Mohon tunggu...
Dini Mufidati
Dini Mufidati Mohon Tunggu... Jurnalis - Khoirunnas Anfa'uhum Linnas

Mahasiswi Program Studi Tadris Matematika Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Jember

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pesantren sebagai Sub Culture Islam Nusantara

19 Mei 2020   18:37 Diperbarui: 19 Mei 2020   21:10 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pondok-pondok yang pada masa penjajahan kurang mendapatkan kebebasan dan mengembangkan misi nya mulai bermunculan dan berusaha untuk senantiasa eksis dan berbenah diri untuk meningkatkan daya saingnya bersama lembaga-lembaga lain. Pada awal kemerdekaan sampai dekade kedua pondok pesantren tetap menempatkan diri sebagai alternatif dari sistem pendidikan seperti sekolah. 

Ketika pemerintah menawarkan sistem madrasah diterapkan di pesantren sikap yang muncul adalah sikap curiga dan bertanya-tanya. Kebanyakan pesantren menganggap bahwa sistem sekolah adalah warisan kaum kafir kolonial. 

Sebuah jargon yang sangat populer di kalangan pesantren pada kala itu adalah barang siapa yang menyerupai sebuah kaum maka mereka termasuk bagian dari kaum tersebut. Semboyan ini yang dijadikan pegangan oleh pesantren pada waktu itu. 

Baru memasuki tahun 1970-an pesantren mengalami perubahan yang signifikan. Perubahan ini dapat dilihat melalui dua sudut pandang. Pertama, pesantren mengalami perkembangan kuantitas yang luar biasa dan menakjubkan baik di wilayah pedesaan, pinggiran kota, dan perkotaan. Kedua, menyambut penyelenggaraan pendidikan.

Pada era reformasi setelah departemen agama memiliki unit tersendiri yang khusus mengurusi pondok pesantren usaha-usaha untuk meningkatkan peran dan fungsi pondok pesantren menjadi lebih sistematis. Pondok pesantren Pada masa ini merupakan lembaga pendidikan yang bersifat non formal mulai mengadakan perubahan-perubahan guna menghasilkan generasi tangguh, berpengalaman luas dan diantaranya dengan memasukkan mata pelajaran non agama kedalam kurikulum pesantren. 

Pondok pesantren pada masa ini yang merupakan lembaga pendidikan yang bersifat non formal mulai mengadakan perubahan-perubahan guna menghasilkan generasi-generasi yang tangguh, berpengalaman luas. Diantaranya dengan memasukkan mata pelajaran non agama ke dalam kurikulum pesantren. Sebagian juga ada yang memasukkan pelajaran bahasa asing ke dalam kurikulum wajib di pondok pesantren.

Setelah merdeka pesantren mulai mengembangkan sayapnya dengan memperbarui sistem klasikal dalam pengajarannya. Pondok pesantren mulai membuka diri dari berbagai masukan dan kritikan yang bersifat membangun dan tidak menyimpang dari agama Islam. Sehingga pembaharuan di sana sini terus dilakukan oleh pesantren. Hal ini akan merubah penafsiran bahwa pesantren yang identik dengan kekolotan, tradisional bangunan yang sempit, kumuh dan terisolasi di pedesaan kepada pandangan yang lebih baik. Yaitu menilai pesantren adalah lembaga pendidikan yang unggul, yang dapat dibanggakan yang bisa menjadi alternatif sistem pendidikan modern.

Hakikat & tujuan dari pondok pesantren

Hakikat dan tujuan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Adanya pesantren atau munculnya pesantren di Indonesia pasti memiliki tujuan tertentu. Tujuan dari pondok pesantren yakni :

a. Tujuan Umum

Membina warga negara agar berkepribadian muslim, sesuai ajaran-ajaran agama Islam dan menanamkan rasa keagamaan pada segi kehidupan serta menjadikan sebagian orang yang berguna bagi kehidupan agama, masyarakat dan negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun