UN dinilai terlalu berfokus pada penguasaan teori tanpa mempertimbangkan aspek lain, seperti keterampilan praktis, kreativitas, dan soft skills. Akibatnya, siswa yang memiliki potensi di luar akademik sering kali terabaikan.
2. Menimbulkan Tekanan Berlebih
Sistem UN yang menentukan kelulusan siswa sering kali menimbulkan tekanan psikologis yang tinggi. Banyak siswa mengalami stres bahkan depresi akibat kekhawatiran tidak lulus UN, yang berdampak pada kesehatan mental mereka.
3. Ketimpangan Kualitas Pendidikan
Realitas di lapangan menunjukkan bahwa akses terhadap pendidikan berkualitas masih belum merata di seluruh Indonesia. Hal ini membuat siswa di daerah terpencil atau sekolah dengan fasilitas minim menghadapi tantangan lebih besar dibandingkan siswa di perkotaan.
4. Praktik Kecurangan
Tekanan untuk mencapai hasil UN yang baik sering kali memicu berbagai praktik kecurangan, baik di tingkat siswa, guru, maupun institusi pendidikan. Hal ini mencederai prinsip kejujuran dalam pendidikan.
Peralihan ke Asesmen Nasional
Pada tahun 2021, pemerintah mulai menggantikan UN dengan Asesmen Nasional (AN) yang lebih menitikberatkan pada literasi, numerasi, dan survei karakter. AN diharapkan dapat menjadi alat evaluasi yang lebih holistik tanpa memberikan beban berlebihan kepada siswa.
Namun, transisi ini juga memerlukan waktu dan evaluasi mendalam agar pelaksanaannya dapat berjalan efektif. Pemerintah perlu memastikan bahwa AN benar-benar mampu menggambarkan kualitas pendidikan secara menyeluruh dan tidak hanya menjadi formalitas semata.
Rekomendasi untuk Evaluasi Pendidikan