Mohon tunggu...
Dinda Buana
Dinda Buana Mohon Tunggu... Lainnya - Available

SUKA MENONTON DAN MENULIS - CERUTU (Cerita Seru Hari Sabtu)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerutu: Aku Ikut!

27 November 2021   19:00 Diperbarui: 27 November 2021   19:01 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku Anila, anak bungsu dari dua bersaudara. Kakakku bernama Nabastala, atau aku sering memanggilnya Tala. Tala adalah figur kakak yang penuh dengan rasa tanggung jawab, dia anak yang pekerja keras dan penuh dengan ambisi. Setiap apa yang dia inginkan harus dia dapatkan. Apalagi ketika saat itu dia menjadi tulang punggung keluarga setelah abah pergi entah kemana. Semua tanggungan rumah seperti listrik, sandang, pangan, dan kuliahku pun dia yang biayai. 

Oh iya, tidak lupa juga biaya pengobatan ambu. Karena Tala selalu mendapatkan apa yang ia mau, makanya jarang sekali ia gagal dan kecewa. Sebaliknya denganku, aku ini termasuk anak yang tipe-nya santai dan mengikuti arus. Karena bagiku, dengan sifatku yang seperti itu akan mudah untuk menerima kekecewaan dengan lapang dada. Jika usaha pertama ku gagal, aku selalu percaya bahwa semesta punya rencana lain untukku. Aku sering merasa gagal dan kecewa, tapi kembali ke alasan ku di awal, karena itulah cukup mudah bagiku untuk berpaling dari kesedihan.

***

Jam wekerku berbunyi, yang artinya waktu menunjukkan pukul delapan pagi. Ku hadapakan tubuhku ke kanan, segera ku matikan wekerku dan kembali terlelap. Disela mimpi indahku terdengar suara kecil memanggil namaku.

"an...an...bangun"

Jujur, aku mengabaikan suara itu dan kembali menjelajahi mimpiku. Tak lama setelahnya, suaranya semakin jelas dan semakin kencang. Akhirnya kupaksakan diriku untuk membuka mata, ketika mataku mulai terbuka, terlihat seseorang membawa codet dan siap untuk memukulkannya ke pantat panci yang sudah hitam di tangan sebelahnya. 

Ternyata orang yang sedari tadi berdiri di samping kasurku dan siap memukul panci dengan codet itu adalah Tala. Dia menaruh codet dan pancinya di lantai dan mulai menggoyangkan badanku sambil menyuruhku untuk beranjak dari tempat tidur. Dengan nada sedikit kesal karena menganggu tidurku, aku bertanya kepadanya.

"iya iya aku bangun, kenapa sih? Gak bisa ya bangunin orang tuh yang wajar-wajar aja"

"kamu kalau sudah tidur seperti orang mati suri an, jadi ngga bisa dibangunkan dengan cara biasa" Tala mengejek.

"yasudah ayo cepat bangun, aku sudah siapkan makanan untukmu dan ambu di meja makan. Aku ingin berangkat kerja, karena ada klien jam 8 jadi aku ngga boleh telat. Obat ambu pun sudah ku siapkan, jangan lupa beri ambu obat setelah makan. Aku berangkat ya" Tala meninggalkan rumah.

Ku dongakkan kepala ku ke kearah jam dinding yang berada di atas meja televisi dan melihat waktu menunjukkan pukul 10.30. Seolah sudah terbiasa dengan tigkahnya aku tidak merasa heran lagi, dan segera berjalan ke meja makan untuk memakan makananku. Selesai makan, mataku tertuju pada satu porsi makanan di atas piring yang masih utuh dengan beberapa butir obat di sebelahnya. Dengan rasa sedikit jengkel, aku ambil keduanya dan membuangnya ke tempat sampah, kemudian berjalan ke ruang tamu dan menyalakan radio sambil membaca buku yang belum aku selesaikan.

Setelah aku merasa sudah banyak membaca halaman buku, aku mendengar suara krincingan dari dalam kamar ambu. Krincingan itu biasanya menjadi alat ambu berkomunikasi jika membutuhkan sesuatu. Sedikit terkejut, akhirnya aku mengalihkan suara itu dengan mencoba menghubungi seseorang. Sekali dua kali telepon ku tidak diangkat olehnya, aku mulai panik karena suara itu masih terdengar di kepalaku. Untuk ketiga kalinya akhirnya dia mengangkat.

"kan aku sudah bilang, jangan hubungi aku duluan sebelum aku yang menghubungimu" tanpa menyapa dahulu dan dengan nada seperti takut ada seseorang yang akan mendengar dia berbisik di telepon.

"ya gimana, kamu sudah lama tidak menghubungiku. Aku butuh uang untuk membeli keperluan rumah dan biaya perawatan. Kamu bisa transfer?" balasku kepadanya

"aduh kita bahas nanti ya, aku sedang di sekolah Ari" telfon mati.

Aku selalu bertanya apakah semua laki-laki memang selalu lari dari masalah yang dia buat ya. Abah yang pergi entah kemana saat ambu sakit dan mas Tio yang pernah berjanji akan memberi tahu mba Dewi bahwa sudah menikah lagi. Ya aku tahu, aku memang istri sirinya tapi apa iya itu menjadikkan alasan untuk tidak berlaku adil kepadaku. Sempat terpikir olehku untuk melepaskan mas Tio, tetapi akhirnya ku urungkan niatku karena membutuhkan biaya untuk menyambung hidup. Jadi, walaupun raga mas Tio tidak ada didekatku, setidaknya dia selalu memberikan uang bulanan untukku.

Sepertinya cukup cerita tentang lelaki itu, selesai menelepon aku kembali duduk dan lanjut membaca buku sambil meluruskan kakiku di atas sofa. Tidak lama, terdengar suara ketukan pintu. Aku terbangun, ternyata aku tertidur dan saat aku melihat jam ternyata sudah pukul 5 sore. Aku bukakan pintu yang ternyata Tala sudah kembali dan bertanya kepadanya.

"bagaimana pertemuan dengan klien?" tanyaku dengan sedikit menyindir

"baik, perusahaanku setuju bekerjasama dengan mereka" jawabnya

"kalau setiap hari kamu selalu keluar dan berkata ingin bertemu klien, sepertinya hampir semua warga Indonesia ini klien mu ya" sindirku lagi

Tanpa menanggapi perkataanku, Tala mengubah topik pembicaraan.

"bagaimana keadaan ambu? Sudah makan dan minum obat?" tanyanya

"sudah semua. Dan untuk keadaan ambu, kenapa tidak kamu yang memastikannya sendiri" jawabku sedikit kesal

Lagi-lagi Tala mengabaikanku dan meninggalkanku di ruang tamu. Dia menuju kamar mandi setelah itu masuk ke kamar dan tidur.

Aku bukan anak durhaka, aku juga sayang kepada ambu. Tapi bagaimana bisa aku memberi makan kepada orang yang sudah tidak ada wujudnya? Betul. Ambu sudah hampir setahun meninggalkanku berdua dengan Tala. Aku harus rela menikahi laki-laki tua yang usianya lebih dari 2 kali lipat usiaku yang baru menginjak 19 tahun untuk memenuhi kebutuhan hidupku dan Tala. Serta biaya pengobatan Tala karena gangguan kejiwaannya sepeninggalan ambu. Semenjak saat itu Tala menarik diri dari lingkungannya termasuk aku, dan tidak lama ia di keluarkan dari perusahaannya.

Aku tidak mempunyai siapapun lagi selain Tala, maka aku melakukan semua cara agar Tala bisa kembali bersamaku. Setelah menjalani beberapa kali pengobatan akhirnya Tala kembali kepadaku walau dia hidup dalam duniannya sendiri terkadang. Aku tidak tahu kemana dia pergi saat dia mengatakan ini bertemu dengan klien, aku tidak tahu ambu siapa yang harus ku berikan makan dan aku berikan obat. Aku tidak tahu darimana asalnya suara krincingan yang aku dengar. Mungkin hanya ada di kepalaku. Tapi aku tidak peduli di dunia manapun aku hidup, selama aku bisa melihat kembali senyum di wajahnya, cerita apapun yang dia mainkan aku akan selalu ikut di dalamnya.

-TAMAT-

Cerita oleh Dindabp.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun