalui media kelompok maupun personal. Hal ini dilakukan sebagai proses pendampingan terhadap pembelajaran anak yang terkadang juga tetap berjalan meski telah berada di luar jam pembelajaran.
d. Memberi ruang bagi anak untuk berkonsultasi terkait hal-hal apapun
Memberi kesempatan bagi mereka untuk berkeluh kesah kepada guru dapat membangun ikatan batin antara anak dengan seseorang yang lebih tua, sehingga anak tidak hanya menjadi lebih baik secara psikis, tetapi juga lebih percaya diri dalam menghadapi berbagai hal karena percaya ada orang yang selalu bersama mereka.
e. Apabila anak melakukan tindakan yang dirasa tidak tepat , guru dapat mengarahkan secara halus kepada anak melalui pesan maupun panggilan pribadi secara halus, bukan dalam forum grup maupun kelompok.
Dengan berbagai komunikasi persuasif yang dapat guru lakukan secara insidental maupun berkala, diharapkan anak dapat menjadi lebih mengetahui, mencintai, dan memahami dalam melakukan suatu kebaikan, baik melalui apresiasi terhadap pencapaian dan kegagalan anak, maupun pembiasaan dalam memahami dan melakukan perbuatan baik.
Footnote :
[1] http://lppks.kemdikbud.go.id/uploads/pengumuman/uu_no_20_tahun_2003.pdf
[2] http://lppks.kemdikbud.go.id/uploads/pengumuman/uu_no_20_tahun_2003.pdf
[3] Retno Listyarti, “Pendidikan Karakter dalam Metode Aktif, Kreatif dan Inofatif”, (Jakarta Timur : Esensi Erlangga Group, 2012), Hlm.3
[4] Fatma laili Khoirun Nida, “Persuasi Dalam Media Komunikasi Massa”, Jurnal Komunikasi Penyiaran Islam, AT-Tabsyir, Vol. 2, No. 2, (Juli-Desember 2014), Hlm. 84.
[5] Ida Bagus Putu Eka Suadnyana dan Krisna Suksma Yogiswari, “Peranan Komunikasi Persuasif Dalam Implementasi Ajaran Tri Hita Karana Pada Sekaa Truna Truni”, Ganaya : Jurnal Ilmu Sosial Dan Humaniora, Vol. 2, No. 2-3, 2020, Hlm. 106.
[6] Ike Juwita Triwardhani, “Komunikasi Persuasif pada Pendidikan Anak”, Mediator, Vol. 7, No. 1, Juni 2006, Hlm. 79-80.