Mengapa perceraian bisa terbersit dalam pikiranmu? Dari mana ide itu? Bahkan akhir-akhir ini dirimu jarang pulang. Kalau pun bertemu, berbicara saja sudah tak nyaman. Mustahil permasalahan akan terselesaikan apabila kita tidak berdiskusi mencari solusi.
"Bunda, ayah tidak pulang lagi hari ini ya?" Guling berkepala Angry Bird itu dipeluknya erat. Wajahnya menyembul lucu. Mata jernihnya yang tak berdosa menatapku meminta jawaban. Gadis kecilku, Rani, Ariesta Aulia Kirani. Nama pemberianmu. Dan dengarlah, Ranimu bertanya tentangmu.
"Mungkin ayah masih sibuk kerja, sayang. Doakan saja supaya ayah cepat pulang" aku tidak tahu harus menjawab apa. Tapi Rani mengangguk, lalu membalikkan tubuhnya. Kuusap lembut punggungnya. Tak terasa, butiran hangat ini menerjuni kelopaknya yang memanas. Betapa teganya dirimu.
"Bunda, kalau Ayah datang bilang Rani mau dibeliin coklat yang dibungkus kado. Tadi di sekolah Ririn bawa coklat itu. Rani dikasih sedikit. Enak Bunda coklatnya" Rani kembali membalikkan tubuhnya. Menatapku.
"Lho, kok Bunda nangis? Kenapa?" Jari kecilnya terulur mencoba mengusap butiran bening ini. Aku semakin terisak. Tenggorokanku semakin memanas.
Usapan Rani, seperti air es yang mendinginkan hati. Memberi kekuatan tersendiri. Ah kalau saja dirimu melihatnya.
"Rani..." aku memeluknya erat. Rasa bersalah mengalir di sepanjang aliran darahku. Anakku, maafkan bundamu yang tak mampu menghadirkan ayahmu saat ini. Maafkan bunda yang tak mampu mempertahankan keutuhan kasih sayang yang seharusnya dirimu rasakan. Maafkan bunda, sayang. Batinku sangat merana.
"Tidak, sayang. Bunda tidak apa-apa. Iya, nanti Bunda sampikan pada Ayah. Kalau ayah tidak mau, Bunda yang akan belikan coklatnya. Sudah malam, tidur ya. Besokkan sekolah?"
"Ayah, tidur dimana Bun?"
"Bunda tidak tau, nanti kita tanya kalau ayah sudah pulang ya" jawabku asal. Untungnya, Rani mengangguk. Lalu dia memejamkan matanya.
Hujan rintik memaksaku untuk mengenakan jas hujan saat pulang dari mengantar Rani ke sekolah. Dia melambaikan tangannya sambil berlari memasuki kelas nol kecil. Aku tersenyum dan membalas lambaiannya. Lalu menerjang butiran air yang entah mengapa terjun dari langit pagi ini.