Mohon tunggu...
Dinda Amalia
Dinda Amalia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa/Humas Hima Prodi Ilmu Komunikasi UNTAG Surabaya

Hai, lemme introduce myself peeps!. I ‘am a cheerful, easy going and ambisious person, who likes to learn and explore new knowledge and experiences and like to think critically about current issues or problems with different perspectives. I also can work well with a team. My greatest skill is communicating and public speaking, editing, and writing skills

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pandangan Masyarakat Surabaya Mengenai Larangan Transaksi Jual-Beli Thrifting Pakaian Impor oleh Kemenperin

13 April 2023   12:34 Diperbarui: 15 April 2023   13:47 526
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Artikel ini dibuat sebagai pemenuhan tugas ETS, Semoga bermanfaat!

Disusun oleh: Dinda Nur Amalia, Avrillia Nuke Risqia. Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya.
Dosen Pengampu: Beta Puspitaning Ayodya, S.Sos., M.A - Mata Kuliah Opini Publik dan Propaganda

Larangan transaksi jual-beli thrifting impor kini kembali diperingati dan ditegaskan kembali oleh Kemenperin dan Presiden RI Joko Widodo. Setelah  terbitnya  Larangan  melakukan impor barang bekas terutama  baju  bekas  yang telah tertulis  dalam  Permendag  Nomor 18  Tahun  2021  yang  telah  direvisi  dengan  Permendag  Nomor  40 Tahun  2022  tentang Perubahan  Atas  Permendag  Nomor  18  Tahun  2021  Tentang  Barang  Dilarang  Ekspor  dan Barang  Dilarang  Impor.Presiden RI menegaskan bahwa kegiatan jual-beli, mendistribusikan dan menjual barang bekas thrift impor karena dapat mengganggu industri tekstil Indonesia, merusak pasar perekonomian dan industri Indonesia serta dapat mengganggu kesehatan kulit. Penelitian ini berjudul "Pandangan Masyarakat Surabaya Mengenai Larangan Transaksi Jual-Beli Thrifting Pakaian Import Oleh KEMENPERIN". Tujuan dari penelitian ini guna meninjau opini publik dan propaganda masyarakat Kota Surabaya mengenai larangan jual-beli thrifting di segala jenis perbelanjaan thrift di Surabaya dan sekitarnya. Metode yang kami gunakan adalah menggunakan kuantitatif.


Latar Belakang

Aktivitas mencari barang bekas seperti pakaian, aksesoris, dan benda bekas lainnya yang masih layak pakai dan memilah-milah kembali dengan memasok, menerima dan berlangganan stok barang bekas dari luar negeri dan dikirimkan ke dalam negeri yang dapat dijual dengan lebih mahal dari modal saat memasok barang bekas per-ball atau yang biasa kita kenal dengan Thrifting impor. Aktivitas ini sedang digemari banyak kalangan masyarakat karena model nya yang beragam, unik dan dapat mengurangi pengangguran karena memasok barang bekas lebih murah karena barang langsung jadi atau bekas pemakaian dan dapat dijual dengan harga diatas penjual saat membeli ke distributor atau pengepul pakaian bekas atau thrift.

            Thrifting atau barang bekas impor seperti pakaian bermerek bekas hingga non-bekas hingga sampai saat ini banyak diminati oleh masyarakat Indonesia terutama masyarakat daerah Surabaya dan sekitarnya. Dengan banyaknya perdagangan yang menjual pakaian bekas impor di daerah Kota Surabaya dan sekitarnya maupun pada acara-acara hiburan pun juga tak sedikit masyarakat yang sedang menekuni usaha thrift (pengepul, pedagang dan distributor pakaian bekas impor) serta masyarakat yang minat konsumsinya tinggi terhadap mengkonsumsi, membeli atau menggunakan pakaian bekas impor.

            Kasus atau momen yang melatar-belakangi penelitian dan analisa peneliti disebabkan karena akhir-akhir ini sedang heboh kembali polemik Larangan Membeli Pakaian Thrift Impor yang dikeluarkan oleh Kemenperin yang sebelumnya sempat muncul di tahun 2021 menurut sumber Kompas TV. Hal ini diangkat karena Kemenparin kembali membahas seputar polemik ini. Larangan tersebut tertulis dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 18 Tahun 2021, tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor. Dalam Pasal 2 Ayat 3 tertulis bahwa barang dilarang impor, salah satunya adalah berupa kantong bekas, karung bekas, dan pakaian bekas. Namun, sejak pandemi hingga saat ini kegiatan tersebut masih marak terjadi dan  dilakukan oleh masyarakat di Indonesia khususnya di Kota Surabaya sendiri, seperti di Pasar Pagi Tugu Pahlawan salah satunya yang kami jadikan objek penelitian. Larangan dari Kemenparin ternyata tidak membuat mereka para penjual thrift menyerah begitu saja, justru konsumen masih ramai membelinya. Peminatnya juga bervariasi karena harga yang mereka tawarkan relatif lebih murah daripada harga asli di store brand masing-masing merk pakaian branded. Hal ini tentunya tidak dilakukan tanpa alasan, selain harga relatif rendah, masyarakat sejak pandemi mengalami penurunan atau krisis ekonomi dan pasca pandemi (post-pandemic) banyak masyarakat yang menggunakan hal ini sebagai kesempatan sebagai mereka bekerja entah menjual thrift atau memanfaatkan dengan profesi konten kreator sebagai sumber cuan-nya entah itu mereka memasarkan pakaian-pakaian thrift, atau membuat konten review pakaian yang mereka beli di pasar thrift, dan lain sebagainya.

            Gaya hidup masyarakat yang modern seperti sekarang berdampak dari interaksi sosial di kehidupan sehari-hari yang dimana masyarakat menggunakan pakaian untuk terlihat stylish. Penampilan di era modern ini sangatlah berpengaruh untuk mendapatkan kesan pertama bertemu untuk menarik para penglihat. Sehingga untuk berpenampilan menarik dengan pakaian yang menarik pun tentunya dengan membeli pakaian di store bisa dibilang harganya lebih mahal, bahkan tak sedikit juga para pengusaha pakaian bermerek memproduksi pakaiannya dengan model yang biasa saja, ada juga beberapa brand yang kualitas bahannya tidak sesuai dengan harganya sehingga membuat para pembeli enggan membelinya. Banyak fashion trend yang dipakai jaman dulu namun saat ini bermunculan kembali (vintage style, retro style). Retro dan vintage style merupakan pakaian yang bernuansa lawas yang bisa didapatkan di toko yang menjual pakaian lawas yang menjual baju bekas, sehingga saat ini banyak orang menyebutnya dengan sebutan thrifting. Para kaum anak muda yang sekarang menggemari pakaian pakaian untuk dijadikan dress code berbagai tema.

            Setiap orang memiliki minat atau selera gaya yang berbeda-beda maka dari perbedaan itu terkadang orang berekspresi dengan menonjolkan gaya style nya untuk menarik para penglihat saat berinterasi. Gaya hidup di zaman modern ini bagaikan keharusan gaya hidup di kota-kota besar apalagi sekarang makin berkembangnya industri fashion. Banyaknya bermunculan brand brand dari yang ternama sampai brand local maupun brand luar bermucunculan, para brand berlomba-lomba mengeluarkan model pakaian terbaru dan terunik untuk menarik daya pembeli. ada beberapa orang yang menyuakai gaya pakaian yang semakin aneh semakin disukai sehingga membuat mereka rela menyisihkan uangnya untuk berlomba lomba untu tampil menarik dibanding dengan berpakaian biasa aja. Maka dari itu, ada beberapa individu yang tertarik berbelanja brand tetapi bekas yang sekarang lebih di kenal dengan sebutan thrifting. Dalam penjualan thrifting para pembeli bisa mendapatkan brand yang mahal tetapi dengan harga yang lebih murah dari official store yang ada mall, serta kondisi biasa yang di juaal para pedagang thrifting minusnya masih bagus dan layak untuk di pakai.


Kajian Teori
1. Opini publik dan Propaganda masyarakat Surabaya terhadap minat thrifting impor setelah munculnya larangan dari KEMENPERIN
Pakaian thrifting impor sampai saat ini masih banyak digemari masyarakat dari berbagai kalangan umur dan profesi, harga yang dibanderol pun relatif lebih murah dari harga brand asli serta jumlah nya yang limited menjadikan pakaian bekas impor lebih diminati dan disukai masyarakat terutama para pelajar. Walaupun di tahun 2021 lalu Kementerian Perdagangan telah melarang impor pakaian bekas, nyatanya hal ini tidak menimbulkan efek berhenti konsumsi dan tidak menurunkan minat konsumen apalagi masyarakat Surabaya dan sekitarnya. Karena, banyak kegiatan seperti festival atau event-event kategori tertentu juga mengadakan aktivitas jual-beli pakaian bekas impor atau thrift dengan pilihan ribuan macam model, dari pakaian bekas yang ber-merek hingga tanpa merek. Sehingga hal tersebutlah yang menjadikan konsumen tetap tertarik membeli barang terlebih pakaian bekas impor. Di sisi lain, mereka beranggapan bahwa pakaian dengan model sejenis yang diproduksi oleh brand lokal maupun brand ternama relatif lebih mahal.

2. Opini Publik dan Propaganda pedagang thrifting impor terhadap larangan KEMENPERIN serta keputusan yang diambil

Sebutan kata thrifting sendiri berasal dari bahasa inggris yang berartikan sebuah kegiatan yang mengurangi atau meminimalisir. Barang yang dijual biasanya seperti pakaian, topi, sepatu yang secondhand atau bekas tetapi masih layak untuk digunakan lagi. Biasanya mendapatkan barang thrifting bekas dari import luar negri seperti Korea, Thailand serta Singapura.

Larangan memperjualkan barang terutama pakaian bekas impor dinilai mengganggu pasar lokal dikarenakan harga yang dijualkan relatif lebih murah. Bahkan tanpa memproduksi pun mereka bisa mendapat pakaian tersebut dari macam-macam pemasok atau pedagang baju impor di luar negeri yang dikepul menjadi satu kepada sebuah agen. Sehingga hal ini menyebabkan minat pedagang pakaian bekas impor juga tinggi, karena tanpa modal besar pun ia dapat meraup keuntungan yang besar.

Pedagang thrift impor sendiri banyak yang menolak jika kegiatan thrifting ini dilarang dan stok barang maupun pakaian impor disita bahkan dibakar secara Cuma-Cuma. Selain melakukan penolakan mereka juga menentang akan larangan ini karena dapat mengganggu keberlangsungan usahanya karena pasar mereka berbeda dengan usaha lokal atau merek pakaian lokal hingga ternama yang masih memiliki kualitas super bahkan masih terjamin keaslian produknya.

Walaupun larangan ini telah ditetapkan oleh Kementrian Perdagangan sejak tahun 2021. Hal ini nampaknya tidak membuat gugur semangat dan gulung tikar para pedagang barang bekas atau thrift di Indonesia. Contohnya pada penelitian kali ini berfokus pada objek pedagang dan masyarakat penggemar dan peminat thrift di Kota Surabaya. Kini juga perdagangan thrift mulai memasuki pasar-pasar besar seperti pusat perbelanjaan, e-commerce, bahkan acara konser yang terdapat festival yang memberikan fasilitas tempat penyewaan bagi para pedagang atau usaha thrifting.

Sehingga dalam hal ini, ada beberapa sebutan maupun toko barang bekas yang dapat dibedakan menurut tipenya. Berikut macam-macam jenis toko yang menjual barang bekas:

1. Second Hand Stuff Shop

Second hand stuff shop merupakan  toko yang menjual barang yang pernah dipakai tetapi secara pribadi

2. Vintage Shop

Vintage Shop merupakan toko yang menjual pakaian jaman dahulu yang bisa disebut style vintage untuk mendapatkan nuansa jaman dulu. Vintage shope  bukan hanya menjual pakaian tetapi biasanya barang-barang antik jaman dulu biasanya juga tersedia.

3. Thrift Shop

Thrift Shop merupakan toko yang menjual khusus pakaian saja yang pernah dipakai tapi melalui import dari luar negeri.

Dalam rangka mengetahui opini publik mengenai pandangan masyarakat Surabaya terhadap larangan transaksi jual -- beli thrifting impor yang dikemukakan oleh KEMENPERIN. Penulisan artikel ilmiah ini menggunakan metode penelitian kuantitaif untuk mengetahui seberapa banyak jumlah peminatan konsumen terhadap kemungkinan masyarakat dalam menjual atau membeli barang thrift setelah terbitnya aturan dari Kementrian Perindustrian. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dengan memberikan kuesioner yang berlandaskan hasil dalam bentuk angka (tabel diagram) serta melalui analisis induktif peneliti kesimpulan hasil analisis dari respon masyarakat surabaya mengenai kasus ini.

Kami melakukan survey terhadap 67 responden dari target umur 17 tahun-25 tahun yang berjudul "Pandangan Masyarakat Surabaya Mengenai Larangan Transaksi Jual-Beli Thrifting Pakaian Import Oleh KEMENPERIN". Peneliti melihat fenomena pada masyarakat yang mulai memburu barang thrifting sehingga KEMENPERIN bertegas untuk melarang para masyarakat berbelanja thrifting lagi. Dalam hal ini peneliti memaparkan hasil dari penelitiannya dari mahasiswa,pedagang thirft, sehingga yang sudah bekerja. Pertanyaan pertama yang dipaparkan adalah "jenis kelamin"  diagram hasilnya sebagai berikut:

Menurut diagram survey kami, para peminat berbelanja thrifting kalangan 67 responden tersebut berjumlah 67,2%, yang dimana jumblah perempuan yang sangat besar antusiasnya. Selanjutnya peneiliti menanyakan "profesi", dengan lampiran diagram hasilnya sebagai berikut:

  • Dilansir dari jawaban diagram survey 83,6% dari 67 responden adalah para mahasiswa yang meminati,13,4% dari pekerja. Dapat kita lihat dari setengah jumlah profesi kalau mahasiswa mengetahui thrifting. Diagram selanjutnya peniliti menanyakan "Apakah anda mengetahui apa itu kegiatan thrifting pakaian impor?"
  • Dilihat dari hasil diagram survey kami hampir 98,6% mengetahui kegiatan thrifting terdapat berbagai tanggapan mengenai kegiatan thrifting salah satunya "karena pakaiannya masih bagus dan layak pakai, apalagi itu barang impor, dan harganya pun murah. Tak heran orang-orang tertarik untuk membelinya". Ada juga dari tanggapan mereka yang membicarakan seperti, "barangnya murah tetapi ada beberapa pakaian yang kotor dan ada bercak". Selanjutnya, peneliti menanyakan "Apakah anda sering melakukan transaksi thrifting? ".
  • Dari respon para responden 35.8% pernah melakukan,sedangkan 29,9% terkadang, 20,9% tidak pernah melakukan thrifting dan 6% sangat sering melakukan thrifting. Terdapat tanggapan dari responden tentang melakukan transaksi thrifting, "karna kebanyakan barang thrifting itu bagus-bagus dan jarang dipunyai orang,terlebih sangat cocok di kantong mahasiswa yang setiap hari harus ganti fashion saat kuliah". Selanjutnya peneliti menanyakan "Apakah anda memiliki pandangan lain tentang polemik thrifting pakaian import ini? atau setuju dengan pemerintah".
  • Hasil survey menunjukan 37,3% setuju dengan pemerintah sedangkan 29,9% tidak setuju dengan pemerintah dan untuk nilai netralnya 14,9%. Terdapat tanggapan SETUJU dari responden "Saya setuju dengan pemerintah. Menurut pandangan saya thrifting pakaian impor memang merugikan industri lokal", "setuju dengan larangan dari pemerintah tentang adanya thrifting, karena kita juga tidak tahu pakaian tersebut digunakan oleh siapa dan apakah orang yang memakai pakaian tersebut memiliki penyakit atau tidak. dan juga dengan adanya larangan ini bisa membantu umkm yang ada" dan beberapa tanggapan TIDAK SETUJU "Tidak setuju, seharusnya pemerintah mendukung adanya thrifting karena bisa membantu penjual/pedagang kalangan bawah", "tidak setuju karena dengan adanya usaha thrifting ini anak anak muda bisa merintis usaha mereka sendiri dengan harga yang terjangkau dan juga mereka bisa belajar memanage usahanya sendiri". Selanjutnya peneliti menanyakan "Setelah polemic larangan ini, apakah anda masih ada keinginan dalam melakukan kegiatan jual/beli thrifting pakaian import"

Dari hasil survey di atas sebanyak 47,8% mereka mungkin akan kembali berbelanja thrifting lagi dan 31,3% mereka kembali untuk membelinya lagi dan sisanya 20,9% mereka tidak mau beli thrift lagi. Ada beberapa tanggapan dari para responden "mungkin saya akan berbelanja lagi apabila barang yang saya cari lebih murah dari yang ada di mall", "kayaknya saya tidak akan beli lagi karena banyak minus yang ada di pakaian tersebut".

Beberapa responden ada yang berpendapat pro ada yang kontra mengenai "Apa yang mendasari anda tertarik dalam menjual/membeli Thrifting pakaian impor?". Beberapa responden yang pro tentang aktivitas jual-beli thrifting mengatakan bahwa barang thrift lebih murah walaupun pakaian tersebut memiliki merek ternama, selain itu barang bekas lainnya seperti aksesoris bekas atau lawas yang dijual juga beragam dan unik. Selain itu, mereka dapat mencari pakaian yang mereka mau, model bervariatif dan tidak pasaran dengan harga yang lebih terjangkau dan tidak pasaran. Sedangkan responden yang kontra beropini bahwa, seharusnya pakaian bekas impor tidak baik dan tidak layak diperjual belikan karena terdapat kuman atau penyakit didalamnya. Serta, dapat menyaingi pasar dan usaha lokal atau UMKM pemilik usaha pakaian.  

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan dari segi menguntungkan memang membuka usaha atapun berdagang barang, pakaian bekas atau thrift sangat menguntungkan bagi pemula karena harga lebih murah sebingga dapat dijual kembali dan mendapatkan untung yang lebih besar. Sehingga para penggemar barang branded dapat membeli tanpa harus mengeluarkan uang banyak. Pemerintah seperti Kementerian Perndustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Koperasi dan UKM melarang karena dapat merusak perekonomian negara, merusak pasar usaha lokal atau anak bangsa, dan terkait masalah kesehatan.

Saran yang dapat peneliti sampaikan adalah walaupun pakaian bekas memiliki harga yang relatif terjangkau dan bermacam-macam variasi mulai dari bermerek hingga non-merek, dijual di toko online atau offline, dan terlihat bersih. Semua memiliki kelebihan dan kekurangannya. Kita sebagai pembeli juga harus teliti dan menjaga kebersihan pakaian setelah membeli. Sebagai penjual pun kita harus memastikan barang tersebut masih layak pakai dan memiliki kondisi yang baik.

Daftar Pustaka

Adji, Nella Linggar dan Dyva Claretta. (2023). Fenomena Thrift Shop dikalangan Remaja: Studi Fenomenologi tentang Thrift shop di kalangan Remaja Surabaya. Volume Nomor 1 (2023) 36-44 E-ISSN 2798-6683 P-ISSN 2798-690X. DOI: 10.47476/dawatuna. v3i1.2201.

Nita, Dian. (2023). Thrifting Impor Kini Dilarang di Indonesia, Ini Makna dan Sejarah Thrifting. Kompas.TV. https://www.kompas.tv/article/389020/thrifting-impor-kini-dilarang-di-indonesia-ini-makna-dan-sejarah-thrifting. Diakses pada 10 April 2023

Sari, D. A. P. L. (2022). Thrift Fashion dalam Perubahan Paradigm Pandemi; Dilarang Tapi Digemari?. Dasa Citta Desain: E-Book Chapter Desain, 130--145. Retrieved from https://ebookchapter.isi-dps.ac.id/index.php/dcd/article/view/60. Diakses pada 12 April 2023.

Firdaus, Aulia Nurul. (2021). Praktek jual beli pakaian bekas ditinjau dari Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51 Tahun 2015 tentang Larangan Impor Pakaian Bekas (Studi Kasus di Pasar Babebo Mangli Kecamatan Kaliwates Kabupaten Jember). Undergraduate thesis, Fakultas Syariah. Prodi Hukum Ekonomi Syariah. http://digilib.uinkhas.ac.id/id/eprint/7817. Diakses pada 12 April 2023

Fatah, A., Sari, D. A. P., Irwanda, I. S., Kolen, L. I., & Agnesia, P. D. (2023). PENGARUH LARANGAN IMPOR PAKAIAN BEKAS TERHADAP PENGUSAHA THRIFT. JURNAL ECONOMINA, 2(1), 285--292. https://doi.org/10.55681/economina.v2i1.288

Kritik dan Saran bagi penulis sangat kami butuhkan, ke e-mail berikut ini dindanap123@gmail.com, avrillianrisqia@gmail.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun