Mohon tunggu...
Dinda Arifin
Dinda Arifin Mohon Tunggu... Guru - aktif

life goes on

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Wanita sebagai Tulang Punggung

23 Oktober 2022   00:44 Diperbarui: 23 Oktober 2022   00:48 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dalam kehidupan ini, pasti masing - masing dari kita pasti memiliki peran apa lagi jika sudah berkeluarga. Baik sebagai kepala rumah tangga atau ibu rumah tangga. Namun, terkadang semua itu hanya menganggap sebagai peran dan tanggung jawab. Karna itu memang pada dasarnya nya.

Dan berbicara tentang peran hal yang sering terjadi adalah jika membahas tentang wanita. Jika berbicara tentang wanita banyak hal yang terjadi seperti ketidak adilan baik dalam berpendapat, keinginan atau hal apapun itu. Terkadang laki - laki berpendapat bahwa wanita itu lemah dan tidak bisa berbuat apa - apa. itulah yang menyebabkan wanita sering tidak mendapatkan keadilan.

Laki - laki yang sudah menjadi suami berperan sebagai pemimpin, kepala keluarga dan sebagai arahan untuk anak dan istrinya. Baik dalam segi lingkungan agama dan keluarga. Suami yang mencari nafkah dan imam yang baik untuk keluarga. Tapi apa jadinya jika peran yang harusnya dilakukan oleh laki - laki dilakukan juga oleh wanita.

Yang mencari nafkah banting tulang untuk mencukupi kehidupannya. ?

Ada beberapa hal yang menyebabkan wanita sebagai tulang punggung keluarga diantaranya, alasan pertama karna keluarganya sudah bercerai,

Alasan  kedua karna penghasilan tidak mencukupi, alasan ketiga karna sang suami sakit permanen sehingga tidak bisa mencari nafkah dan alasan terakhir Lajang yang tidak menikah tetapi bertanggung jawab terhadap ekonomi keluarga.

Dan menurut saya dengan beberapa alasan di atas sudah membuktikan bahwa perempuan bisa mencari nafkah seperti laki - laki tanpa adanya suami atau laki - laki. walau begitu tetap saja wanita tidak diperlakukan dengan adil karna pada dasarnya negara kita mempunyai budaya yang mana laki-laki lebih superior dibanding perempuan.

Dalam hasil penelitian yang dilakukan oleh PEKKA (Program Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga) bahwa tercatat 17% dari 40 juta rumah tangga di Indonesia dikepalai oleh perempuan . Selanjutnya diketahui juga bahwa di provinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD), Jawa Barat dan Nusa Tenggara Timur (NTT), jumlah perempuan yang menjadi kepala keluarga cukup tinggi dan berada di atas rata-rata. Bahkan di suatu Desa di Provinsi NTT yang kepala keluarganya wanita mencapai 75 persen. Angka tersebut menunjukkan bahwa terjadi fenomena pergeseran peran ekonomi wanita dalam ranah rumah tangga.

Pergeseran tersebut dari wanita yang berperan sebagai tulang rusuk yaitu hanya menjadi pendamping, mitra dan sahabat suami dalam melaksanakan tugas kerumahtanggan saja, kini bergeser dengan menjalankan peran sebagai tulang punggung yaitu peran kepala rumah tangga khususnya berkaitan dengan upaya mencari nafkah.

Alasan perubahan peran dari tulang rusuk menjadi tulang punggung adalah sebagai berikut:

1. Suaminya (kepala keluarga) meninggal, alasan ini yang paling banyak yaitu 60 persen.

2. Sisanya sekitar 40 persen disebabkan, oleh alasan berikut:

a. Perceraian

b. Lajang yang tidak menikah tetapi bertanggung jawab terhadap ekonomi keluarga.

c. Suami mengalami sakit permanen sehingga tidak bisa menjalankan perannya sebagai pencari nafkah.

Dari data tersebut membuktikan bahwa data yang lebih banyak alasan wanita sebagai tulang punggung adalah karna suami atau ( kepala keluarganya meninggal ) hal ini dibuktikan dengan narasumber saya yang berinisial S. dia bekerja sebagai tulang punggung karna sang ayah meninggal dan dia menggantikan posisi ayahnya karna sang ibu yang tak mungkin mencari nafkah karna sedang sakit.

Kemudian ada narasumber berikutanya ada narasumber saya yang berinisial L dimana ia bekerja banting tulang karna suaminya yang sakit permanen hingga ia pagi nya harus berjualan dan setelah jualan nasi udukdan setelahnya ia bekerja sebagai tukang cuci.

Dari kedua narasumber saya, saya beropini ketika menghadapi sesuatu memang harus menyiapkan suatu kesabaran yang besar dan dapat diselesaikan dengan baik. Seorang wanita yang sebagai female breadwinner bukan keinginannya melainkan keterpaksaan keadaan.

Hal itu bisa di lihat dari beberapa narasumber diatas yang mengalami dampak besar dari keadaan, namun menurut saya yang paling terasa adalah narasumer saya yang pertama dimana dia seorang anak yang menjadi tulang punggung keluarga karena ayah yang sudah meninggal dan ibu yang sedang sakit. Dari sini sudah terlihat bahwa wanita pun bisa menafkahi keluarganya layaknya seorang laki - laki.

Dan untuk data survei mengenai angka kematian suami yang lebih besar.mungkin banyak hal ini terjadi.  Saya belum mengalami karna saya belum menikah. yang jelas ketika seorang istri ditinggal karna meninggal atau karna sakit permanen seorang wanita akan bangkit dari kesedihan dan fokus untuk mecukupi kebutuhan keluarga.

Pada kedua nasumber saya salut dengan perjuangannya dimana harus menggantikan peran seorang kepala keluarga ditengah keadaan yang tidak memungkinkan. Selain itu banyak hal yang bisa di ambil dari pengalaman para nasumber seperti perjalan hidup yang berharga dan pentingnya bersabar. 

Dengan melihat beberapa masalah yang terjadi  memberikan gambaran bahwa hidup rumah tangga bukan hanya mengurusi suatu hal yang menjadikan kewajiban saja, tapi bagaimana menurunkan ego, tidak saling menyalahkan, dan saling percaya. Dan satuhal yang paling penting adalah berkomitmen.

Selain faktor kematian suami dan sang suami yang sakit permanen adapun faktor lain iyaitu kebutuhan sehari - hari yang tidak terpenuhi akibat di PHK di tempat kerja, bercerai dan covid. Hal itu yang menyebekan para wanita memaksa untuk keluar dari keadaan yang sangat tidak mengenakkan.

Dari opini di atas di jelaskan bahwa wanita memiliki kekuatan yang lebih dari laki- laki. Menjunjung tinggi haknya sebagai wanita agar tak di rendahkan, namun tetap saja wanita tidak dapat keadilan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun