Nay, tidakkah kau menyadari bahwa orang yang aku cintai itu adalah kamu. Namun, menyadari jarak usiaku dengan usiamu yang terpaut cukup jauh, memaksaku untuk bungkam. Aku sadar diri, kau tak akan mungkin mencintai aku yang usianya 5 tahun lebih muda darimu. Aku tak kan mungkin mengungkap perasaanku ini padamu. Aku takut, hal ini malah akan menghancurkan persahabatan kita. Maka, cukuplah mencintaimu dalam hati saja, walau terasa perih hati ini. Ditambah perih hati ini saat kau mengenalkan pacarmu padaku dua minggu yang lalu.
“Rey, kenalkan ini pacarku, Dio.”
“Dio, kenalkan ini sahabatku Rey.”
Aku memerhatikan pria yang kau rangkul mesra itu. Seorang pria dewasa yang gagah dan kharismatik. Ohoo, wajar saja kau lebih melirik pria itu dibanding diriku. Aku dan pria itu sangat berbeda. Hahaha, tentu saja berbeda. Dasar bodohnya aku! Inilah yang dinamakan takdir. Aku terlahir sebagai aku. Andai aku terlahir bukan sebagai aku, mungkin aku masih ada kesempatan untuk memilikimu. Seutuhnya.
“Hei Rey! Malah bengong!”
“Eh,” aku terlonjak.
“Iya, nanti deh, suatu saat aku kenalkan orang itu padamu, ya?”
“Kapan?”
“Kapan-kapan.”
“Ah kau ini bercanda saja, aku serius. Keburu,” Nayla tidak meneruskan perkataannya.
“Keburu apa?” tanyaku penasaran.