Assalamualaikum Wr. Wb
Terimakasih kepada pembaca setia telah mengunjungi blog penulis. Kali ini penulis akan memaparkan sedikit tentang "Pesantren sebagai sub Culture Islam Nusanta". Didalam pembahasan ini ada lima poin yang akan kita bahas yanki:
Pengertian pesantren
Pesantren berasal dari kesantrian. Santri dalam bahasa Jawa atau disebut dengan cantri berarti murid padepokan atau murid orang pandai. Dalam pendapat lain itu dalam kamus besar Bahasa Indonesia ada dua pengertian yakni:
- Pertama, orang yang beribadah dengan sungguh-sungguh atau disebut juga dengan orang Sholeh.
- Kedua, orang yang mempelajari agama Islam dengan berguru ke tempat yang jauh seperti pesantren, dalam kata sendiri santri berasal dari bahasa tamil yang berarti orang yang tinggal di sebuah rumah atau lembaga keagamaan. Â Menurut asal katanya santri berasal dari pesantrian yang mendapat awalan pe dan akhiran an. Jadi dengan demikian pesantren menunjukkan tempat. Jadi pesantrian merupakan tempat santri. Sedangkan menurut Sujoko Prasetyo pesantren itu adalah lembaga pendidikan dan pengajaran agamanya. Umumnya itu non klasikal, dimana sang kyai mengajarkan ilmu kepada santri-santrinya berdasarkan kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab pada abad pertengahan, dan para santri biasanya tinggal di pondok atau asrama dalam pesantren tersebut.
Asal usul pesantren
Pada umumnya pesantren berawal dari seorang Kyai di suatu tempat. Setelah itu ada santri yang ingin belajar agama kepada Kyai tersebut, setelah semakin hari semakin banyak maka kyai tersebut mempunyai inisiatif untuk membangun pondok di dekat rumahnya. Pada zaman dahulu kyai hanya mengajarkan bagaimana santri bisa memahami dan mengamalkan ilmunya sesuai dengan syariat Islam.Â
Awalnya Kiai belum memperhatikan tempat tinggal untuk para santri karena semakin hari semakin banyak maka sang Kiai mempunyai inisiatif untuk membangun pondok-pondok di samping rumah Kyai tersebut.Â
Keberadaan pesantren di Indonesia memiliki peran memiliki peran yang sangat besar baik bagi kemajuan Islam itu sendiri maupun bagi bangsa Indonesia secara keseluruhan.Â
Berdasarkan catatan yang ada kegiatan pendidikan agama di Nusantara sudah dimulai sejak tahun 1596. Kegiatan agama inilah yang kemudian dikenal dengan nama pondok pesantren.Â
Pesantren adalah sebuah lembaga pendidikan tradisional khas Indonesia menurut zamakhsyari istilah pondok pesantren itu mulai mendapat popularitas pada abad ke-20.Â
Pusat pesantren yang ada di Jawa dan Madura lebih dikenal dengan nama pondok atau tempat tinggal yang dibuat dari bambu. Berasal dari bahasa Arab funduk yang berarti hotel atau asrama. Lebih jauhnya lagi lembaga pesantren berkembang di Indonesia sejak berapa abad yang lalu khususnya di daerah Jawa. Syekh Maulana Malik Ibrahim sebagai salah satu spiritual father dari wali songo yang meninggal pada tahun 1419 di Gresik. Masyarakat Jawa biasanya syekh Maulana Malik Ibrahim dipandang sebagai gurunya tradisi pesantren di tanah Jawa.
Sejarah perkembangan pondok pesantren
Dalam hal ini ada empat periode yakni:
Pertama : Periode pada awal cikal bakal pondok pesantren
Cikal bakal berdirinya pondok pesantren tidak luput dari sejarah masuknya Islam ke Nusantara. Pendapat lain cikal bakal dari pondok pesantren tidak luput dari peran Walisongo. Persoalan tentang pertama kali siapa yang mendirikan pondok pesantren dengan model pendidikan pesantren masih diperdebatkan sampai saat ini.Â
Ada yang mengatakan bahwa Syekh Maulana Malik Ibrahim sebagai pendiri pertama pesantren di nusantara. Ada juga yang mengatakan bahwa Sunan Ampel sebagai pendiri pertama, ajuga yang menyebutkan sunan gunung jati (Syekh Syarif Hidayatullah) sebagai pendiri pertama pesantren di Indonesia.Â
Pada perkembangan pesantren di Indonesia ini sudah ada sekitar 13-17 M. Dengan usianya yang panjang yaitu sekitar 500-600 tahun yang lalu, pesantren merupakan akulturasi budaya, bahwa pondok pesantren memang telah menjadi milik budaya Indonesia dalam bidang pendidikan dan telah ikut serta dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.Â
Berdasarkan hal ini maka dapat dikatakan bahwa perdebatan mengenai asal muasal pondok pesantren sebenarnya masih belum selesai. Â sehingga cikal bakal kapan, dimana dan siapa tokoh yang mendirikan pondok pesantren belum dapat dipastikan dengan jelas. Namun demikian pondok pesantren merupakan karya monumental dan hasil ijtihad dari para ulama yang menyebarkan Islam di Nusantara.
Kedua : periode pada penjajahan Belanda
Datangnya Belanda ke Nusantara secara tidak langsung memberikan pengaruh terhadap keberadaan pondok pesantren. Pondok pesantren berada di bawah kekuasaan pemerintah Belanda. Agresi Belanda secara perlahan menyelipkan misi kristenisasi dan menyebarluaskan budaya westernisasi di berbagai bidang termasuk di ranah pendidikan.Â
Pada fase ini pemerintah membuat sebuah regulasi kebijakan dan aturan-aturan yang tujuannya untuk menghambat pertumbuhan dan perkembangan pesantren. Argumentasi yang digunakan pemerintah kolonial Belanda untuk menyingkirkan pendidikan pondok pesantren yang sudah terlanjur mendapat tempat di hati rakyat adalah dengan cara menyebarkan opini negatif.Â
Jadi, pemerintah kolonial Belanda menyebarkan opini negatif dan Belanda menganggap bahwa pendidikan yang sudah ada atau pendidikan pesantren tidak relevan dan tidak membantu pemerintah Belanda adalah misi kolonialisme.Â
Selain itu Belanda juga merasa khawatir akan kebermunculan gerakan nasionalisme islamisme dengan munculnya persatuan pondok pesantren dan lembaga organisasi pendidikan. Karena Belanda takut apabila rakyat khususnya pondok pesantren melakukan reaksi dan protes terhadap perkembangan agama Kristen yang ada di Nusantara.Â
Karena takut pemerintah Belanda menempatkan seorang penasehat khusus yaitu snouck Hurgronje. Ia diberikan tugas untuk menyelidiki kegiatan jamaah haji di Indonesia yang ada di Mekah. Karena Belanda takut terhadap pertumbuhan pesantren dan pemberontakan pada tahun 1904 belanda mendirikan kantor fun inlands  second yang salah satu fungsinya yaitu untuk mengawasi gerak-gerik pesantren.Â
Dengan adanya kebijakan Belanda dengan mendirikan kantor ini, maka para tokoh ulama, Kyai dan kaum santri merasa khawatir,marah karena merasa terusik dan terhambat pertumbuhan pesantren yang ada di Nusantara.Â
Sehingga para ulama, Kyai maupun santri rela mengangkat senjata mereka untuk melakukan pemberontakan kepada pemerintah Belanda untuk mempertahankan keberadaan Islam dan sistem pendidikannya di Nusantara. Sikap ulama dan para Kyai dan santri diwujudkan dalam sikap dan bentuk-bentuk aksi penolakan terhadap regulasi pemerintah Belanda.Â
Sehingga dari sikap dan aksi tersebut muncul sikap non kooperatif dari para ulama dan kyai yang kemudian diaplikasikan dengan mendirikan pesantren di daerah-daerah yang jauh dari kota, yaitu mendirikan di pesantren yang ada di desa. Tujuannya adalah untuk menghindari intervensi kolonial Belanda serta memberikan kesempatan kepada rakyat yang belum memperoleh pendidikan.Â
Jadi para ulama mendirikan pesantren di daerah desa tidak di kota, agar rakyat tetap memperoleh pendidikan daripada dihambat oleh Belanda jika membangun pesantren di daerah kota. Pada fase ini para ulama, kalangan pesantren pesantren mengambil sikap anti Belanda sampai uang yang diterima seseorang sebagai gaji dari pemerintah Belanda dinilainya sebagai uang haram bahkan celana dan dasi pun juga dianggap haram karena dinilai sebagai pakaian identitas Belanda.Â
Namun pada kenyataannya meskipun Belanda menghambat proses pendidikan yang ada di pesantren, namun pesantren itu masih tetap survive dan eksis di tengah-tengah gelora perjuangan melepaskan diri dari kekangan kolonialisme. Bahkan pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 lahir kegairahan baru dan semangat baru dari kalangan muslim.Â
Pesantren mulai bangkit dari ketertinggalannya, karena ada munculnya pelopor dan sikap progresivitas dari para Kiai muda yang muda yang baru menyelesaikan studinya di Mekah.Â
Dengan berusaha membuka pendidikan yang sebanding dengan sistem sekolah yaitu sistem madrasah dengan sistem ini maka pesantren dapat berkembang kembali dengan baik dan cepat sehingga mampu menyaingi sekolah-sekolah Belanda. Contohnya seperti pesantren Tebuireng yang memiliki lebih dari 1500 santri.Â
Pada masa ini juga semakin memperteguh kesadaran para kalangan pesantren dan santri pada jiwa nasionalisme dan islamisme untuk bersatu dan mengatur dirinya secara baik. Dengan adanya hal ini yaitu dampaknya adalah munculnya berbagai organisasi Islam yang ada di Indonesia seperti sarekat Islam, Muhammadiyah, dan Nahdlatul ulama. Organisasi ini bergiat dalam membela dan meningkatkan kualitas beragama, bermasyarakat, dan bernegara.
Ketiga : periode pada penjajahan Jepang
Awal mula jepang menguasai Indonesia pada tahun 1942. Setelah menundukkan pemerintah Hindia-belanda dalam perang dunia ke-2. Jepang masuk ke Indonesia dengan membawa semboyan Asia Timur raya untuk Asia dan semboyan Asia baru.Â
Untuk pertama kalinya sikap penjajah Jepang tidak menunjukkan tanda-tanda kesadisannya terhadap bangsa Indonesia, bahkan penjajah Jepang mendukung Indonesia untuk mendirikan sebuah pesantren. Pemerintah Jepang seolah-olah membela dan menguntungkan kepentingan Islam dan pesantren. Namun pada perjalanannya yang dilakukan oleh Jepang hanya sebuah kamuflase belakang.Â
Sikap dan kepeduliannya atau keberpihakannya terhadap Islam ternyata hanya siasat strategi muslihat untuk memanfaatkan kekuatan Islam dan nasionalis yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri. Oleh sebab itu pada akhirnya Jepang berusaha untuk menarik simpati dari kalangan Islam dengan membuat dan menerapkan kebijakan-kebijakan baru. Kebijakan-kebijakan yaitu antara lain:
1. Menarik simpati Islam dengan membuka kantor urusan agama.
2. Pada para pembesar- pembesar Jepang sering  berkunjung dan tidak segan-segan untuk membantu pondok pesantren yang besar.
3. Pemerintahan Jepang juga memasukkan pelajaran Budi pekerti yang isinya identik dengan ajaran agama pada sekolah negeri.
4. Pemerintahan Jepang juga memberikan izin kepada umat Islam untuk meneruskan organisasi persatuan yang disebut majelis Islam ala Indonesia atau disingkat MIAI yang bersifat kemasyarakatan. Upaya dan kebijakan pemerintah Jepang seolah berpihak kepada rakyat Indonesia, khususnya kalangan Islam dan dunia pesantren. Namun paling tidak kebijakan-kebijakan Jepang dapat memberikan ruang gerak Indonesia dalam mengembangkan pesantren dan pendidikan madrasah.Â
Hal ini tidak bertahan lama setelah mendapatkan tekanan dari pihak sekutu karena ingin menguasai Indonesia justru Jepang berubah drastis. Jepang berubah menjadi semena-mena dan lebih kejam. Segala bentuk kegiatan pembelajaran sekolah diberhentikan pada masa pemerintahan Jepang. Sekolah-sekolah  di ubah dengan kegiatan baris-berbaris serta latihan perang untuk membantu Jepang.
Keempat : perkembangan pondok pesantren pasca kemerdekaan
Setelah Indonesia merdeka dari penjajahan Belanda dan Jepang, pemimpin bangsa Indonesia memulihkan kembali dan berusaha mengembangkan pendidikan di Indonesia.Â
Pondok-pondok yang pada masa penjajahan kurang mendapatkan kebebasan dan mengembangkan misi nya mulai bermunculan dan berusaha untuk senantiasa eksis dan berbenah diri untuk meningkatkan daya saingnya bersama lembaga-lembaga lain. Pada awal kemerdekaan sampai dekade kedua pondok pesantren tetap menempatkan diri sebagai alternatif dari sistem pendidikan seperti sekolah.Â
Ketika pemerintah menawarkan sistem madrasah diterapkan di pesantren sikap yang muncul adalah sikap curiga dan bertanya-tanya. Kebanyakan pesantren menganggap bahwa sistem sekolah adalah warisan kaum kafir kolonial.Â
Sebuah jargon yang sangat populer di kalangan pesantren pada kala itu adalah barang siapa yang menyerupai sebuah kaum maka mereka termasuk bagian dari kaum tersebut. Semboyan ini yang dijadikan pegangan oleh pesantren pada waktu itu.Â
Baru memasuki tahun 1970-an pesantren mengalami perubahan yang signifikan. Perubahan ini dapat dilihat melalui dua sudut pandang. Pertama, pesantren mengalami perkembangan kuantitas yang luar biasa dan menakjubkan baik di wilayah pedesaan, pinggiran kota, dan perkotaan. Kedua, menyambut penyelenggaraan pendidikan.
Pada era reformasi setelah departemen agama memiliki unit tersendiri yang khusus mengurusi pondok pesantren usaha-usaha untuk meningkatkan peran dan fungsi pondok pesantren menjadi lebih sistematis. Pondok pesantren Pada masa ini merupakan lembaga pendidikan yang bersifat non formal mulai mengadakan perubahan-perubahan guna menghasilkan generasi tangguh, berpengalaman luas dan diantaranya dengan memasukkan mata pelajaran non agama kedalam kurikulum pesantren.Â
Pondok pesantren pada masa ini yang merupakan lembaga pendidikan yang bersifat non formal mulai mengadakan perubahan-perubahan guna menghasilkan generasi-generasi yang tangguh, berpengalaman luas. Diantaranya dengan memasukkan mata pelajaran non agama ke dalam kurikulum pesantren. Sebagian juga ada yang memasukkan pelajaran bahasa asing ke dalam kurikulum wajib di pondok pesantren.
Setelah merdeka pesantren mulai mengembangkan sayapnya dengan memperbarui sistem klasikal dalam pengajarannya. Pondok pesantren mulai membuka diri dari berbagai masukan dan kritikan yang bersifat membangun dan tidak menyimpang dari agama Islam. Sehingga pembaharuan di sana sini terus dilakukan oleh pesantren. Hal ini akan merubah penafsiran bahwa pesantren yang identik dengan kekolotan, tradisional bangunan yang sempit, kumuh dan terisolasi di pedesaan kepada pandangan yang lebih baik. Yaitu menilai pesantren adalah lembaga pendidikan yang unggul, yang dapat dibanggakan yang bisa menjadi alternatif sistem pendidikan modern.
Hakikat & tujuan dari pondok pesantren
Hakikat dan tujuan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Adanya pesantren atau munculnya pesantren di Indonesia pasti memiliki tujuan tertentu. Tujuan dari pondok pesantren yakni :
a. Tujuan Umum
Membina warga negara agar berkepribadian muslim, sesuai ajaran-ajaran agama Islam dan menanamkan rasa keagamaan pada segi kehidupan serta menjadikan sebagian orang yang berguna bagi kehidupan agama, masyarakat dan negara.
b. Tujuan Khusus
- Mendidik siswa atau santri anggota masyarakat untuk menjadi seorang muslim yang bertaqwa kepada Allah SWT, berakhlak mulia, memiliki kecerdasan, keterampilan dan sehat lahir batin berdasarkan Pancasila.
- Mendidik siswa atau santri untuk menjadikan manusia selaku kader-kader ulama dan mubaligh yang berjiwa ikhlas, tabah dan teguh dalam menjalankan syariat Islam secara utuh dan dinamis.
- Mendidik siswa atau santri untuk memperoleh kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan agar dapat membangun dirinya, dan bertanggung jawab kepada pembangunan bangsa dan negara.
- Mendidik siswa atau santri agar menjadi tenaga yang cakap dan bisa di berbagai sektor pembangunan spiritual.
- Mendidik siswa dan santri untuk membantu meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat bangsanya.
Dari tujuan umum dan tujuan khusus dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa pondok pesantren tidak hanya bersifat keagamaan saja, akan tetapi juga memiliki relevansi dengan berbagai segi kehidupan yang makin kompleks. Pondok pesantren diharapkan mampu menghasilkan santri yang berkepribadian muslim dan berilmu pengetahuan yang luas, cinta bangsa dan negara. Sehingga santri menjalankan tugasnya sebagai pewaris pejuang agama Islam dan negara.
Cukup sekian yang dapat dipaparkan penulis. Semoga bermanfaat.
Wassalamu'alaikum Wr.Wb
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H