Lantas, apabila perjanjian utang piutang telah memenuhi seluruh syarat sahnya perjanjian, apakah kreditur diberikan celah oleh hukum untuk membuat laporan polisi dan memidanakan (penjara) Debitur?
Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia selengkapnya menyatakan:
“Tidak seorangpun atas putusan pengadilan boleh dipidana penjara atau kurungan berdasarkan atas alasan ketidakmampuan untuk memenuhi suatu kewajiban dalam perjanjian utang piutang”
Sehingga berdasarkan ketentuan tersebut telah jelas bahwa Debitur tidak dapat dipidana penjara dengan alasan tidak mampu membayar utang.
Namun ketentuan tersebut tentu saja tidak serta merta dapat dijadikan tameng oleh debitur-debitur yang memiliki iktikad buruk. Debitur yang di dalam mengikatkan perjanjian utang piutang dengan kreditur ternyata diiringi suatu tindakan yang dapat dipidana, antara lain penipuan dan/atau pengelapan, apabila terbukti debitur telah melakukan tindak pidana tersebut, maka tidak dapat berlindung di balik ketentuan Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia tersebut.
Terhadap debitur yang melakukan tindak pidana tersebut dapat dikenakan ketentuan tindak pidana Penggelapan dan ketentuan tindak pidana Penipuan, yang selengkapnya diatur dalam:
(Di bawah ini saya jabarkan perbandingan dari bunyi pasal KUHP baru dengan KUHP lama mengenai pasal yang menjerat pelaku tindak pidana penggelapan dan penipuan)
KUHP Lama
KUHP Baru (Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023
Pasal 372
(Tindak Pidana Penggelapan)